36.

Hari ini sungguh mendung, mungkin akan turun hujan karena udaranya pun menjadi sangat lembab. Pantas saja semalam terasa sangat dingin. Setelah selesai sarapan kita turun untuk pergi kesekolah. Tristan terlihat keren dengan jaket kulitnya. Tak kalah keren Nathan pergi dengan hoodynya padahal dia tidak pernah memperhatikan penampilan saat kesekolah nyatanya Tristan datang membawa sedikit perubahan. Nathan tidak nampak lusuh hari ini. Dan sekarang kulihat Adam dengan wajah kusutnya langsung merusak mood. Mungkin semalam dia tidak bisa tidur karena harus tidur dilantai. Nathan tak mau mengalah karena dia tuan rumahnya dan meminta tidur diranjang. Padahal ada dua kamar kosong tetapi Nathan bersikukuh tidak mau meminjamkannya. Walau kenangan tak boleh dilupakan tetapi kalau menjadikan diri lebih sedih itu juga tidak baik. Aku ingin Nathan lebih menerima dan tidak kaku seperti itu lagi. Nanti aku akan coba bicara lagi padanya.

"Dean mau ikut denganku?" tanya Nathan menawarkan tumpangan. Dan saat kulihat Tristan dia nampak tak suka. Mungkin dia merasa tak enak kalau pergi mengantarku, disana ada Adam juga yang lebih etis untuk pergi dengan Tristan. Secara sekolah mereka sama.

"Aku menunggu sopir saja," aku menolak tawaran Nathan karena itu nyatanya membuat Tristan lebih bisa mengontrol emosinya. Dia baru saja membunyikan montornya dengan kesal. Dan kini dia melonggarkan suara gas montornya.

Dan benar ada mobil yang masuk dipelataran rumah Nathan padahal aku belum sempat meminta untuk dijemput. Apa mungkin Adam sudah memintanya, tapi yang kulihat Adam sangat ingin ikut dengan Tristan.

Mobil sudah berhenti tetapi yang turun bukan sopir Adam atau sopir yang biasa mengantarku. Dan suasana mendung yang tidak terkondisikan bahkan gerimis semakin lebat membuat suasana makin mencekam kala yang keluar adalah si om.

"Papah," seru Adam dan kini dia meletakkan kembali helm yang hendak dia pakai. Om datang tanpa sopir dan seperti biasa dia sangat rapih dan turun dari mobil sembari menginterupsi anak-anaknya untuk menurutinya.

"Cepat masuk papah yang antar!!" suaranya menggema seakan menyerupai petir menyambar dilangit. Suasana makin senyap dan Adam seolah enggan masuk. Kenapa dia begitu takut dengan om? Tristan pun juga ikut turun dan meletakkan kembali helmnya setelah mematikan mesin montornya. Nathan yang juga pasti ikut mendengarnya menatapku seolah dia mendapatkan bukti dimana keluarga hangat yang dipamerkan Adam padanya hanyalah cover belaka. Nathan berjalan cepat kearahku dan ingin membawaku pergi tetapi Tristan pun juga mendekat kearahku. Melepas jaketnya untuk menutupi kepalaku. Gerimis makin lebat.

"Jangan ikut campur!!" perintah Tristan dan menahan Nathan memperingatinya kalau tidak perlu ikut campur.

"Aku tidak akan membiarkannya masuk, kalau kau bersikukuh aku tidak segan memukulmu lagi," Nathan makin menjadi. Dia tidak ingin aku ikut masuk karena mungkin Nathan pikir disana aku tidak akan baik-baik saja.

Srrrt....

"Jangan ikut campur kalau tak ingin tempatmu hancur," aku mendengarnya. Adam berbicara pada Nathan dan diapun kini memilih masuk kedalam mobil dan duduk di jok samping pengemudi.

"Papah tunggu didalam," Om mengikuti Adam dan kini mulai menyalakan mobil. Menungguku untuk lekas masuk. Apa-apaan ini, aku sungguh tidak mengerti. Kenapa bersikap dingin.

