Bab 2: Bayangan Hitam dan Artefak Misterius dari India
Sejak pagi tadi, Alea sudah merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan rencana kedatangan Profesor Watt ke kantor Global Connection. Ia melihat sekelebat bayangan hitam yang melompat-lompat dari satu sekat ke sekat ruangan lainnya. Tentu saja ia tidak memberi tahu siapapun di kantornya tentang keberadaan bayangan hitam itu. Alea tidak ingin membuat mereka takut. Gadis itu sebenarnya tidak memiliki kekuatan untuk melihat makhluk halus dengan mata fisiknya. Namun, ia memang bisa melihat keberadaan mereka jika dirinya menyentuh benda yang memiliki keterkaitan dengan para makhluk tersebut. Hal inilah yang membuat gadis itu khawatir, ia sama sekali belum menyentuh benda baru apapun sejak pagi tadi. Alea semakin gusar saat kenop air keran di dapur pantry tiba-tiba terbuka dan mengalirkan air dalam volume yang deras. Beberapa office boy di kantor sempat berteriak ketakutan karena mereka tidak melihat keberadaan siapapun di dapur pantry.
"Aya jurik!! Ini mah ada yang nteu beres dak!" jerit Tatang, sang office boy yang biasanya bertugas menyediakan teh hangat untuk para karyawan.
Tatang dan kawan-kawannya pun ditertawakan oleh para karyawan lain yang menganggap para office boy itu hanya berhalusinasi saja.
Hanya Alea yang tidak ikut tertawa. Gadis itu sebenarnya berusaha menyembunyikan kegelisahannya dari hadapan karyawan lain. Sejak beberapa menit yang lalu, ia beberapa kali merasakan hembusan angin dingin di tengkuk belakangnya. Alea semakin yakin bahwa kejadian ini ada kaitannya dengan artefak yang hari ini akan dibawa oleh Tim Profesor Watt ke kantornya.
Deringan telepon kantor membuyarkan lamunan Alea.
"Selamat siang, dengan Alea Avania disini" ucap Alea dengan suara ramah.
Rupanya telepon itu berasal dari Pak Frederick yang baru saja tiba di lobi kantor bersama dengan Profesor Watt dan timnya. Pak Frederick meminta Alea dan para penerjemah lain yang ditunjuk untuk segera berkumpul di ruang rapat utama. Alea pun buru-buru berlari menuju ke ruangan rapat. Sepanjang langkahnya, gadis mungil itu mencium aroma bunga melati yang sangat kuat. Aroma itu semakin kuat tatkala Alea memasuki ruangan rapat.
Di dalam ruangan tersebut, sudah ada dua orang yang menunggu. Alea pun menganggukkan kepalanya. Ia baru pertama kali melihat wajah kedua orang tersebut. Mungkin mereka juga penerjemah yang ditunjuk oleh Pak Frederick, gumam Alea.
"Praya, mbak. Salam kenal" ucap salah seorang dari mereka sambil mengulurkan tangannya.
Alea menganggukkan kepalanya. Ia berusaha menghindari kontak fisik dengan pria tersebut. Pria itu pun segera menurunkan tangannya sambil tersipu malu.
"Saya Rico, baru bergabung juga minggu lalu bersama Mas Praya" sahut pria satunya lagi.
Kedua pria itu melempar senyum ke arah Alea.
Gadis mungil itu menundukkan pandangannya.
Saat ia akan menyebut namanya, Pak Frederick bersama rombongan masuk ke dalam ruangan.
Bukan main terkejutnya Alea ketika melihat bayangan hitam yang ikut masuk di belakang rombongan Pak Frederick.
Kerongkongannya terasa tercekat.
Bayangan-bayangan hitam mulai melayang di atas langit-langit ruang rapat.
Kaki Alea gemetar.
Ia tidak bisa berkonsentrasi saat Pak Frederick memintanya berkenalan dengan Profesor Watt.
"Profesor, kenalkan ini Miss Alea yang akan menjadi penerjemahmu di lapangan. Masih muda kan? Ia adalah gadis yang sangat bersemangat!" kekeh Pak Frederick senang.
Alea tersenyum kecut. Sejujurnya, ia tidak tahu harus memberikan respon seperti apa dalam kondisi seperti ini. Ia menatap Profesor Watt yang memiliki tubuh tinggi semampai.
Haruskah ia memberi tahu Profesor Watt tentang keganjilan yang ia lihat? Tapi apakah ia akan percaya dengan ceritanya?
Tanpa sengaja Alea menyenggol tubuh Praya yang tengah berdiri di sebelahnya.
Betapa terkejutnya Alea saat mendapatkan penglihatan sekelebat mengenai sosok putih yang dikelilingi oleh sekumpulan awan yang berwarna jingga dan ungu. Ia kemudian melihat seorang pria berjubah dengan rambut yang digelung ke atas.
Di luar dugaan Alea, Praya juga nampak terkejut. Pria itu menatap Alea dan sempat terdiam untuk beberapa sesaat.
