39.

Nathan memang tipe pria yang tidak bisa diprediksi, kadang dia sangat melindungi Dean bahkan sering juga dia ikut serta untuk menyerang Dean. Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran anak satu itu. Kalau dia suka Dean kenapa harus senaif itu merelakannya dengan alasan ingin membuat Dean bahagia. Logikanya kalau dia sangat menyukainya otomatis dia akan membuat segala cara agar dia bahagia. Itu lebih mudah.

Kita turun bersama untuk pergi kesekolah. Aku memang tidak hobby pergi dengan menggunakan jaket jadi rasa dingin hari ini mampu membuatku membeku bahkan dilangit juga sedang mendung. Ya ampun solid banget dia dengan perasaanku.

"Dean mau ikut denganku?" tanya Nathan menawarkan tumpangan. Dan saat kulihat Tristan dia nampak tak suka. Jadi aku memilih langsung mengambil helm yang ada dijok belakang motornya dan melihat apa yang akan dilakukan Tristan. Nyatanya Tristan tidak pergi untuk mengejar Dean melainkan memilih memakai helmnya dan kini sudah siap dengan montornya. Tapi kenapa dia sangat brutal bahkan tanah dibawah terlihat jelas berlubang karena keganasan roda ban nya yang memang dia tarik gasnya sembari menekan remnya.

Aku sungguh tidak suka, dan kini aku melihat Dean dan memintanya untuk segera pergi saja. Merusak mood pagi itu sungguh membuatku malas untuk melakukan hal yang lebih.

"Aku menunggu sopir saja," Dean menolak tawaran Nathan karena itu nyatanya membuat Tristan lebih bisa mengontrol emosinya. Dan aku pun bersiap untuk naik, tapi hal mengerikan menambah kesan dramatis untuk pagi yang gerimis nan dingin menusuk kulit. Papah datang dengan tatapan membunuh, pergi menyapa dan itu sangat dingin. Melihatnya seperti itu mampu membuat jantung siapapun berhenti berdetak. Aku memilih meletakkan kembali helm ku dan melihat hal selanjutnya. Akankah aku pergi lari atau seperti biasa pasrah dengan keadaan.

"Cepat masuk papah yang antar!!"

Itu kali pertama aku mendengar papah berteriak dan kini memaksa agar aku maupun Dean untuk lekas pergi dengannya. Kemana pergi para sopir coba? Kenapa harus papah yang menjemput kami. Tanpa aku harus berdebat dan lagi-lagi aku jadi Adam yang lemah memilih pergi mengikuti papah untuk masuk kedalam mobil dan menyerahkan semuanya kepada Dean. Dia memang tipe pemberontak biar papah saja yang mengambil sikap untuknya aku sudah jengah. Sebab sebelum masuk aku mendengar perdebatan Nathan serta Tristan. Tristan tahu kondisinya tapi tidak untuk Nathan.

"Jangan ikut campur kalau tak ingin tempatmu hancur," aku mengancam Nathan untuk diam saja dan kini aku langsung masuk kedalam mobil.

Papah masih menunggu Dean untuk masuk dan diluar masih terdengar ribut. Nathan tak terima dan Tristan tidak ingin Dean tahu apa yang terjadi antara keluarga kami. Sebenarnya tidak ada salahnya kalau Dean diberitahu agar anak yang sok jagoan itu mengerti pertengkaran yang kami alami selama bertahun-tahun ini tidak biasa.

"Adam, bisa kamu jelaskan pada papah kenapa mereka harus bertengkar diluar?" tanya papah masih menunggu Dean untuk masuk.

Jujur atau enggak ya? Aku masih diam untuk memikirkannya. Keputusanku untuk menyerah atau menyerang masih berkecamuk dihatiku.

"Semalam Dean pergi bersama Tristan," aku menceritakan detail pertamanya. Dan nyatanya papah sudah tahu. Tapi aku malah tahu kenapa sampai Tristan bertemu dengan mom.