"Kenapa dia? Kalau kamu tidak baik-baik saja ikut denganku!" Nathan masih memegang lenganku. Dan ada apa pula yang dilakukan Nathan. Dia bukan waliku kenapa harus bersikap seperti itu.

"Dean masuk dulu ya, ikut papahmu," Tristan membukakan pintu mobilnya dan membiarkan jaketnya tinggal bersamaku. Sebelumnya dia mengusap ujung kepalaku dan berharap aku tidak perlu mencari tahu tentang situasi hari ini.

"Hey, aku bukan anak kecil lagi. Aku sudah legal untuk tinggal sendiri." batinku tak terima seolah-olah tak ingin ada rahasia yang terbongkar.

Saat si om hendak membelokkan mobil nya aku memaksa berhenti. Aku punya hak untuk memperbaiki keadaan yang tidak baik ini. Karena saat aku melihat kebelakang Tristan terus mengawasiku seakan tidak tega membiarkan ku ikut. Aku tidak mengerti tentang perasaan ini. Seakan aku terikat olehnya.

"Stop!!" pintaku dan si om langsung menghentikan laju mobilnya. Dia menoleh kearahku dan ingin tahu kenapa aku meminta berhenti. Dan raut wajah Adam masih sama datar dan tidak ingin membahas apapun.

"Apa ada yang tertinggal?" tanya si om ramah. Dan Adam terlihat kesal. Dia juga menoleh kearahku dan menatapku meminta untuk tidak membuat kekacauan.

"Ada," lalu aku keluar dari mobil dan tersenyum kepada Tristan bahkan Nathan.

"Ikut masuk kedalam mobil papah akan mengantar kalian," aku tersenyum lebar kearah keduanya. Tristan enggan pergi tetapi kini Nathan menyeret Tristan untuk ikut.

"Boleh kan pah?" tanyaku kepada om. Aku tahu jurus rayuan yang kukeluarkan mampu membuat om menuruti apa yang kumau dan kini om mengangguk walau ku tahu itu sangat berat.

Aku tersenyum menunggu Tristan bahkan Nathan untuk mendekat kearah mobil.

"Daripada basah, iyakan Dean?" Nathan menyunggingkan senyumannya. Nathan masuk dan kini saat aku ingin masuk Tristan menahanku agar aku tidak ditengah. Dia masuk terlebih dahulu dan kini memintaku masuk.

"Ya ampun proteknya, aku tidak akan menggigit Dean," keluh Nathan saat Tristan malah duduk ditengah dan tidak membiarkan ku tinggal disamping Nathan. Lalu semalam kenapa?

......

"Kapan-kapan kita pergi memancing pasti seru. Ajak om juga ya kak," aku menatap Tristan. Dan kini om langsung melirikku dari balik kaca spion depan.

"Dean bertemu dengan om Tanu papahnya Tristan. Dia sangat baik jadi papah perlu bertemu dengannya," ujarku santai. Aku juga masih bersikap ramah dengan om agar dia mengiyakan permintaanku. Tapi mungkin karna aku terlalu bersemangat aku tidak terima ketika aku mendengar kalau om menolak.

"Lain kali Dean, papah akan ikut. Atau mungkin kita bisa pergi bersama Adam dan ibu saja,"

Adam masih diam dia tidak membelaku atau berpihak pada om. Jadi aku harus memilih cara lain untuk mengorek kenapa harus menatap Tristan dengan rasa tidak suka.

"Baiklah kalau tidak bisa pergi. Tapi kalau Dean pergi sendiri dengan om Tanu boleh kan?" aku masih ingin mencari tahu dan disitu om langsung menghentikan mobilnya kasar. Nathan yang sama tidak mengerti dengan apa yang kulihat hari ini ikut bernafas kasar.

