Bab 3: Clairsentient Lainnya
Praya memberikan kode kepada Alea untuk mengikutinya ke plaza kecil yang terletak di pinggir bangunan gedung Kantor Global Connection. Gadis berambut ikal itu mengikuti langkah kaki Praya dengan perasaan yang campur aduk. Ia tidak sabar untuk bertanya kepada pemuda itu mengenai gambar yang terpancar dari artefak dari India tersebut.
Praya menoleh. "Kamu... seorang clairsentient juga kah?" tanya pemuda itu dengan wajah serius.
Alea mengernyitkan dahi, "Clair... clair apa?",
Praya menatap Alea dengan sorotan tajam. Ia lalu mengeluarkan telapaknya dan menggenggam erat lengan mungil Alea. Dalam sekejap, kedua individu itu sama-sama melihat sesuatu yang tidak bisa mereka ceritakan pada sembarang orang.
Alea kembali melihat sesosok pria berjubah dengan rambut yang digelung ke atas. Kali ini wajahnya terlihat lebih jelas. Gadis itu melihat sebuah gunung yang tinggi dan hutan-hutan yang rimbun.
Sementara itu, Praya melihat sesuatu yang tidak biasanya ia lihat. Pemuda itu terkejut ketika melihat sosok Alea yang sedang bersembunyi di dalam kapal layar kuno yang berukuran besar. Lalu ia melihat Alea sedang berpegangan tangan dengan seorang pria yang menggunakan mahkota berwarna emas.
Napas Praya tiba-tiba sesak. Ia merasa ada seseorang yang berusaha mencekik lehernya. Pemuda itu pun segera melepaskan genggamannya dari lengan Alea. Tubuhnya tiba-tiba lemas dan ia pun jatuh tersungkur ke bawah.
Alea segera menghampiri Praya yang terbaring lemas di lantai. Gadis itu nampak panik dan ia berusaha menepuk-nepuk tangan Praya.
"Siapa kamu sebenarnya?" tanya pemuda itu dengan napas yang tersengal-sengal. Praya terus memegang lehernya yang terasa panas. Cekikan itu masih terasa jelas di kulitnya.
"Aku bisa membaca masa depan seseorang hanya dengan menyentuhnya..." seru Praya sambil mencoba berangkat dari posisi jatuhnya.
"Tapi... tadi sepertinya aku melihat masa lalumu...." lanjutnya dengan wajah yang serius.
Pria itu yakin bahwa kapal layar yang dilihatnya adalah kapal kuno. Kapal itu tidak mungkin diciptakan di masa depan.
"Dan aku tidak pernah melihat masa lalu seseorang sebelumnya. Ini pertama kalinya, aku melihat masa lalu seseorang" tambah Praya dengan mimik tegang.
Alea tertegun.
Ia tidak menyangka bahwa selain dirinya, ada manusia lain yang memiliki kemampuan yang serupa. Baru pertama kali dalam hidupnya, Alea merasa sangat lega. Ia bak menemukan seorang sahabat yang bisa mengerti kehidupan dirinya secara utuh. Gadis itu menangis bahagia. Tanpa disadari kedua pipinya telah basah dengan air mata. "Hei, hei.. kenapa kamu menangis?" tanya Praya keheranan.
Pria itu kemudian mengambil sapu tangan dari saku celananya. Ia menyodorkan saputangan tersebut ke wajah Alea.
Gadis itu malah tambah terisak. Sudah lama ia ingin menumpahkan perasaannya di hadapan orang lain. Dalam hitungan menit, sapu tangan Praya pun basah oleh air mata Alea. Pemuda bertubuh tegap itu memandangi Alea dengan wajah kikuk.
"Hei, hei sudah berhenti menangisnya. Nanti orang mengira kalau aku yang sudah membuat kamu menangis" pinta Praya memelas.
Alea tertawa. Ia kemudian meminta maaf kepada pemuda tersebut karena sudah membasahi sapu tangannya. "Aku hanya senang menemukan orang lain yang memiliki kemampuan serupa denganku" ujar Alea pelan.
"Membaca masa depan?" tanya Praya pendek.
Alea menggeleng. Ia berusaha memberi tahu Praya mengenai kemampuannya yang berbeda. "Masa lalu... aku bisa membaca masa lalu seseorang" jawab Alea lugas.
Pemuda itu tertegun. Apakah karena ia telah tanpa sengaja bersentuhan fisik dengan clairsentient lainnya maka kemampuannya berevolusi?
Apakah kini ia bisa melihat masa lalu seseorang?
Praya menarik napas panjang. "Aku melihat masa lalumu... apakah kamu pernah naik perahu tua bersama seseorang bangsawan?" tanya pria itu penasaran.