"Iya Dean sakit," jelas papah yang membuatku kaget. Kalau Dean memang sakit kenapa Tristan tak memberitahuku sehingga harus bertemu dengan mom.

"Ah," aku memilih diam lagi karena tidak ingin memperburuk suasana hatiku. Dan kini kudengar Tristan memaksa Dean untuk masuk, sengaja membukakan pintu untuknya dan meninggalkan jaketnya.

"Dean masuk dulu ya, ikut papahmu,"

Nada suara Tristan seolah-olah tengah melepas kepergian kekasihnya untuk pergi ke negeri seberang. Aku makin malas melihat Dean dan memilih fokus kearah jalan. Tanpa bertanya lebih papah kini mulai mengemudikan mobilnya. Tetapi aku merasakan kalau papah jadi gelisah karena terus melihat kearah belakang bahkan saat rasa penasaranku memakan hatiku, akupun berbalik dan melihat kebelakang.

"Sial!!" umpatku dalam hati. Kenapa Tristan harus sampai begitu untuk melepas Dean. Aku tidak pernah melihatnya seperti itu. Tristan selalu lebih dulu meninggalkanku saat sopir datang.

Saat papah hendak membelokkan mobil nya Dean memaksa berhenti. Papah pun menurutinya karena sepertinya papah ingin mengintoregasiku. Saat Dean turun untuk meminta Tristan maupun Nathan untuk masuk papah kini menatapku. Ingin tahu pasti ada kejadian lebih.

"Kemarin nyatanya Dean didorong temannya kedalam kolam dan Nathan yang membantu," ucapku lirih dan papah mengerti. Dia tidak langsung marah karena Dean tidak cerita karna dia hampir saja celaka.

"Boleh kan pah?" permintaan Dean kepada papah. Dean tahu kelemahan papah itu pada saat Dean memanggilnya papah. Seperti kerinduan seorang orangtua pada puteranya. Padahal jelas Dean hanya anak sambungnya. Dan papah meresponnya lebih. Aku menjadi pecemburu sekarang padahal aku dulu yang terus merengek meminta semuanya dan kini seakan aku merasa senjata makan tuan. Dan aku tidak pernah merasa bersyukur saat ini. Terus meyakinkan hatiku kalau Dean datang dan merusak jalan hidupku.

Saat Tristan masuk dan memilih duduk ditengah membuatku makin yakin kalau dirinya tidak akan melepaskan Dean. Tetapi apa dia cukup berbesar hati kalau mom bahkan papah terus saja mengancamnya? Aku kasihan tentang jalan yang dipilih Tristan. Tetapi yang lebih kasihan adalah diriku, tetapi tidak ada yang tahu betapa aku ingin Tristan sekarang.

......

Belum sampai separuh perjalanan Dean memang naif dan kini ingin mencairkan suasana. Meminta papah pergi memancing bersama bahkan dengan paman. Ada-ada saja tingkahnya, dia tidak peka sama sekali dengan keadaan didepannya. Tristan tidak berbasa-basi dan dia terlihat kaku. Tetapi untung ada Nathan, mungkin dia merasa berada disituasi yang kacau jadi dia ingin menyadarkan Dean. Tapi lagi-lagi Dean tidak mengerti seolah-olah semua bisa diatasi dengan permintaan maaf dan saling mengalah. Aku saja yang bertahun-tahun tidak mengerti dengan masalah pribadi mereka.

Hanya mamah yang sepertinya tahu, tapi akupun tidak bisa bertemu. Entah masalah apa yang terjadi. Perceraian itu saat aku masih berumur 12thn dan mamah diderpotasi tidak bisa berkunjung.

"Berselingkuh dengan paman? Ayolah Adam, jangan mengada-ada," aku memikirkannya sampai kepalaku hampir meledak. Parahnya aku tidak punya akses sama sekali untuk menemui mamah atau bahkan menelponnya. Adapun bisa bertukar sapa, tapi saat dimenit berikutnya mamah pasti menghilang lagi. Dan saat aku sakit mom yang datang merawatku hingga sekarang aku memilikinya dan memintanya dari Dean. Konyol, aku yang memaksa meminta mom bersamaku dan memainkan peran sebagai anak baik meminta Dean juga untuk mengisi rasa kesepianku. Tetapi makin kesini, lebih baik aku tidak pernah membicarakan Dean dan hanya mengambil mom saja. Aku berdecih kala Dean dan Nathan akhirnya turun didepan sekolah.

