30.

Nathan mendapatkan perawatan dan memang seperti kata Dean nyatanya di depan memang ada klinik yang terdapat dokter jaga jadi tidak perlu pergi kerumahsakit. Banyak plaster yang memenuhi punggung Nathan. Sembari menunggu Nathan diobati, aku kini berdiri di balkon bersama Tristan membahas tentang apa yang terjadi.

"Seharusnya kita pulang saja," pikirku karena memang sudah tidak ada urusan lagi. Perjanjian sudah batal dan aku tidak ingin menginjakkan kakiku lagi dirumah Nathan. Walau aku sempat merasa nyaman karena interiornya dan memang karena tidak terlalu besar jadi kesan ramah terhadap pemiliknya bahkan tamu yang datang dapat aku rasakan.

"Tunggu mereka selesai dulu, setidaknya kita harus bertanggungjawab," Tristan melihatku, dia memberitahuku kalau semuanya berantakan karena ulahnya dan dia bahkan hampir membuat orang lain celaka. Mungkin kalau Nathan yang terluka lain ceritanya tapi Dean tiba-tiba datang dan aku malah mendorongnya.

"Kenapa kamu harus mendorongnya?" tanya Tristan seolah-olah aku yang paling salah. Apa dia lupa kalau kakiku terluka, aku berjalan tidak benar dan salahnya Dean saja yang tidak bisa seimbang. Itu bukan dorongan yang kuat aku hanya ingin Dean jauh-jauh dari Tristan.

"Aku tidak sengaja, dan sejak kapan kalian saling kenal?" Tanyaku kembali dan aku berbohong kalau tidak sengaja. Jujur walau itu salah, tiba-tiba mataku gelap dan melihat Dean adalah sosok pesaing dan aku tidak berfikir lebih jauh dan aku melakukan yang sekiranya yang biasa lakukan oleh pasangan untuk melindungi kekasihnya. Aku pun tidak menyangka kalau dirinya bakal sedrama itu dan harus jatuh diatas pecahan vas kaca.

"Dia pria kecil yang kumaksud kemarin yang aku bertemu dengannya dan bahkan aku pergi bersamanya, lalu apa kamu juga mengenalnya?" Tristan juga ingin tahu kenapa aku bisa mengenalnya. Hoa, secara harfiah aku memang tidak ingin mempertemukan keduanya, ya kalau keduanya tidak sependapat aku akan sangat senang tapi terlihat sekarang keduanya sangat cocok bolehkan aku menolak kalau keduanya bertemu?

Dan sekarang aku mendengar kalau Dean adalah pria kecil yang sering dibicarakan Tristan membuat rajam yang sangat nikmat membuatku malas marah dan ingin sekali tersenyum sarkas. Aku tidak kalah start aku hanya lengah.

Kenapa dunia sesempit ini, haruskah pria kecil itu harus Dean? Pria kecil yang sempat kusukai karena kupikir dia manis, penurut dan bahkan akan dipihakku. Nyatanya dia adalah orang yang berjalan berlawanan arah denganku.

Omg, aku ingin tertawa histeris sekarang.

"Apa dirumah ada masalah, Mamahmu pulang?" tanya Tristan kepadaku, dia mencurigaiku karena emosiku kurang stabil karena mamah mungkin saja kembali.

"Tidak," balasku lagi. Karena mamah tak mungkin bisa kembali. Papah sengaja mendeportasi mamah.

"Lalu kenapa kamu bertindak seperti ini. Ayolah Adam ini bukan seperti dirimu," Tristan memegang kedua tanganku ingin sekali tahu apa yang sebenarnya aku pikirkan.

"Tidak ada yang terjadi Tristan, hanya saja tadi Nathan sakit aku hanya membantu semuanya terjadi tiba-tiba dan kamu datang, apa yang harus aku coba katakan lagi agar kamu dapat mengerti," mataku mulai berkaca-kaca karena aku mulai bingung dengan apa yang kurasakan sekarang.

