33.

Follow ges biar tahu up baru, kasih vote lah.....

Target 1k aja, kalo gak nyampe aku stop.

Dean pov.

Sebelumnya.....

Sekarang masih pukul 9 malam tapi nyatanya Adam sudah pergi tidur. Anak rumahan itu tidak pernah bersikap ramah kalau berada diluar rumah. Dan memang sepertinya dia banyak memikirkan sesuatu. Hmm, sebenarnya aku tidak begitu peduli tapi semakin dibiarkan dia terus saja mengusikku. Aku pergi mengambil dompet dan aku dengan segera memakai jaketku. Ingin pergi jalan-jalan sebentar menikmati malam mumpung lagi disini juga.

"Mau pergi kemana?' tanya Nathan karena aku terlihat terburu-buru seseorang sudah menungguku.

"Ketemu ayah," balasku dan kini aku siap dengan sepatuku.

"Sudah berdamai?' tanya Nathan dan kini memberikan syalnya agar aku tidak kedinginan. Memang aku belum bertemu dengan ayah sejak kejadian lalu bahkan aku tidak pernah menerima panggilan telponnya dan kali ini aku hanya ingin memastikan ayah tidak melakukan hal konyol lagi. Walau itu mungkin adalah kesenangannya tetapi aku ingin memperingatinya. Kalau dibolehkan aku ingin ayah cari pasangan saja yang benar-benar sehidup semati. Tidak pergi bermain-main yang akhirnya membuat salah seorang terluka.

"Belum akan kucoba ini sekalian ingin mencari tahu apa ayah masih sering berkeliaran diluar, mau ikut bersamaku," ajakku dan aku tahu Nathan tidak akan pernah mau keluar rumah sampai orang yang ada diluar membubarkan diri. Nathan tak suka dengan hari pemakaman, dan aku sangat ingat waktu itu dimana jenazah kakak serta kedua orangtuanya hendak dikremasi dia malah pergi untuk memancing. Walau itu cukup aneh yang seharusnya dia berkabum tapi aku tahu dia disana lebih sakit karena harus selamat sendirian. Aku mengenalnya sejak lama tapi aku tidak begitu akrab dengannya. Aku memang memilih menjauhi orang-orang dan memilih memusatkan semua kegiatanku untuk bersama ayah.

Dan akupun belum 100% berdamai dengan ayah dan mungkin saatnya aku akan mulai menemuinya. Aku tidak pernah menyesal dengan apa yang kudapatkan sekarang. Tidak terlalu menyedihkan, ada ibu, ayah, om, serta Adam untukku. Aku lah yang sedang berdamai dengan hatiku dan masih berjuang agar aku tidak jatuh lagi. Menciptakan imunku sendiri dan mulai memusatkan pikiranku untuk hal-hal lainnya. Keputusanku untuk melupakannya pada hari itu juga nyatanya membuatku menjadi sekuat ini.

"Pergi saja sendiri dan bawa serta ponselmu, kalau ada apa-apa hubungi aku!" Nathan menunjukkan ponselnya kerahku memberitahuku dia tidak akan pernah meninggalkan poselnya dan akan menungguku.

"Oho, sekarang aku merinding dengan apa yang kamu lakukan untukku. Apa benar kamu sedang jatuh cinta padaku," aku sengaja mendekat kearah Nathan dan dia memundurkan dirinya sendiri untuk menghindariku.

"Dasar!! Siapa juga yang mau dengan seekor babi, aku hanya tidak mau menghadapi pemakamanmu jadi jangan pernah berniat untuk melukai dirimu. Berhati-hati dan hindari kendaraan yang lewat pastikan dirimu tidak akan terluka kamu harus mendengarkanku," Nathan benar-benar memperingatiku agar aku lebih berhati-hati tetapi kenapa dia masih menyamakanku dengan seekor babi. Dan diapun kini memilih merokok didepan rumah untuk mengantarkanku.

"Tunggu aku pergi untuk menjadi keren, dan saat itu tiba kamu akan tergila-gila padaku dan hal pertama yang kulakukan adalah menolakmu,"  cengirku, aku mulai menuruni tangga. Tidak perlu mencari kendaraan karena niatku pun ingin berjalan-jalan dan aku akan menemui ayah.

Sejatinya aku belum menelponnya untuk bertemu. Jadi aku kini pergi untuk ke bengkelnya berharap sudah tutup dan aku akan menyangkal kalau hari ini tidak bisa bertemu karena sudah tutup.

"Cepat kembali," pinta Nathan dan diapun masuk kembali kedalam rumah.

.........

Aku sampai didepan bengkel ayah, ternyata benar disana sudah tutup. Hmm, aku menghembuskan nafas dinginku untuk sedikit mengenang hal manis yang pernah aku lakukan disana. Aku berdiri kokoh sembari melihat bengkel ayah.

Memiringkan kepalaku ke kiri dan melihat apakah ada kenangan yang tersisa lainnya.

"Hahhaha," tiba-tiba aku tertawa sendiri. Duduk berjongkok dan menggelengkan kepalaku tidak percaya.

Srrrt jlek, aku mendengar seseorang keluar dari pintu samping. Nyatanya ayah belum pulang dan diapun kaget aku ada didepan bengkel.

"Dean, kaukah itu. Kenapa disitu, pergi masuk diluar sangat dingin nanti mimisan!!' ayah langsung berlari kearahku dan hendak memintaku untuk masuk. Itulah kata-kata yang kurindukan daripada aku harus mendengar kata "Dean kuat, Dean bisa" ayolah aku juga tahu, aku sudah lama berjuang. Dan memang disini hanya Nathan serta Ayah yang tahu apa yang harus dilakukan tanpa bertanya.