"Kamu... bisa melihat juga?"tanya pria berkulit putih itu pelan.
Alea menatap mata Praya dalam-dalam.
Apa iya dia juga memiliki kemampuan seperti aku? Tanya Alea dalam hati.
***
Selama meeting berlangsung, Praya dan Alea saling mencuri pandang. Mereka berdua nampak penasaran dengan rahasia yang dimiliki oleh pihak lainnya. Tentu saja konsentrasi mereka juga semakin terganggu dengan kehadiran bayangan-bayangan hitam yang terus berputar-putar di sekitar kotak kecil yang dibawa oleh Profesor Watt.
Sebenarnya artefak apa yang ada di dalam kotak tersebut, gumam mereka berdua di dalam hati.
Dengan suara lantang, Profesor Watt menjelaskan rencana penelitiannya di Indonesia dengan berapi-api. Ia juga menceritakan asal mula penemuan artefak yang dibawanya dari India tersebut. Profesor Watt menduga bahwa artefak ini memiliki hubungan kuat dengan Kerajaan Sriwijaya. Apalagi seorang ahli epigrafi dalam timnya menemukan tulisan Suvarnadvipa dalam artefak tersebut. Suvarnadvipa adalah sebutan bagi Pulau Emas yang lazim digunakan oleh naskah-naskah kuno India. Para peneliti menduga bahwa Suvarnadvipa atau yang lebih dikenal dengan Swarnadwipa di Indonesia, merujuk kepada Pulau Sumatera dan juga Kerajaan Sriwijaya.
Profesor Watt kemudian mendekati kotak berwarna hitam tersebut. Ia kemudian menyarungkan kedua tangannya dengan sarung tangan plastik berwarna putih. Profesor tua tersebut membuka kotak tersebut dengan sangat hati-hati. Alea dan Praya terkejut bukan main. Benda di dalam kotak hitam itu mengeluarkan cahaya yang sangat terang hingga menyinari langit-langit ruangan. Bayangan hitam yang sedari tadi mengelilingi kotak tersebut terpental ke sudut ruangan.
Mereka berdua memandangi langit ruangan yang dipenuhi dengan huruf-huruf kuno. Praya menatap Alea yang masih memandang ke atas sana. Pria itu mengalihkan pandangannya ke peserta lain yang ada di dalam ruangan. Tidak ada seorang pun yang melihat ke atas dan menunjukkan wajah terkejut. Semua nampak sibuk memperhatikan artefak cawan kecil yang ditunjukkan oleh Profesor Watt. Pria itu pun semakin yakin bahwa Alea memiliki indera keenam seperti dirinya.
Sementara itu Alea terus memandangi langit-langit ruangan dengan raut penasaran.
"Profesor, gambar apa itu yang ada di tengah-tengah tulisan? Apakah itu gambar sebuah peta?" tanya Alea serius.
Profesor Watt tercengang dengan pertanyaan yang diajukan Alea.
Ia mengonfirmasi pertanyaan gadis itu dengan nada bingung.
"Apa maksudmu dengan gambar? Artefak cawan ini polos" tanyanya dalam bahasa Inggris.
Alea menatap Profesor Watt dengan wajah bingung.
Gadis itu kembali mengarahkan pandangannya ke arah langit-langit.
"Gambar peta di atas sana?" tanya Alea dengan nada tidak yakin.
Profesor Watt dan anggota tim lainnya melihat ke arah langit-langit ruangan dan tampak kebingungan dengan gambar yang dimaksud oleh Alea.
Melihat situasi ini, Praya pun cepat-cepat mengambil sebuah tindakan.
"Maaf Profesor, engkau bilang bahwa cawan itu polos. Lalu dimanakah letak tulisan Svarnadvipa dalam artefak cawan itu? Dan mengapa kau berasumsi bahwa cawan ini memiliki keterkaitan dengan Kerajaan Sriwijaya?" tanya Praya yang mengalihkan perhatian para peserta dari langit-langit ruang meeting.
Profesor Watt tersenyum. Ia menunjukkan tulisan Svarnadvipa dalam aksara kuno di bagian bawah cawan. "Seperti yang sudah saya utarakan sebelumnya, Swarnadwipa adalah sebutan lain untuk Kerajaan Sriwijaya. Hal yang menguatkan asumsi saya adalah lokasi penemuan artefak ini yang berada di area paviliun yang dibangun oleh Raja Balaputradewa di Universitas Kuno Nalanda" jelas profesor berambut putih itu dengan bersemangat.
Alea memandang Praya dengan dahi mengernyit.
Pemuda itu memberikan kode kepada Alea. Isyarat matanya menyiratkan permohonan agar Alea tidak membahas gambar yang dilihatnya di langit kepada para peserta lainnya. Gadis itu kemudian menundukkan pandangannya.
Ia tidak sabar untuk segera menemui Praya setelah meeting ini berakhir!
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top