19. Bahwa Aku Mencintaimu

'Meski perjalanan kita penuh luka, tapi aku mencintaimu.'

Al-Khawarizmi & Humairah

~Thierogiara

***

“Jangan ceraikan aku.”

Al menghela napasnya, dia menggelengkan kepanya. “Mungkin nggak sekarang, tapi lo harus siap dengan itu, sejak awal semuanya nggak benar Fa, gue nggak mungkin pisah sama Aira karena sekarang kayaknya gue udah mulai jatuh cinta sama istri gue sendiri,” jelas Al. Jujur saja, dia terluka melihat luka-luka Aira, namun juga merasa sakit dengan apa yang terjadi dalam hidup Syifa.

Mereka bertiga hanya korban keadaan, Al lebih memilih untuk menyalahkan dirinya sendiri. Syifa tidak salah dengan takdir hidupnya, begitu juga dengan Aira, maka Al harus bisa bersikap sebaik mungkin dengan semua yang terjadi.

Syifa menatap Al, dengan tatapan paling menyedihkan yang ia punya, itu benar-benar melukai hati Al karena seumur mereka bersahabat, Syifa tak pernah terlihat murung. Perempuan itu selalu ceria, bahkan karena dia humble makanya bisa berteman baik dengan Al yang kurang bisa bergaul.

“Gue sayang sama lo gue akui itu, tapi saat ini dan nanti, gue nggak mau menyakiti perasaan Aira.”

Sebulir air mata menetes dari pipi perempuan di hadapannya, baik Aira maupun Syifa, pada akhirnya Al membuat keduanya menangis.

“Gue akan tunggu sampai lo baik-baik aja, percayalah gue akan tetap di sini, lo masih boleh peluk gue sampai lo puas. Kita akan pisah baik-baik, kalau lo bener-bener udah nggak butuh pelukan gue.”

Katakanlah Al mengambil jalan yang salah, tapi percayalah berada di posisinya juga bukan sesuatu yang menyenangkan. Kondisi Syifa bukan hal bercanda yang bisa dia tinggalkan begitu saja.

Syifa mengangguk. “Makasih buat semuanya,” ucapnya.
Al menunduk, Aira adalah perempuan baik, sejak mereka menikah tak sekalipun ia tak memahami posisi Al, kali ini pun Al berharap Aira akan paham seperti sebelumnya. Al akan mengutarakan seribu maaf untuk segala luka Aira nanti.

Al keluar dari kamar Syifa, dia kurang nyaman juga jika berlama-lama di sana, tepat saat ia menutup pintu sebuah pesan dari Aira masuk ke ponselnya.

Aira :

‘Send a picture.’

Itu adalah foto USG.

Aira :

‘Lucu ya Mas, udah lebih gede dari sebelumnya.’

Al menelan ludahnya sendiri, bahkan kini istrinya lebih mandiri dengan pergi cek kandungan sendirian.

Al :

‘Kenapa nggak bilang? Aku pulang sekarang!’

Aira :

‘Kalau masih sibuk dan ada urusan sama Mbak Syifa, nggak apa-apa Mas, aku juga masih di rumah Umi Abi, tadi ditemenin sama Umi, Zahra sama Mbak Vee juga. Seru kok bareng cewek-cewek.’

Hati Al semakin sakit mendengar penjelasan Aira itu, ayah macam apa dia? Bahkan dia tak bisa bertanggung jawab untuk sesosok yang belum lahir. Al memasukkan ponselnya ke dalam saku setelah itu berjalan cepat, dia harus pulang sekarang. Tiba-tiba saja dia merindukan istrinya di rumah.

***

Al menyalami tangan kedua orang tuanya dan sebelum menerima omelan, dia berjalan cepat menuju kamarnya sendiri untuk menemui istri tercinta. Aira mengangkat kepala dan mengerjapkan mata beberapa kali saat melihat Al tiba-tiba masuk.

“Kok buru-buru, ada apa?” tanya Aira dengan polosnya.

Bahu Al meluruh, dia berjalan mendekat lantas memeluk tubuh Aira. “Kangen banget,” ucapnya.

