7.

. ..

Adam pov.

Aku pergi ke sekolah masih dengan perasaan kesal. Ingin sekali memaki dan mengumpat kasar tetapi lidahku terasa kelu. Dean sudah berhasil menjungkir balikkan kehidupan ku yang tenang dan kini seolah sengaja memberi warna yang kelam. Aku tidak mungkin terus terpuruk dengan apa yang aku peroleh sekarang karena Dean juga masuk dalam doa yang kupanjatkan setiap malam. Melengkapi keluargaku dan membuat kehidupanku lebih berwarna. Tapi kenapa Dean harus memilih warna kelabu kalau warna pelangi itu lebih indah. Aku memijit kepalaku kasar dan kini aku hanya pasrah dengan apa yang akan dilakukan Dean nanti, esok bahkan hari-hari berikutnya.

"Hey tenang bro!!"Tristan menyelaku saat aku melempar tasku kearah sembarangan. Siapa yang tidak marah, disaat aku berfikir kalau adikku akan bersikap manis kini dalam kenyataanya dia sangatlah menjengkelkan. Bersikap pemberontak yang bahkan aku tidak berani melakukannya. Memanggil papah sebagai si om. Ayolah papahku bukan si om om yang suka menggoda isteri orang. Papahku menjaga mom dan menjaganya. Tidak adakah sedikit rasa kehangatan didalam dirinya sehingga dia harus membenci keluarga kami. Ah, sudahlah aku masih harus bersikap bijaksana disini. Sebagai seorang kakak dimana aku ingin sekali mempunyai seorang adik.

"Apa tentang adikmu lagi. Apalagi yang sekarang diperbuatnya. Membakar rumahmu?." Tristan sedang menertawaiku karena semalam aku sempat bercerita banyak tentang Dean. Karena dia membuat ikan koi papah sekarat, berisik saat malam membuatku tidak bisa tidur dan aku yang berakhir memilih mengobrol dengan Tristan.

"Belum dan jangan sampai itu terjadi. Karena aku akan menguburnya hidup-hidup kalau dia sampai bertingkah absurd seperti itu yang berfikir untuk membakar rumah."Aku jengah memikirkan hal konyol yang mungkin terlintas dalam fikiran Dean dan kini aku memilih merebahkan kepalaku diatas bangku. Aku lelah bahkan otakku ingin melindungi diri dari serangan Dean nantinya.

"Aku jadi penasaran tentang adikmu itu. Kapan kamu akan memperkenalkannya padaku?"Tanya Tristan antusias. Ayolah, kalau keduanya bertemu pasti akan terjadi peperangan yang nyata. Karna Tristan itu tipe orang yang tidak mau kalah dan Dean yang punya tipe yang sangat pembangkang.

"Urungkan saja niatmu. Panggil aku kalau guru datang!."Perintahku kepada Tristan dan aku ingin tertidur sejenak.

"Kita harus berganti baju olahraga dan pergi ke lapangan tidak perlu menunggu guru datang." Tristan mengingatkanku dan kini dia mengambil ponsel didalam saku celana miliknya alih-alih mengambil kaos olahraganya. Sepertinya dia berniat membolos. Aku pun baru ingat kalau jam pertama hari ini adalah pelajaran olahraga dan guru tak perlu datang untuk memerintah di kelas karena guru pasti sudah menunggu di lapangan.

"Apa dia cantik?"Tristan serius dengan foto amatir yang di share di grub sekolah. Ada foto anggota osis kelas 2, Tristan sengaja menunjukkannya padaku.

"Cantik, tapi apa mau sama kamu?"Tanyaku kembali kepada Tristan. Disekolah Tristan itu adalah murid yang tidak bisa diatur. Suka membuat onar bahkan tidak pernah melewatkan tidur dikelas saat pelajaran dimulai.

"Ya, harus maulah. Kecuali aku bersaing denganmu."Tristan serius dan kini menyimpan ponselnya kembali dan diapun mengambil seragam olahraganya dan berniat menyeretku untuk pergi kelapangan.

"Aku pikir kamu akan membolos?"Tanyaku karena tadi dia sibuk dengan ponselnya.

"Ayolah membolos itu tidak baik."Tristan tersenyum kearahku. Padahal aku tahu dia sering mengabaikan pelajaran di kelas.

"Ada gabungan kelas hari ini kelas kita digabung dengan kelas 2 kebetulan juga kelas dia. Aku sungguh tak sabar bertemu dengannya."Tristan bersemangat karena ternyata ada gadis yang disukainya yang akan bergabung dikelas kami.

