38.
Ditempat lain, Adam pov
......
Semua kacau balau ketika Dean harus terus terang mengatakan kalau dia sangat menyukai Tristan apalagi melihat respon Tristan membuatku lebih ngilu.
"Nathan bisa pindah?" tanya Tristan saat itu. Dean tertidur dikasur bawah dan dia ingin Dean pindah.
"Oh tidak bisa, kalau mau pindahin Dean suruh saja Adam pindah. Dia kan adeknya," suara Nathan terdengar sangat meledek. Bahkan dia melirik ku seolah-olah tengah mendorongku kearah Tristan.
"Ayolah, kamu harus membayar mahal!" bisik Nathan. Sebenarnya bukan itu masalahnya, aku tidak biasa tidur dikasur bawah. Tetapi Nathan meyakinkanku biar aku lebih dekat dengan Tristan.
'Aku saja yang pindah," aku kini menggeser tubuhku untuk turun dan kini saat kulihat Dean ada dalam gendongannya Tristan kenapa aku malah merasa sangat iri. Dean hanya orang baru, bagaimana bisa dia semudah itu mencuri Tristan dariku.
'Kau yakin akan melakukannya?" tanya Nathan yang tengah mencibir bobot tubuh Dean. Dia sempat mengeluh karena sakit punggung saat membantunya dikolam renang.
"Saat dia tenggelam di air saat itu tidak terlalu berat, tapi saat kubawa dia ke UKS. Dean sangat menyakiti punggungku," keluh Nathan dan membuat Tristan malah tambah semangat.
"Aku sudah pernah menggendongnya jadi ini tidak terlalu buruk," Tristan membawa Dean dalam gendongannya tanpa bantuan. Dia tidak terlihat kesulitan dan kini meletakkan Dean secara perlahan. Menyelimutinya bahkan mengusap ujung kepalanya.
"Ngomong-ngomong ada apa dengan kolam?" tanya Tristan serius dan diapun seolah memusatkan matanya kearahku juga.
"Dean tenggelam biasa karena ada yang tidak suka, tetapi masalah sudah beres disekolah jadi tidak terlalu berbahaya lagi," Nathan membicarakannya dan kini memilih tidur.
'Dean memang tidak bisa berenang, dia pernah mengeluh tentang kolam renang dirumah," tambahku dan akupun kembali fokus pada buku ku.
"Kamu kan bisa berenang kenapa tidak pergi mengajarinya, itu berbahaya Adam." Tristan menegorku dan kini terus meminta penjelasanku.
"Aku tidak sempat, kita juga akan pergi ujian Tristan?" aku memberi alasan dan sekarang pura-pura membaca buku pelajaranku lagi.
"Kita sudah berjanji untuk pergi ke Amerika bersama. Jadi ku harap kamu juga mulai serius dengan pelajaranmu." ancamku dan kini Tristan memilih rebahan disampingku. Hmmm, moment yang pernah aku ingin nyatanya tidak seperti yang aku bayangkan. Kita malah berakhir dengan perdebatan dan Tristan tidak mau membahasnya lagi, seolah-olah mengisyaratkan Amerika bukan tempat yang penting lagi melainkan Dean. Tetapi kenapa tadi tidak membalasnya saja dan membuatku lebih mudah.
"Hey, apa sudah tidur?" tanyaku karena Tristan memunggungiku. Aku tidur tepat dibawah Dean dan Tristan memilih tidak melihat nya.
"Apa kamu juga menyukai Dean, ayolah sikapmu akan membuatnya bingung," aku mencoba memberitahunya kalau sikap Tristan bisa saja membuat Dean bingung terlebih aku yang sudah lama menaruh perasaan untukknya. Tristan memang baik, melindungi dan tidak pernah membuatku khawatir.
"Katakan kalau suka dan jujurlah kalau memang tidak bisa," aku terus memojokkannya. Dan jawaban yang ku inginkan dia memilih menyerah. Tapi mendengar alasannya aku ingin pura-pura hilang ingatan.
"Aku tadi bertemu mommymu seperti biasa dia pergi mengancamku. Aku tahu seberapa buruk hubungan ini bila terus berlanjut dan aku juga tahu endingnya akan seperti apa. Tapi ini bukan kisah romeo dan juliet yang berakhir karena kesalahpahaman dan harus mati sia-sia. Aku bukan mereka....." Tristan terdengar serius bahkan dia membicarakan tentang perjuangan. Dia telah yakin akan tujuannya.
"Lantas apa yang kamu ingin?' tanyaku lagi ingin tahu apa yang sebenarnya telah dipikirkan Tristan mengingat kisah hidup kita sudah melebihi cerita romantis romeo dan juliet.
"Aku akan tetap bersama Dean menjaganya terlepas seberapa buruk keluargamu mengusirku!" Tristan menyakinkanku dan itu malah memperburuk perasaanku. Jadi selama ini apa? Hanya aku sendiri kah yang menyukainya,
"Bagaimana dengan papahmu, dia pasti tidak akan pernah setuju," aku pernah ada diposisi dimana terus dipisah dan papah Tristan memang yang terburuk.
"Dia........, papah yang malah membuatku bersemangat untuk mengejar Dean. Papah mendukungku Adam," senyum Tristan pecah dan kini dia memilih untuk benar-benar memejamkan mata. Apa Tristan yakin tentang papahnya, tidak mungkin semudah itu. Apa jangan-jangan paman memang sedang merencanakan sesuatu yang memang biasa dia lakukan. Tapi aku harus mulai dari mana untuk mencurigainya.