"Pakai sarung tangan ayah, kita masuk diluar sangat dingin," ayah memintaku untuk masuk kedalam sembari memasangkan sarung tangannya. Tanganku memang membeku dan kini aku memilih berdiri dan mengabaikannya tanpa mengucapkan sepatah kata untuk ayah. Memasukkan tanganku yang sudah terpasang sarung tangan ayah dan memasukkannya kedalam saku jaketku, aku memilih pergi meninggalkannya. Ayah tak mengejarku dan seharusnya memang seperti itu. Jadi aku lebih mudah untuk tidak melihat kebelakang.

Aku berjalan kesegala arah, menyusuri gang-gang dan tanpa sadar aku berakhir di gedung tua dimana aku pertama kali bertemu Tristan. Aku duduk didepan gedung sambil meringkuk menahan dingin. Walau aku sedikit merasa hangat karena ayah meninggalkan sarung tangannya tetapi tetap saja. Malam ini sangatlah dingin.

Aku merasakan hidungku tiba-tiba terbakar, benar kata ayah kalau aku tak segera pergi ketempat hangat kemungkinan besar aku akan mimisan. Jadi aku kini memilih mendongak untuk melihat langit agar darahnya tidak keluar.

Mencari ponsel dan ingin memanggil taxi. Dengan keadaanku yang masih mendongak kelangit.

Srtttt

Tetapi ponselku malah terjatuh.

"Akh, sial!!" gerutuku karena saat aku menunduk untuk mengambil ponselku darah keluar dari hidungku. Dengan segera aku mendongak lagi tetapi nyatanya Tristan tiba-tiba memelukku dari belakang dan menahanku agar aku tidak perlu mendongak karena darahnya nanti akan masuk kedalam hidungku lagi.

"Kamu kedinginan Dean, kenapa harus pergi keluar?" tanya Tristan dan diapun sengaja melepas jaketnya untuk membantuku merasa hangat dan aku masih menutupi hidungku dengan kedua tanganku.

Tristan menekan kode pintu gedung dan kita berdua masuk disana. Tristan mengatur suhu ruangan agar lebih hangat dan dia memintaku untuk duduk.

Woa....aku sempatkan melihat disekeliling gedung yang memang sangat besar. Disana terlihat banyak pajangan lukisan bahkan aku seperti berada dalam gudang harta karun. Banyak berlian dan perhiasan masih tertata rapi tetapi kenapa tidak pernah dibuka dan bahkan aku tidak tahu ada toko perhiasan didaerah tempat tinggalku.

"Sudah merasa lebih baik?" tanya Tristan dan kini menggosokkan kedua telapak tangannya kemudian ditempelkan di kedua pipiku.

Aku menyumbat hidungku dengan tisue dan aku masih terkesima dengan apa yang kulihat dihadapanku.

"Ini milik mamah, aku biasa kesini dan kenapa kamu ada diluar dijam segini? Aku tidak akan bertanya lagi tentang apa yang terjadi," Tristan menatapku dan masih dengan kegiatannya agar aku lekas hangat.

"Apa kak Adam menceritakan semuanya. Hmmm aku tidak dipukul, aku tidak diusir, bahkan aku tidak sedang terluka. Hanya setiap langkahku selalu menggiringku untuk pergi ketempat ini. Tak kusangka ini milik kakak," aku terkagum. Lukisannya indah dan dengan nama pena Tristan. Apa dia seorang pelukis?

"Tidak semuanya, baiklah aku akan memberikan kode sandinya. Janji tidak akan duduk diluar dan pergi masuk saat datang," Tristan tak keberatan membagi kode sandinya. Tetapi dia memberitahuku kalau tempat ini adalah tempat persembunyiannya dan tidak ada yang boleh tahu. Pikirku itu wajar, toh sekali masuk dengan membawa satu berlian sudah dipastikan tidak akan kelaparan selama satu tahun.

"Perlihatkan jari kelingkingmu," pinta Tristan dan kita berdua tengah saling berjanji kalau tidak akan pernah memberitahukan ke siapapun perihal tempat ini sekalipun itu Adam.

"Janji," balasku dan aku masih menghembuskan nafas dinginku. Dan kini Tristan membantuku membersihkan bekas noda darah di wajahku setelahnya malah pergi memelukku dengan erat berfikir aku akan merasa lebih baik karena dia memelukku. Iya, aku sangat baik dan ini sangatlah nyaman. Mimisanku berhenti walau perlu cukup waktu dibandingkan dengan orang normal.

Dam

Dam

Dam

Suara langkah berat dan kini kulihat beberapa orang masuk membuatku takut. Mereka berpakaian hitam bahkan dibalik jas yang ikut bergerak berirama dengan langkah mereka akupun sempat melihat mereka menyimpan pistol didalamnya.

"Apa mungkin perampok," gumamku dalam hati. Dan memang itu bisa saja secara didalam bernilai fantastis. Tristan tiba-tiba berdiri dan membelakangi wajahku. Dia tidak ingin penjahat itu, mungkin melihatku.

"Kak," suaraku bergetar karena aku Tristan membuka pintu gedung dan mungkin karena itu membuat para penjahat datang. Aku memegang kuat kemeja Tristan karena takut. Dan kini Tristan memegang tanganku agar aku tidak terlalu khawatir.

"Mereka orang-orang papah tidak perlu takut," Tristan menoleh kearahku dan membuatku agar tidak terlalu berfikir buruk. Aku sedikit lega, tapi berasal dari keluarga apa sih  Tristan itu sampai-sampai papahnya datang membawa orang-orang suruhannya ikut serta, mereka semua bahkan harus berpakaian seformal itu.

"Sampai kapan kamu akan membohongi papah perihal hubungan kalian?" suara tegas menggema dan langsung membuat Tristan melepas genggamannya.

.........


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top