"Baiklah, tidak perlu menjelaskan apapun lagi," ucap Tristan pelan dan kini diapun memilih memelukku. Aku pun membalas pelukannya.

Mungkin karena cinta, orang bisa berubah menjadi monster atau akan memilih menjadi malaikat tetapi disini saat ini aku menjadi monster karena pilihanku, dan aku menyerang adikku sendiri. Aku melepas pelukan Tristan dan mundur perlahan,

"Apa papah pergi menemuimu?" tanya Tristan ingin tahu mungkin paman sengaja mendatangiku lagi untuk mengancam tapi sebenarnya akhir-akhir ini tidak ada yang mendatangiku dan itu bukan alasannya.

"Tidak," jawabku aku pun tidak ingin Tristan bertengkar lagi. Cukup banyak luka-luka pukulan yang menjadi aksesoris ditubuh Tristan aku tidak ingin menambahnya lagi.

"Aku hanya ketahuan, dan sekarang apa yang kamu lakukan disini, aku sudah bilang kan tidak usah bertemu lagi untuk sementara. Sopir memata- matai kita Tristan," aku mengacak rambutku prustasi.

"Adam, kamu kuat. Kita hanya perlu bertahan satu tahun lagi dan kita bisa pergi ke Amerika. Tinggalkan semuanya, jadi jangan bersikap bodoh dan menjatuhkan dirimu untuk Nathan," Tristan memelukku lagi dan kali ini aku tersenyum karena ternyata Tristan ada dipihakku. Aku sangat ingin pamer kepada Nathan kalau aku tidak perlu mengikuti arahan yang tidak masuk akal, 

"Kamu percaya padaku?" aku menatap matanya ingin sebuah kepastian.

"Aku percaya padamu, tetapi aku tidak suka kamu mendorong Dean seperti yang kamu lakukan. Kamu pernah bilang kamu sangat menyukainya dan ingin melindunginya karena tindakanmu tadi aku tidak yakin kamu akan baik-baik saja dengan Dean esok. Jadi berjanjilah kalau ini adalah pertama dan terakhir,"  Tristan mengusap pipiku dan aku malu dibuatnya.

"Ehem, apa kalian sedang syuting drama picisan. Ayolah....., Nathan tak akan mati hanya karena pecahan kaca. Kalau kalian ingin dia mati, ajak dia naik pesawat. Aku heran kenapa kalian bertengkar," itu Dean dia melipat tangannya di dadanya dan kini mengintimidasi kita berdua. Aku tak yakin dengan apa yang yang dia pikirkan karena Dean pun mudah meledak.

"Bisa kita makan malam urus dulu kekacauan yang kalian buat, aku sangat lapar," Dean meminta kami untuk segera membantu membersihkan rumah.

"Baiklah, aku akan membantu dan jangan buat dirimu terluka," Tristan langsung berlari kearah Dean dan kini menggandeng tangannya untuk masuk kedalam.

"Ugh," aku kesal kenapa Dean merebut Tristan dariku.

"Nathan sangat cerewet ketika aku ingin membantu," keluh Dean karena nyatanya Nathan terus saja cerewet kalau Dean pergi membantu. Takut terbentur, takut terpeleset bahkan ayolah Dean bukan bayi.

Tapi, kenapa Nathan seprotek itu kepada Dean? Kalau dia tidak ingin Dean terluka kenapa kemarin dia memukulnya bahkan Dean perlu operasi karena cideranya. Hal konyol apalagi ini yang harus aku cerna.

Aku ingin sekali menghapus semua prasangka buruk dan sifat yang kurasa sangat meresahkan. Kembali menyukai Dean dan mulai hidup dengan damai seperti sedia kala.

"Apa kamu sering kesini?" tanyaku ingin tahu karena Dean datang diwaktu yang tepat.

