Bab 6. Memori yang tersimpan di dalam cawan

Aroma dari secangkir teh melati yang disajikan oleh Praya mulai menenangkan perasaan Alea yang kalut. Gadis itu masih terduduk lemas di sofa kamar hotelnya. Sambil memandangi langit yang kembali berwarna biru, Alea mengingat-ingat kilasan flashback yang dilihatnya saat berada di Komplek Candi Ratu Boko.

Tidak diragukan lagi bahwa artefak cawan tersebut menyimpan sebuah misteri tentang masa lalu.

"Kamu sudah bisa diajak berbicara?" tanya Praya ragu.

Alea menghirup tehnya dengan dahi yang mengernyit. Pandangannya tidak bisa lepas dari kotak berisi artefak cawan yang ada di depannya.

"Sebenarnya memori siapa yang tersimpan di dalam cawan ini?" gumam Alea penasaran. Gadis itu kemudian memberanikan diri untuk mengamati artefak itu dari jarak yang lebih dekat. Dari kejauhan, nampak tidak ada yang spesial dengan artefak cawan tersebut.

Dinding cawan yang memiliki diameter sekitar 13cm itu banyak yang retak.

Tidak ada lukisan atau dekorasi apapun di dindingnya.

Tapi mengapa cawan ini menyimpan begitu banyak memori dan misteri di dalamnya?

Jemari Alea pun bergerak mendekati cawan tersebut. Melihat hal tersebut, Praya segera menepis tangan gadis itu.

"Biarkan aku dulu yang menyentuhnya" seru Praya dengan wajah bernafsu. Pria itu rupanya juga penasaran dengan artefak tersebut. Ia sampai berbohong kepada Profesor Watt agar bisa menyelidiki artefak cawan itu sesegera mungkin.

Praya mengambil sarung tangan karet yang ia bawa. Pletak, pletak, bunyi karet yang melebar itu sedikit membuat telinga Alea sakit. Setelah menyarungkan tangannya, Praya mulai menyentuh artefak misterius tersebut. Saat memindahkan cawan historis berwarna cokelat itu, Praya sengaja menahan napas. Ia lalu meletakkan cawan tersebut dengan sangat hati-hati ke atas permukaan meja minum teh.

Praya menatap Alea dengan wajah keheranan. Rupanya ia tidak mendapatkan penglihatan apapun saat menyentuh cawan tersebut. Penasaran, Praya pun membuka sarung tangannya. Ia nekad menyentuh barang peninggalan bersejarah tersebut dengan tangan telanjang.

Bukan main kecewanya ia. Pria ambisius itu sama sekali tidak mendapatkan penglihatan apa-apa. Rupanya tidak ada memori masa depan yang tersimpan di dalam cawan ini, gerutu pria itu kesal.

"Tapi tunggu! Bukankah aku bisa melihat masa lalu juga?" gumamnya senang. Ia teringat dengan kejadian yang dialaminya bersama Alea.

Pria itu pun mencoba menyentuh cawan itu lagi. Ia berharap dapat melihat secercah petunjuk yang tersimpan di dalam cawan tersebut. Namun lagi-lagi hasilnya nihil! Praya terlihat sangat putus asa.

Ia kemudian segera mengalihkan tangannya ke arah punggung tangan Alea. Pria itu mendapatkan penglihatan yang sama! Alea yang berada di dalam kapal layar, Alea yang bersembunyi bersama seorang pria yang memakai mahkota emas, dan Alea yang memakai pakaian warna pink muda.

Tunggu-tunggu! gumamnya tersentak.

Praya melepaskan tangannya dari punggung tangan Alea. Ia memandangi pakaian atas gadis itu. Pria itu menatap Alea tanpa berkedip.

"Masa iya?" ujarnya dengan suara gemetar. Jangan-jangan penerawangan yang dilihatnya bukanlah masa lalu Alea, melainkan masa depan gadis itu! Di dalam penerawangannya, Alea menggunakan kemeja pink muda seperti yang sedang digunakan oleh gadis itu saat ini.

Ia mulai menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri. Tidak mungkin! Pikirnya lagi. Hal tersebut terlalu mustahil untuk terjadi, gumamnya menenangkan diri.

"Apa yang kau lihat Praya?" tanya Alea penasaran.

Praya pun menggelengkan kepalanya lagi. Ia memberi tahu gadis itu bahwa ia tidak mendapatkan penglihatan apapun. Gadis itu pun menunjukkan wajah keheranan. "Jika engkau tidak melihat apapun mengapa wajahmu begitu gusar?" tanyanya bingung.