"Jangan diterusin lagi Dean, kakak mohon," Tristan memegang tanganku kuat dan memintaku untuk tidak membahas perihal keluarga nya. Ayolah walau aku pernah melihat om Tanu sangat kasar kemarin tetapi dia juga seorang manusia. Dan aku menyukainya bahkan aku menginginkan puteranya jadi sekarang waktunya aku memperjuangkan dan ingin tahu kesalahan apa yang membuat om sangat marah. Sejatinya semua kesalahan pasti bisa dimaafkan.

"Kau sangat naif Dean!!" Nathan melirikku kesal. Dia menyesal ikut denganku hanya karna alasan tidak ingin basah. Nyatanya dia dihadapkan dengan perseteruan dua keluarga.

"Tidakkah kau sadar situasi macam apa ini?" Nathan terus saja bernafas kasar.

Aku tidak tahu aku tidak ingin tahu. Aku ingin mereka berdamai kalau memang ada yang salah.

"Papah tidak bisa karena....." om hendak menjelaskan dan kini Nathan lebih dulu memberiku kenyataan tentang kenapa mereka bertengkar. Nathan membukakan berita panas antara Mr. Tanu dari TNT corporation dengan Mr. Airlangga dari Airo contruction.

"Ok Dean mengerti, tidak usah dilanjut," aku memilih tidak menambah masalah dan menutup rapat mulutku untuk tidak bertanya lagi. Om fokus mengemudikan mobilnya karena tiba-tiba hujan sangat lebat dan jalanan memang sangat licin. Tristan masih memegang tanganku erat dan Adam sesekali melirik kearah belakang.

Aku turun lebih dulu dan diantarkan tepat didepan gedung sekolah karena hujan kita tidak perlu turun didepan gerbang.

"Terimakasih om tumpangannya, lain kali Nathan naik montor saja," cengir Nathan dan langsung menarikku untuk segera masuk kedalam gedung. Dan kini akupun melihat mobil om melaju kencang untuk meninggalkan area sekolah.

......

"Apa kau gila atau memang lagi cari perkara!" Nathan langsung memarahiku karena sikapku tadi. Ayolah, musuhan itu tidak baik yang ada jadi racun.

"Apa sich?" aku tidak mengerti.

"Makanya punya ponsel itu buat googling jangan buta karna cinta jadi tidak tahu kenyataan didepan mata. Tristan itu anak tunggal dari pendiri TNT corporation yang gak lain perusahan pecahan dari AA corporation. Nah AA corporation itu punya anak perusahaan Airo contruction. Sekarang karena akuisisi AA corporation ganti kepemilikan dan namanya diganti TNT jadi pemegang saham terbesar sekaligus pemiliknya. Jadi, kesimpulannya TNT itu mengambil alih perusahaan indukannya Airo. Dari sini paham?" Nathan mencoba menjelaskannya tapi aku gak paham. Trus hubungannya masalah perusahaan siapa yang lebih besar atau kecil dengan masalah pribadi. Jelas......

"Bilang saja mereka sepupuan," aku bersuara dan itu hanya prediksi ku tetapi aku tidak menyangka kalau Nathan mengiyakannya.

"Nah, anda pintar sekali. Maka jangan pernah bermain-main walau sekedar meminta untuk pergi bersama kalau tidak ingin mereka saling bunuh," Nathan menepuk pundakku. Lantas aku mengingat sesuatu yang lebih penting.

"Jadi aku tidak boleh menyukai Tristan." aku menghentikan langkahku dan Nathan melihatku lagi dan kini memilih memelukku dari samping.

"Urungkan niatmu dan pergilah bersamaku saja. Aku tidak ada masalah keluarga yang rumit hanya saja aku punya kakek yang masih berkuasa di militer." Nathan masih berusaha menempel padahal dari kemarin dia yang sering sekali mengolokku seperti babi.

"Itu sama saja bego, rumit...." balasku dan aku memilih segera masuk kekelasku agar Nathan tak mengkritiku lagi.

.......

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top