Aira terkekeh. “Baru juga semalem ketemu,” ujar Aira menepuk-nepuk punggung sang suami, Aira bukan manusia sempurna, itulah yang menjadi alasan dia tetap menerima Al. Karena Al juga tidak sempurna, justru mereka harus tetap bersama untuk saling menyempurnakan.

Al menumpukan dagunya di bahu sang istri, pelukannya, wanginya, wajahnya, semua hal yang ada dalam diri Aira membuatnya merindu. Al melepas pelukannya kemudian memegang kedua bahu Aira.

“Maafin aku,” ucapnya.

Aira melepas pegangan tangan Al lantas berjalan menuju sofa yang ada di kamar itu mendudukkan diri di sana. “Kamu minta maaf terus Mas, kayaknya seribu udah ada deh semenjak kita nikah.” Karena hanya mereka berdua, Aira benar-benar ingin memaksimalkan waktu, dia ingin menikmati waktu yang ada dengan Al, jadi sedikit bercanda rasanya akan membuat keadaan lebih baik.

Al menyusul duduk. “Karena memang aku banyak salah.”

Aira menggeleng. “Sejak awal aku sudah menanamkan dalam diriku kalau aku menikah dengan manusia, tentu nggak akan sempurna, karena aku pun banyak kurangnya. Yang kamu lakukan bukan kesalahan, namun memang hal yang aku harus terima karena menikah sama kamu,” jelas Aira, dia mengambil tangan Al lantas mencium punggung tangan itu.

Sampai saat ini pun tak ada penyesalan, sejak awal dia percaya dengan pilihan orang tuanya dan benar bahwa pilihan itu tak mengecewakan.

“Aku takut kehilangan kamu,” ungkap Al, kini dia memeluk tubuh Aira dari samping.

“Sama kayak diawal nikah, yang berisiko meninggal bukan hanya pilot Mas, jadi kamu juga harus siap untuk kehilangan, karena baik aku maupun kamu, kita adalah milik Allah.”

Al mengelus perut istrinya itu. “Aku cinta sama kamu,” ungkap Al.

Al sudah banyak kali melontarkan kata sayang, tapi cinta, bagaimana bisa?

“Aku cinta sama kamu, rasanya sakit sekali menyakitimu, setiap pergerakan yang aku lakukan selalu ingat sama kamu. Aku jatuh cinta sama istriku sendiri,” jelas Al. Dia sudah tak mau lagi bodoh dan membiarkan Aira terjebak dalam perasaan tak mengerti situasi mereka.

Aira menatapnya, tangan perempuan itu terangkat mengelus wajah Al. “Aku juga cinta sama kamu, sejak kita memutuskan untuk menjalani rumah tangga ini sebagaimana mestinya.”

Konyol, Al seharusnya mempersiapkan makan malam romantis untuk menyatakan perasaannya, bukan malah di sini, di kamarnya sewaktu dia masih bujang. Al mencium kening Aira, lama seolah mengatakan bahwa dia benar-benar tak ingin kehilangan perempuan itu. Didorong oleh rasa takut kehilangan, Al memilih mengungkapkan semuanya sebelum terlambat.

“Eh iya, ini foto anak kita tadi.” Aira merogoh tas selempang yang ia pakai ke rumah sakit tadi kemudian mengeluarkan sekitar beberapa lembar foto.

“Lucu ya Mas,” ujarnya.

Al terkekeh lantas mengangguk. “Sehat kan?” tanya Al.

Aira mengangguk. “Alhamdulillah semuanya sehat, aku juga udah nggak terlalu mual-mual yang gimana gitu, anak kamu baik.”

Al sekali lagi memeluk Aira. “Terima kasih sudah menjadi ibu dari anakku.”

“Mas aku takut deh kalau kamu minta maaf terus,” ungkap Aira.

Al terkekeh lagi, namun kali ini terdengar menyedihkan karena air matanya ikut jatuh. “Aku banyak banget salah sama kamu Ra.”

“Setiap manusia punya salah Mas dan aku akan menutup kesalahan-kesalahan itu, berdua kita akan saling menyempurnakan.”

***

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Sehat selalu kita semuaaaa

Jangan lupa vote & comment!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top