"Semoga berhasil."Balasku dan kini mengikutinya. Aku harus sedikit bersabar lagi dan tidak memperburuk kondisiku karena marah. Dan akupun tak ambil pusing dengan apa yang disukai Tristan. Aku tidak tertarik dengan seorang gadis.

.  .......

Oh iya, Tristan adalah sepupu jauh sekaligus temanku dari SMP. Kami sangat dekat walau kedua orangtua kami tidak pernah akur. Entah apa yang membuat kedua orangtua itu berdebat hebat. Papah pun tidak pernah suka kalau aku bergaul dengan Tristan. Dan sekarang Tristan ingin sekali bertemu Dean. Itu akan membawa prahara baru yang sungguh tidak bisa diucapkan dengan kata-kata.

Karena bisnis para orangtua itu kita tidak diperbolehkan dekat. Jika mau kami sangat diijinkan untuk saling menyerang karena posisi akademis ku dan Tristan setara walau dibidang berbeda. Aku selalu mendapat juara pertama di kelas dan Tristan selalu mendapat nilai A dalam pelajaran olahraganya. Polemik bisnis yang orangtua kami jalankan menjadikan  pertengkaran demi pertengkaran terus berlangsung bertahun-tahun. Ini seperti serial kolosal dimana terjadi perebutan tahta dan siap menjatuhkan disaat musuh menjadi lengah. Padahal bisnis mereka bergerak dibidang berbeda. Tetapi keduanya selalu berebut untuk masuk dimajalah orang tersukses dan terkaya versi majalah bisnis. Sungguh kedua orangtua itu memang sangatlah unik. Hanya karna ingin tampil disampul majalah mereka terus berdebat hingga sekarang.

....

Aku sadar kalau aku bersikap bermalas-malasan malah akan menjadikanku buruk nantinya. Jadi kini aku pergi ke lapangan bersama Tristan dengan perasan sedikit tenang. Kali ini guru memerintahkan kami untuk pemanasan sebelum bermain Voli. Merenggankan semua otot-otot agar tidak cidera saat bermain.

"Serius kamu akan mengejarnya?"Tanyaku kepada Tristan karena dia terus saja memadangi gadis kelas 2 itu. Dia sangatlah cantik. Dengan mata yang lebar dan rambut lurus sebahu.

"Ya iyalah....aku baru tahu kalau namanya Amanda. Belum punya pacar jadi aku bisa mendekatinya. Jadi jangan sampai aku mendengar kalau kamu tiba-tiba tertarik padanya."Pesan Tristan kepadaku. Tidak baik juga harus bersaing dengan teman hanya untuk seorang gadis.

"Iya iya, lakukan sesukamu."Aku tidak mau ikut campur urusan percintaan Tristan karena aku masih ingin membuat Dean nyaman bila bersamaku.

"Kalau timku terus mencetak angka dan menang kamu harus membawa Dean bertemu denganku."Tristan membuat kesepakatan hanya untuk bertemu dengan Dean. Jelas aku tidak bersemangat disini karena perlombaannya pun bukan bidang yang aku kuasai.

"Kenapa harus itu lagi. Lupakan Dean dan fokus saja dengan gadis yang kamu sukai."Aku mengingatkan kepada Tristan fokus saja dengan gadis itu tidak perlu menginginkan yang lain. Misalnya bertemu Dean. Aku ingin Tristan melupakan keinginannya. Kalaupun bisa bertemu tidak mungkin merasa nyaman karena kitapun harus ngumpet.

"Karna kamu terus menyembunyikan adikmu maka aku akan mengurungkan niatku mendekati Amanda dan memilih mengejar adikmu."Pernyataan Tristan sungguh membuat hatiku terpana. Kalau bercanda itu ada batasnya. Emang bisa rasa suka digantikan semudah itu?

"Dan aku tidak akan membiarkan nya terjadi."Aku mengancamnya dan aku tidak akan membiarkan Tristan satu poin diatasku.

Kami bersiap dengan tim masing-masing. Sudah banyak murid yang bersemangat untuk bersorak untuk kami. Jadi aku tidak akan lengah dan bermain dengan penuh semangat.

Pritttt

Peluit wasit dibunyikan dan kita mulai dengan pertandingannya. Aku siap melakukan pasing dan Tristan pun siap untuk menahannya. Serangan demi serangan untuk terus di lakukan untuk menambah poin tim masing-masing. Tim ku pun sudah bekerja dengan keras walau akhirnya tetap saja kalah. Kalau bukan bidang yang dikuasai performa pun tidak mendukung. Selain mudah lelah strategi pun tidak mumpuni untuk balik menyerang.

