32.
Vote + follow gessssssss
Aku terbangun dan tidak melihat satupun yang mengikutiku tidur. Aku penasaran dan memilih keluar untuk memeriksa aku sempatkan melirik jam, dan disana masih bertengger pukul 23:30. Kemana mereka pergi? Sampai aku tersadar tidak ada satupun orang dirumah. Saat aku hendak pergi keluar Nathan malah menahanku.
"Lepaskan!!" aku tidak suka dengan sikap Nathan yang tiba-tiba menyentuhku. Aku tidak ingin kesalahanpahaman yang lain. Akupun dengan kasar melepas pegangan Nathan dan ingin segera pergi keluar.
"Apa kalian lahir dari keluarga gangster?" tanya Nathan tiba-tiba yang membuatku menahan langkahku dan yakin kalau pasti ada sesuatu yang tidak beres.
"Setelah lihat siapa diriku kamu pasti tidak akan berani bermain-main dengan ku," balasku mengancam karena Nathan pasti punya ketakutan sendiri kalau tahu aku bahkan terlahir dari keluarga paling rumit bahkan saling menerkam kapanpun dimanapun saat salah satunya lengah.
"Sayang sekali aku tidak takut padamu, hahahhah." Nathan malah tersenyum dan memilih bersantai menyalakan api rokoknya.
"Kenapa kamu ikut campur, buka!!" perintahku karena tiba-tiba aku tidak bisa membuka pintu rumah. Aku buru- buru melihat dari balik jendela rumah apakah ada Dean atau Tristan diluar sehingga aku tidak perlu khawatir, tetapi didepan malah terlihat banyak mobil sedan hitam terparkir bahkan banyak pengawal yang berdiri tegap mengintai. Rasa prustasiku bertambah dan kini aku ingin sekali mendobrak pintu.
"Aku punya hak untuk melindungi tempat ini, jadi tetap diam. Dean akan mengurus segalanya," jelas Nathan, aku harus diam saja agar situasi tidak tambah kacau bahkan Nathan bersikap seolah-olah sedang melindungi tempatnya. Iya ini memang rumahnya tetapi ada nyawa yang sedang terancam.
"Lalu dimana Dean?" tanyaku karena akupun tidak melihat Dean. Biasanya dia paling berisik kalau tidak bisa tidur. Selain tiba-tiba bermain basket didalam kamar dia biasa mendengarkan musik tanpa earphone. Tapi yang kulihat sekarang rumah nampak senyap.
"Dia sudah pergi dengan rombongan yang pertama," balas Nathan masih dengan sikap santainya. Maksudnya apa? Rombongan seperti apa jelas didepan masih ada sekelompok orang berbaju hitam berjaga, lantas Dean pergi dengan rombongan siapa?
"Ya aku tidak tahu, tadi Tristan keluar Dean mengikutinya dan sekarang keduanya menghilang, ya bukan urusanku lagi," Nathan santai sembari menghisap batangan rokoknya.
"Katakan dengan jelas bagaimana aku bisa melepas Dean. Ayolah papah tidak akan membiarkannku bahagia kalau Dean sampai terluka " rengekku masih berusaha agar Nathan luluh dan mau membuka pintu rumah. Aku menerkam kedua pundak Nathan meminta agar dia menjelaskan apa yang sedang terjadi saat aku tertidur.
"Apa kamu yakin dengan apa yang sedang kamu pikirkan, ayolah sudah kubilang khawatirkan dirimu diawal dan jangan bicara seolah - olah kamu sebagai korban. Dean menyelesaikan masalahmu jadi berterimakasihlah kalau dia datang kembali, semoga saja datang dengan keadaan selamat?" Nathan malah tersenyum seperti masalah selesai dan kini meninggalkan putung rokoknya dipot dekat pintu rumah. Apa-apaan ini dia tidak menjelaskan padaku tapi sedang meledekku.
"Yakkkkkkk, aku tidak mengerti dengan apa yang kamu bicarakan jadi perjelas!!' aku mengintimidasi Nathan ingin kejelasan tentang apa yang terjadi. Kalau Dean pergi dengan Tristan apa mungkin pergi ketempat papah lalu didepan adalah pengawal paman. Tapi kenapa harus berada disana? Aku bukan orang yang seharusnya dijaga karena Tristan tidak ada disini, aku memutar ulang koneksi otakku dan kini akhirnya aku sadar tentang apa yang dimaksudkan Nathan untukku sedari tadi.