Praya memberi kode kepada Alea untuk menyentuh cawan tersebut. Jika Alea tidak melihat sesuatu, besar kemungkinan bahwa cawan ini hanya bereaksi di area Candi Ratu Boko.

Gadis itu pun memberanikan diri untuk menyentuh cawan historis tersebut. Dalam hitungan detik, ia merasakan kehadiran kabut-kabut putih di sekelilingnya. Lagi-lagi Alea melihat pria bertubuh kuning langsat tersebut. Kali ini tubuhnya dipenuhi dengan banyak bercak darah. Pria itu nampak kesakitan.

Alea melihat pria itu berlari dengan kencang ke arah seorang gadis muda. Ia tersentak saat melihat wajah gadis itu!

"Kyaaaa...... " teriak Alea sambil melepaskan pegangannya dari artefak cawan tersebut.

Praya segera menangkap cawan yang nyaris terguling ke bawah. Gawat kalau sampai cawan itu pecah! Bisa-bisa ia digantung oleh Profesor Watt dan Pak Frederick!

Tangis Alea pecah. Ia nampak begitu shock dan ketakutan. Gadis itu berulang kali meremas-remas tangannya. Bibirnya gemetar dan air matanya terus bercucuran.

Praya mendekati gadis itu dengan wajah khawatir. "Alea... apa yang terjadi?".

"Aku melihat diriku sendiri! Aku mendengar pria itu memanggil namaku!" jerit Alea histeris.

"Apa?" tanya Praya bingung. Ia tidak paham maksud dari perkataan Alea.

Alea menunjuk ke arah artefak cawan tersebut. Namun ia sangat terkejut ketika melihat cawan itu mengeluarkan sebuah cahaya. Di langit-langit kamar kembali muncul sebuah gambar peta. Alea menepuk pundak Praya dengan panik, gadis itu menunjukkan gambar yang keluar dari cawan tersebut.

Praya mengernyitkan dahinya. Ia merasa mengenali area geografis yang tergambar di peta tersebut. Pria itu segera menyambar artefak cawan di atas meja. Ia menggerak-gerakkan cawan itu dengan perlahan.

"Alea coba kamu pegang cawan ini lagi" pinta Praya sambil menyodorkan cawan tersebut ke tangan Alea. Saat jemari Alea menyentuh cawan itu, sebuah titik emas muncul di bagian bawah peta. Ia kemudian bergerak dengan cepat ke sudut kiri atas dan melesat terus ke atas. Kemudian titik itu bergerak ke kiri lagi, menyeberangi gambar lautan dan berhenti di sebuah daratan yang besar.

"Benar dugaanku! Peta ini adalah peta dunia di masa lampau! Kau lihat titik di bawah itu adalah lokasi Pulau Jawa, tepatnya di tengah! Ya, itu pasti menunjukkan area Ratu Boko! Dan titik itu bergerak ke arah kiri yakni Pulau Sumatera! Bukankah ini menjelaskan pelarian Balaputradewa dari Jawa ke Sumatera!" tukas Praya bersemangat.

"Oh My God Alea! Cawan ini adalah saksi bisu berdirinya Dinasti Balaputra! Dan fakta bahwa cawan ini ditemukan di India menunjukkan keterkaitan lebih lanjut! Kau ingat bahwa Raja Balaputra lah yang berkontribusi terhadap pembangunan paviliun untuk mahasiswa Sriwijaya di Universitas Nalanda! Bukankah ini luar biasa, Alea? Hei, Alea..." panggil Praya yang sedari tadi tidak mendengar jawaban Alea.

Ketika ia menolehkan pandangannya, Praya menemukan wajah gadis itu sudah tergeletak di atas meja. Matanya terpejam dan warna wajahnya sangat pucat. "Alea, bangun... Alea! Alea!" panggil pria itu panik.

Praya pun menepuk-nepuk dan mengguncang-guncang tubuh Alea. Namun, gadis itu tidak memberikan respon apapun. Praya yang panik pun langsung menelpon resepsionis hotel. "Cepat panggilkan ambulan! Ada perempuan pingsan di kamar hotel" ujar Praya ketakutan.

Di dalam hatinya, ia bertanya-tanya apakah pingsannya Alea ada kaitannya dengan kemunculan gambar peta tersebut.

"Alea tidak boleh pingsan! Ia harus membantuku memecahkan misteri ini" gumam Praya yang nampaknya semakin dibutakan oleh ambisi pribadinya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top