"Kamu harus menepati janjimu!" Tristan membangunkanku yang sedang rebahan meratapi kekalahku disana. Tidak boleh sedih karena setiap pertandingan pasti ada yang kalah dan ada yang menang. Karena ini permainan tim jadi aku tidak perlu mengutuk teman-temanku yang tidak bisa menyamakan poin. Kita sudah berusaha dan apapun hasilnya itu bukan sesuatu yang harus diratapi.

"Aku tidak berjanji kan?"Aku malas menatap mata Tristan karena aku tidak pernah menyepakati perjanjian yang Tristan buat.

"Ayolah. Pria sejati harus menepati janjinya."Tristan masih saja mendesakku.

"Tapi pria sejati juga akan melindungi adiknya dari pria pemaksa."Aku bangun dari rebahanku dan aku akan pergi untuk berganti baju. Aku masih tidak bisa membayangkan kalau keduanya bertemu.

"Adam tunggu...."Tristan kini mengejarku dan berjalan disampingku. Ternyata dia sangat serius dengan keinginnanya bahkan mengabaikan Amanda demi ingin bertemu Dean.

"Hey, aku hanya ingin bertemu dengannya. Aku tidak akan menggigitnya."Tristan dengan ekspresi mengaung selayaknya Singa yang ingin menerkam mangsanya.

"Dia yang akan memakanmu!"Ucapku tegas sebelum aku fokus dengan ponsel yang kupengan karena mom mengirim pesan kepadaku.

Di sana mom mengirim sebuah foto dimana Dean tertidur lemah diatas kasur rumahsakit. Wajahnya penuh luka lebam dan terlihat tangannya pun diperban.

"Adam bisa minta tolong bawakan baju ganti untuk mom setelah pulang dari sekolah. Minta maid untuk menyiapkannya nanti. Mom tidak bisa meninggalkan Dean sendirian."Pesan mom dibawah foto yang dia kirimkan kepadaku. Mom tahu setelah pelajaran sekolah selesai aku pasti mengambil les dan itu akan membuatku pulang sebelum makan malam jadi mom memintaku untuk membawakan baju ganti sekaligus memberiku pesan kalau dia bahkan papah tidak akan bisa pulang untuk makan malam bersama.

"Cobaan apa lagi ini...."Gerutuku dalam hati. Mau tertawa karena dia babak belur takut dosa. Tidak tertawa itu juga sungguh disayangkan. Dean terlalu lucu dengan luka lebam itu. Dan masalah apa yang dia buat sehingga dia harus dipukuli tanpa ampun.

"Hey, apa yang lucu?"Tristan tiba-tiba ingin melihat pesan yang aku baca karena aku menampilkan wajah serius dan menahan senyumanku.

"Dia sangat menggemaskan."Aku masih dengan fantasiku ingin mencibirnya saat bertemu Dean nanti.

"Tapi lihat ini serius!."Tristan memberikan link berita online yang ternyata sudah beredar cepat beberapa menit yang lalu. Aku langsung berusaha ikut mencarinya diponselku tapi nyatanya nihil.

"Papahmu pasti sudah membayar wartawan untuk menghapus beritanya. Ini kudapat dari papahku, mungkin dia ingin aku ikut menjatuhkanmu."Tristan memberitahuku dan kini aku terpaksa membaca berita itu dari ponsel Tristan.

Mataku membola saat melihat isi berita nya. Walau memang kenyataannya benar tapi kenapa harus menyudutkan Dean sebagi otak kerusuhan didalam sekolah. Walau Dean benar memukul kenapa dia yang berakhir dirumahsakit dan bahkan orang yang mencari masalah dengannya masih berkeliaran diluar.

"Apa kau ingin menghajar orang?"Tanyaku pada Tristan karena aku merasa kesal. Awalnya aku senang melihat Dean babak belur terkulai lemah. Tapi setelah membaca alasannya disana dengan skandal yang dibuat ayahnya aku pun ikut geram dan ingin membalas dendam.

"Boleh, sudah lama aku tidak memukul pasti menyenangkan nanti."Tristan nyatanya bersemangat disana. Baiklah, ini bukan salah adikku untuk memukul seseorang. Jadi aku akan membalas mereka karena sudah memukul adikku hingga pipi cubbynya tambah bengkak.

Berpegang wajah preman sekolah bahkan kami pun tahu namanyanya yang menghajar Dean aku kini bersama Tristan sudah tidak sabar ingin membalas mereka.

.......

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top