......
Kenapa harus Dean? Kenapa tidak aku saja, aku yang selama ini menderita. Dan gara-gara itu aku sepanjang malam terjaga. Aku tidak bisa tidur karena terus memikirkan tentang Dean yang sudah bertemu paman dan disambut dengan ramah. Walau mom melakukan hal yang benar tapi Tristan terus saja meyakinkan dirinya kalau mom hanya takut kalau Tristan tidak bisa menjaga Dean. Padahal bukan itu, jelas itu sungguh perasaannya sendiri agar hatinya senang saja.
"Akh, aku membencinya!!" aku menutup dengan kasar bukuku dan memilih ikut tidur.
Hingga paginya aku sadar kalau memang aku harus menerima kenyataan. Cinta dalam diamku memang sia-sia dan aku hanya bertepuk sebelah tangan, kebersamaanku selama lebih dari 10thn tergeser oleh Dean dengan mudahnya. Tristan memilih Dean dan aku tertinggal dibelakang. Bahkan apa yang pernah diperingatkan Nathan kemarin benar-benar terjadi sekarang. Aku terlambat selangkah dan ini adalah nasib sialku.
.......
Aku memang tidak bisa tidur, pagi yang mendung nyatanya membuat hatiku tambah gelap. Aku mendengar Dean terbangun dan kini mulai berdebat dengan Nathan. Lagi-lagi kenapa seluruh cinta terpusat kepada Dean. Bahkan Nathan terus saja berbicara seakan dia second couple yang siap untuk berada dibelakang Dean entah mendukung atau nantinya merebutnya. Saat suara itu mulai nyaring dan Tristan mulai terbangun aku memilih pura-pura tidur kembali. Kepala ku pusing dan jantungku sudah tercium aroma hangus.
Srrt
Aku tidak mendengar begitu jelas karena memang perasaanku sedang kacau. Tiba-tiba Tristan melompat melewatiku untuk menangkap Dean yang hampir jatuh. Suara lengkingan teriakan Tristan membuat telingaku berdengung dan aku langsung memilih bangun memberanikan diriku untuk melihat situasinya.
Tristan mengangkat tubuh Dean lagi untuk pergi bersamanya bahkan saat Dean berontak lagi-lagi aku melihat adegan manis dimana Tristan terlalu melindungi Dean.
"Arghhhh," aku memijit kepalaku keras berharap langsung pecah sembari melihat punggung Tristan mulai menjauh.
"Ish....ish..... Kasihan!!!!" cibir Nathan dan kini dia pergi untuk melipat selimutnya. Dia memang rapi untuk urusan rumah.
"Ngomong apa kamu?" aku membalasnya karena aku tidak mau ditindas.
"Ya karena kamu memang bego. Dan awas saja kamu berbuat nekat untuk melukai Dean, aku tidak akan memaafkanmu!" ancam Nathan lagi dan kini pergi mengambil handuknya.
"Kalau kamu ingin melindunginya kenapa kamu tidak pergi dengannya?' tanyaku meminta Nathan agar pergi dengan Dean saja jadi aku tidak perlu berusaha keras untuk memisahkan keduanya.
"Tidak, aku senang melihat Dean tersenyum seperti itu. Semenjak dia tinggal bersamamu aku tidak pernah melihatnya tanpa beban seperti ini kenapa aku perlu merusak kebahagiannya. Dan benar keluarga yang lengkap tidak selalu membuat nyaman. Ah, jadi rindu kakak." gerutu Nathan dan kini meninggalkanku.
"Dasar, kamu saja ditinggal mereka!!' balasku kesal karena aku tidak melihat siapapun yang pulang dan terlihat Nathan malah sendirian bahkan dihari ulangtahunnya.
"Iya dan aku siap menyusulnya kapanpun jadi tidak perlu kamu mengingatkanku!' Nathan kembali lagi dan benar dia memang sangat menjengkelkan.
.....
Saat sarapan perasaanku tambah kacau. Semua menu yang dipesan adalah menu yang memang biasa dimakan Dean dan tidak ada variasi sama sekali aku sangat muak dan aku tidak merasa sedang baik-baik saja. Bahkan Tristan yang memang tak suka kacang-kacangan bahkan sayuran kini dengan riang memakannya.
"Aku buat mie saja, semalam sudah sayuran aku tak mau menjadi sapi," Nathan kini memilih pergi kedapur untuk membuat mie. Itu lebih baik bicara terus terang kalau tidak suka tapi bagaimana denganku?
"Aku sudah menyiapkan yang lain untukmu, aku tahu kamu pasti tidak suka," Tristan ternyata memesankan masakan yang lain untukku. Ada dua kotak yang kupegang, pasti aku sudah salah sangka sepertinya. Dan kini ingin kubagi untuk Tristan.
"Punyamu," ku kira dia akan senang tapi ternyata bukan itu yang akhirnya kudapat.
"Panggil Nathan tidak perlu membuat mie." Tristan menginterupsi dan itu benar-benar menyebalkan. Kenapa dia terlalu menjatuhkan dirinya hanya untuk Dean terlebih makanan saja harus seperti ini. Sungguh bukan diri Tristan yang sebenarnya.
Menyebalkan.
Sungguh-sungguh menyebalkan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top