Didepan berarti bukan pengawal paman tetapi pengawal papah dan Dean bersama Tristan. Ayolah, aku harus bagaimana untuk menghadapi papah.
"Kenapa kamu membiarkan Dean dalam bahaya bukannya kamu rela mati seperti tadi yang kamu lakukan untuk melindunginya?" aku menanyakan kenapa Nathan malah membiarkan Dean pergi dengan Tristan jelas bahayanya seperti apa dibanding terluka karena pecahan kaca vas.
"Itu lain," dan lagi-lagi Nathan seolah tahu segalanya tentang Dean. Karena aku tidak mau Dean terlibat dalam masalah ini aku mencoba menelpon papah dan meminta batuan.
"Iya Adam kenapa?" papah ternyata masih terjaga untuk menyelesaikan berkas-berkas kantor.
"Hmmm, anu...." aku hendak melapor tapi tidak tahu mulai dari mana aku harus membicrakannya.
"Apa Dean sakit, papah kirim ambulance." Dan terdengar jelas kalau papah tidak tahu menahu tentang apa yang sedang terjadi dengan Dean. Papah berfikir aku menelpon karena Dean tengah sakit.
"Tunggu," papah bersuara lagi dan itu membuat tanganku bergetar. Apa jangan-jangan ?
"Iya," balasku agar papah tahu aku masih memegang ponselku.
"Apa pamanmu datang? Adam.... Kamu tahu kan itu tidak baik, papah akan menyuruh orang suruhan papah untuk menjemput kalian," papah mulai tegas dan aku bahkan tidak bisa berfikir jernih. Siapa yang mau dijemput? Bahkan Dean saja tidak ada disini sekarang.
"Tidak, paman tidak datang," aku tidak ingin papah mengirim orang suruhannya untuk masuk. Aku tidak mau membuat papah kecewa.
"Lalu apa Adam, apa kamu tidak bisa tidur disana?" papah mulai menurunkan nada suaranya dan itu membuatku lebih tenang.
"Aku hanya terbangun dan ingin memeriksa Deann apakah dia tidur dengan baik, tiba-tiba Adam merindukan papah," aku memberitahu papah alasanku bangun dan itu adalah sebuah kebohongan.
"Baiklah istirahat lagi gih, nikmati waktu disana, papah sangat sayang pada Adam," lalu papah menutup ponselnya dan kini aku memilih menatap Nathan dan ingin tahu apa yang sedang dia pikirkan untuk mencarikanku solusi.
"Apa kamu ada masalah? Ayolah jangan seperti itu Adam, kenapa harus menelpon papahmu. Aish dasar pecundang," Nathan lagi-lagi ingin menceramahiku dan aku muak untuk mendengar itu semua. Aku memilih pergi untuk berusaha membuka pintu rumah Nathan lagi. Kupikir kali ini akan berhasil. Aku lebih kasar bahkan aku hampir saja merusaknya.
.....
"Yakkkk, apa kakak sedang mengigau. Ini pintu ditarik dari dalam kenapa kakak malah dorong dari sana," Dean tiba-tiba ada dihadapanku, keduanya datang sembari membawa kotak kue.
"Apa kalian baik-baik saja, hiks....hiksss....." aku lemas dan langsung terduduk dilantai melihat keduanya bahkan air mataku langsung jatuh. Tak tahu kenapa aku jadi sesesak ini ketika keduanya kembali dan seolah-olah tidak terjadi sesuatu.
"Kenapa Adam, apa Nathan membuatmu gelisah?" Tristan langsung berjongkok didepanku dan kini bertanya kearahku.
"Diluar ada anak buah papah apa kamu terluka?" tanyaku langsung kepada intinya kenapa aku perlu bersikap sehisteris ini.
"Anak buah apanya, didepan ada acara pemakaman, karena tempat parkir penuh mereka pergi menitipkan mobil dihalaman rumah Nathan, jangan menangis. Aku hanya pergi berjalan-jalan tadi." Tristan mengusap pipiku yang basah. Aku ingin pelukan tetapi kenapa Tristan se olah-olah sedang menjaga sikap? Ayolah Adam hilangkan semua prasangka buruk.
"Dasar! Satunya baperan satunya sangat iseng," Dean mencibirku bahkan Nathan. Kenapa Dean tak peduli dengan perasaan khawatir malah bersikap masa bodo dan akulah yang sangat berlebihan.
"Tahu begini aku tidak mampir ketoko kue, pinjam koreknya?" pinta Dean dan kini Nathan langsung memberikan yang dia ingin.