"Baru pertama kali juga, hanya ingin mentraktir Nathan. Tapi tak kusangka dunia yang seluas ini membuatku bertemu dengan kak Tristan kembali, dan untuk kali ini kurasa aku akan dapat piring cantiknya," jawab Dean ramah. Dan aku tak suka dengan jawabannya, kenapa Dean sangat mendambakan Tristan? Dan kenapa dia menganggap dunia sangat luas berbanding dengan yang kupikirkan bahkan dia seevoria itu.

"Kan aku bilang traktir di restoran kenapa dirumah, aish....." gerutu Nathan kini mendekat kearah kami setelah selesai mengembalikan semua yang berserakan.

"Kan di rumahmu ada restoran. Jadi sama sajakan, ayolah jangan mengeluh," cengir Dean masih sibuk dengan makan malam yang dia sengaja bawa hari ini.

"Restoran apanya, disana tertulis bar!" aku kesal, aku meninggikan suaraku memberitahu kalau dilantai bawah itu bukan restoran melainkan bar.

Dean langsung diam memikirkan tentang penjelasanku, dan kini Tristan malah memeluknya dari belakang lagi.

"Jagan didengar, Adam cuman lagi baper, dibawah itu bar bukan restoran," Tristan bicara sangat dekat dengan Dean.

Karena Tristan malah membela Dean. Aku makin muak, dan membuat selera makanku hilang.

"Iya dia sangat baperan, semalam marah-marah hanya karena aku menonton bola sama om. Hahahhahah," Dean membuat Tristan fokus dengannya.

"Iya kah, lain kali kalau dia marah sentil saja jidatnya," Tristan tersenyum kearah Dean, aku hanya melengos kesal.

"Uhuk....," aku tersedak, tidak ada yang peduli padaku untuk mengambilkan aku minum. Bahkan disana Tristan masih terus saja berbicara dengan Dean.

"Uhuk....," kedua kalinya aku memberikan kode tetapi Nathan yang malah respon.

"Makanya dikunyah dulu bukan langsung ditelan, kalau dia bukan pacarmu gak ada hak untuk cemburu," Nathan membisikkan kenyataan pahit setelah mengambilkan ku air minum dari kulkasnya. Dan sengaja memberikan air hangat untuk Dean. Sepenting itukah Dean? Aku tiba-tiba membencinya.

"Lain kali kita harus berkemah," Dean merencanakan sesuatu.

"Aku tidak setuju akan itu," Nathan langsung menolak.

"Aku menolak," balasku pasrah karena tidak ada yang pernah mengijinkan kami untuk berlibur bersama.

"Papah pasti melarangku," Tristan juga punya sejuta alasan. Karena kita tak pernah bisa pergi berlibur bersama.

"Kalau begitu akan kuyakinkan papah kak Tristan, om bahkan kamu Nathan. Ayolah kita bisa memasang tenda didepan rumahmu," Dean nyatanya hanya bergurau dan akan pergi memasang tenda didepan rumahnya Nathan dan Nathan hanya menggeleng mendengar pengakuan Dean.

"Tunggu, aku masih tidak menyangka kalau ternyata Dean adeknya Adam, pantesan Adam gak mau ngenalin dari kemarin-kemarin. Ternyata adeknya memang semanis ini," Tristan mencubit pipi Dean gemas.

"Ayolah dia hanya babi jangan memesar-besarkannya," suara Nathan menggema dan dia mewakilkan perasaanku sekarang.

"Sudah kubilang tidak ada babi semanis ini, jadi jangan pernah mengolokku," Dean kesal dan kini Tristan malah makin gemas melihat tingkah Dean. Dia bahkan melirik Nathan seolah-olah meminta agar menghentikan ulahnya untuk menindas Dean.

"Cepat makan, nanti keburu dingin!' paksa Dean agar lekas makan sebelum masakannya dingin. Padahal sedari tadi dialah yang terus makan sampai hampir lupa untuk bernafas.

........

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top