Alea mengernyitkan dahi. "Perahu? Kalau perahu berbentuk angsa pernah... bersama ayahku saat kami mengunjungi Taman Mini" jawab Alea polos.
"Bukan, bukan....".
Ia menjelaskan sekelibat peristiwa yang dilihatnya saat memegang tangan Alea.
Gadis itu menggeleng. Alea bersikeras bahwa seumur hidupnya ia tidak pernah naik perahu selain perahu angsa di Taman Mini tersebut.
Praya menatap Alea dengan perasaan gusar. Apa yang sebenarnya telah dilihatnya? Apakah gadis di dalam penglihatannya adalah sosok Alea di kehidupan sebelumnya?
Pria itu mengusap wajah dengan kedua telapak tangan. Ia bukanlah seseorang yang percaya dengan konsep reinkarnasi.
"Kalau aku melihat seorang pria dengan rambut yang digelung ke atas. Ia hidup di pegunungan yang dikelilingi oleh hutan rimba" ucap Alea bersemangat.
"Kamu percaya reinkarnasi? " tanya Praya.
Alea menjawab dengan penuh keyakinan bahwa ia tidak percaya konsep reinkarnasi. "Bisa jadi sosok yang kulihat adalah leluhurmu. Kau tahu kita dialiri darah kan? Darah itu berasal dari kedua orang tua kita dan darah yang mengaliri kedua orang tua kita berasal dari kedua orang tua mereka... dan seterusnya" jelas Alea panjang lebar.
"Ucapanmu... seperti orang sedang kumur-kumur" kelakar Praya.
"Maksudku...." belum selesai Alea berbicara, Praya buru-buru memotong. "Bisa jadi! Benar kata Alea, bisa jadi sosok yang kulihat adalah leluhurnya" gumam Praya lega.
Pria itu menepuk pundak Alea. "Sepertinya pekerjaan kita kali ini akan sangat menarik!" tawa Praya lepas.
Gadis manis itu tersenyum lebar. Ia sangat lega telah bertemu dengan clairsentient lain dalam proyek artefak ini. Ya, Alea tidak perlu menyimpan rasa risaunya seorang diri. Ia kini memiliki teman diskusi untuk membicarakan hal-hal yang tidak bisa diceritakannya kepada sembarang orang.
"Oh ya, apakah kamu melihat bayangan hitam yang sempat mengelilingi kotak penyimpanan artefak tersebut?" tanya Alea penasaran.
"Ya, aku melihatnya. Aku yakin bahwa artefak itu menyimpan sebuah misteri. Kamu ingat dengan gambar peta yang ada di langit-langit? Aku yakin bahwa hal itu ada kaitannya dengan Kerajaan Sriwijaya" tutur Praya yakin.
Pemuda itu mencoba menyampaikan hipotesanya. "Oleh karena itu, aku tertarik untuk terlibat lebih jauh dengan proyek bersama Profesor Watt. Kamu tahu bahwa hanya sedikit sekali literatur yang membahas mengenai Raja Balaputra!"
Alea menyimak penjelasan Praya dengan mimik serius. "Tapi apakah bayangan hitam itu ada hubungannya dengan Raja Balaputra? Apa mereka bukan sekedar makhluk halus biasa yang tertarik dengan energi yang tersimpan dalam artefak tersebut?" tanya Alea penasaran.
Praya tidak setuju dengan pemikiran Alea. Menurutnya, artefak itu pasti ada hubungannya dengan kemunculan bayangan hitam itu di kantor mereka. "Kita tidak akan pernah tahu detilnya jika kita tidak ikut serta menuntaskan penelitian Profesor Watt. Oh ya, kamu ikut juga kan ke Yogyakarta minggu depan?" tanya Praya.
Alea membelalakkan mata. Perjalanan apa? Kenapa mereka harus ke Yogyakarta?
Praya tersenyum kecil. Ia mengeluarkan sebuah kertas dari saku kemejanya yang tersetrika dengan licin. "Kamu tidak baca jadwal perjalanan dinas kita minggu depan?" ujarnya sambil menunjukkan tabel jadwal perjalanan dinas mereka berdua.
Alea terduduk lemas. Pikirannya melayang ke kejadian beberapa tahun yang lalu saat ia mengikuti darmawisata ke Yogyakarta bersama teman-teman SMAnya. Setiap hari, setiap jam dan setiap menit ia melihat hal-hal aneh dan juga beragam penampakan yang tidak ingin dilihatnya.
Perjalanan dinas minggu depan pasti akan menjadi salah satu ujian terberat dalam hidupnya.
"Ah, seandainya kemampuan ini bisa dihilangkan" tuturnya murung.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top