"Nyalakan sekalian," cengir Dean dan Nathan hanya menaggapinya malas.
Lilinpun menyala,
"Selamat ulang tahun Nathan, walau kamu lebih muda beberapa hari kamu tetap harus sopan padaku!" Dean ternyata sedang merayakan hari ulangtahun Nathan dia sengaja pergi keluar untuk membeli kue. Dan semuanya hanya karena pikiranku yang kacau. Oh, ya ampun......
"Aku akan membantumu bangun," Tristan kini membantuku untuk bangun dan mengandengku untuk sampai di meja makan rumah Tristan.
Nathan tersenyum lebar dan nyatanya hari ini adalah hari sial berikutnya untukku. Sungguh konyol harusnya aku yang mengerjainya tetapi terlihat akulah yang sejatinya dikerjai dari awal.
"Tiup lilinnya dan buat permintaan," suara Dean riang.
Wussssh
"Apa yang kamu ingin, coba katakan? Aku tidak akan memberimu barang mahal," Dean seantusias itu padahal dia punya kenangan buruk dihari ulangtahunnya. Apa dia benar-benar melupakannya?
"Dean aja yang minta wakilkan untukku, aku sudah punya segalanya yang kumau, uang aku punya, tampan aku bahkan sangat tampan, dan satu hal lagi aku sangat pintar!".Nathan sangat bangga dengan dirinya tinggkat kepedannya memang diatas rata-rata. Sebenarnya apa sich yang dilakukan orangtuanya?
"Baiklah, kalau begitu buat lantai bawah jadi restoran. Dean akan mulai belajar memasak dan tolong setelah tiba saatnya jadikan Dean pemiliknya," cengir Dean.
Apa-apaan tentang permintaan itu. Dan Nathan malah tersenyum tanpa berdebat lagi.
"Karena sedari kemarin aku belum sempat bertemu Dean maka aku akan tambahkan 3 permintaan untuk kado ulangtahun Dean yang pernah tertunda," Tristan masih ingat dengan kado yang pernah dia ingin berikan pada Dean. Kupikir berupa barang ternyata Tristan sudah menyiapkannya dan meminta Dean memilihnya.
"Baiklah aku mulai, pertama kak Nathan harus menyukai Dean, kedua sangat menyukai Dean, ketiga sangat-sangat menyukai Dean," Dean mengucapkannya dengan satu kali nafas sungguh membuatku kaget bahkan Tristan. Kenapa juga Dean harus meminta hal konyol seperti itu. Memang memaksa orang untuk menyukainya itu bagus? Tidak!!!! Terlebih untuk hatiku.
"Dan mari kita dengar apa jawaban Tristan," si tukang kompor Nathan mulai lagi. Tristan kaku dan dia menatapku. Aku hanya bisa tersenyum kearahnya karena keputusannya adalah pilihannya.
"Apa Dean tak ingin sesuatu yang lain, aku bisa membelikannya. Misalnya edisi terbatas komik kesukaan Dean, aku bisa pergi ke Jepang untuk membelikannya," Tristan serius untuk menolak dan aku yakin itu sangat tidak nyaman karena Tristan terus saja menatapku.
"Kak Tristan punya pacar ya....?" tanya Dean sedih dia sudah tidak bersemangat seperti sebelumnya.
"Belum, hey jangan bersedih," Tristan lantas mencubit pipi Dean.
"Apa karna Dean sangat-sangat seperti babi," Dean mulai ngedrama dan Nathan langsung mengucapkan kenyataannya.
"Makanya pergi ke salon, olahraga, walau tidak perlu diet jangan terus makan, mana ada yang mau dengan bentukanmu seperti ini!" Nathan mencibir Dean.
"Sudah kukatakan jangan pernah mengolokku, aish!" Dean kesal dan dia mengambil kuenya untuk dilemparkan kearah Nathan.
Kena,
"Dean kamu benar-benar ya," Nathan hendak mengejar Dean untuk memukulnya.
"Ayolah jangan lakukan itu," tahanku agar Nathan tidak mengejar Dean lagi. Ini sudah hampir pagi dan harusnya semuanya pergi tidur.
"Kasihan, Dean ditolak. Berita bagus itu untuk disebarkan disekolah," Nathan makin menjadi dan Dean marah. Raut wajah devil itu langsung terlihat dan Dean memilih pergi mencuci tangan dan langsung menuju kamar Nathan. Tanpa mendengar apa jawaban Tristan.
......
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top