.....

Suasana dingin makin menusuk karena tertinggal aku dan Tristan bersama papah.

"Apa ini rencana Tanu?' tanya papah langsung membuatku tersentak. Nyatanya papah hanya diam karena ada Dean.

"Kenapa harus papah, dia tidak ada kaitannya dengan ini. Kalau paman marah karena semalam aku pergi dengan Dean aku meminta maaf. Aku akan lebih berhati-hati untuk menjaganya." suara Tristan lantang dan langsung membuatku menoleh kearahnya. Ayolah kupikir dia hanya akan diam-diam saja untuk menyukai Dean atau minimal tidak segamblang ini meminta Dean untuknya.

"Menjaganya, apa hakmu!!," papah langsung kepada intinya.

"Turunkan Tristan paman, hal ini hanya akan memperburuk kondisi jantungmu. Tristan hanya mengkhawatirkan paman," Tristan meminta turun karena diapun merasa tak baik-baik saja. Siapa juga yang akan merasa tenang didalam situasi seperti ini.

"Khawatirkah saja Tanu, apa dia minum obatnya dengan baik, memukul orang secara brutal tanpa tahu kondisinya. Ayolah kamu harus terus memantaunya, hahahha" papah mengingatkan ku kalau memang paman rawat jalan untuk kondisi akut nya, tetapi bahkan obat belum sama sekali ada yang berhasil untuknya. Paman akan marah dan memukul kalau merasa hatinya terluka. Bahkan orang yang disayanginya pun juga jadi sasarannya. Paman tidak pernah suka kalau Tristan pulang dengan keadaan terluka bahkan saat jatuh di pelajaran olahraga paman tidak segan untuk memukulnya. " jangan melukai dirimu " itu alasan yang biasa digunakan paman tidak mau Tristan terluka. Tapi paman memukulnya lebih dari luka gores itu.

"Papah menemukan obatnya dan Tristan akan meminta dengan sopan kepada paman sebagia wali baru Dean. Tristan menyukai Dean, Tristan akan berjuang untuk Dean terlepas bagaimana paman memisahkan kami nantinya, jangan tekan Dean sakiti Tristan saja. Tapi Tristan tidak akan menyerah saat paman bilang tidak dan mungkin paman berniat melenyapkanku seperti tante pernah menangkap ku kemarin bersama Dean," Tristan sangat manis dan bijaksana bahkan dia terlihat seperti superhero. Tapi hatiku sangat sedih, didalam dadaku rasanya disayat perih sembari tersiram garam.

Dadaku sesak seketika, papah yang juga kaget tiba-tiba memberhentikan mobilnya dan itupun tidak berada dipinggir jalan. Hampir saja ada mobil dibelakang yang akan menabrak kami. Sepertinya papah merasa sesak dan sakit dijantungnya. Dan kini Tristan memilih keluar dari mobil dan melihat kanan dan kiri sebelum pergi ke pinggir.

'Apa papah baik-baik saja?" tanyaku karena papah terlihat pucat. Aku segera mengambilkan obat yang biasa papah minum dan disana papah menolaknya.

Papah mengemudikan mobilnya lagi karena dibelakang terus saja ada yang membunyikan klakson karena papah berhenti ditengah jalan.

"Dean yang semalam mengatakan kalau dia menyukai Tristan," aku sedikit ingin membela Tristan agar dia tidak disalahkan karna merayu Dean. Tapi respon papah tiba-tiba melembek, apa mungkin papah berniat berdamai sekarang? Bahkan paman sudah lebih dulu.

"Dean disini yang harus dimarahi, papah Dean mencuri orang yang kusuka," batinku sakit tapi tidak ada yang mau mengerti.

.......

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top