26.

Dean pov,

Pagi ku yang indah mataharipun bersinar sangat cerah, aku pergi kesekolah dengan riang. Semalam aku begadang karena ibu memaksa, tim nya pun tidak seru dan berakhir 0:0 merasa rugi karena harus menontonnya. Mungkin perasaan ini juga dirasa Adam karena tadi pagi diapun sampai bangun terlambat.

"Masih ingin bertengkar?" tanyaku pada Adam aku hendak masuk kedalam mobilku.

"Aku lelah," keluhnya dan diapun memilih mengabaikanku dan masuk kedalam mobilnya. Tetapi aku tidak diam saja dan kini kembali mengusiknya.

"Diputus pacarmu kah?" aku ingin terus membuatnya kesal.

"Iya, puas kamu!" lantas Adam meminta sopirnya untuk segera melajukan mobil dan mengabaikanku.

"Yakkk," teriakku kesal tapi percumah Adam sudah pergi jauh.

........

Kini aku kembali ke sekolah masih dengan perasaan riang, detik-detik ujian sudah didepan mata dan aku pun tidak bisa mengabaikannya. Mulai hari ini disekolah akan terus melakukan ujian pelatihan agar saat ujian mendatang bisa lebih baik untuk mengerjakannya. Dan pihak sekolahpun sudah mulai melakukan penilaian untuk mengisi nilai raport. Waktu panjang yang kubayangkan nyatanya meleset jauh sekarang serasa aku tidak bisa bermalas-malasan lagi.

Untuk kelas kami dijam pelajaran akhir akan diadakan ujian praktek penjaskes jadi kami sekarang sudah berkumpul di kolam renang yang kebetulan sekolah punya. Walau begitu tetap saja aku murid yang nol dalam prakteknya disemua bidang olahraga. Dulu ayah juga meminta ijin resmi jadi guru pun tidak bisa memaksaku.

Pelajaran yang paling menyebalkan saat penjaskes adalah pengambilan nilai untuk berenang. Jelas aku tidak bisa berbuat apa-apa disana. Aku tidak pernah mencobanya dan memang aku tidak bisa sama sekali untuk berenang. Melihat air pun aku terlalu malas untuk membuat diriku basah.

Pritt

Guru penjaskes memanggilku,

"Iya pak," aku mendekat dan mungkin untuk nilaiku. Hampir semua olahraga berat yang harusnya diambil nilai aku hindari karena guru pun tidak mau mengambil resiko. Jadi untuk pilihan terakhir sebelum ujian kelulusan guru mengharuskanku untuk berendam saja di kolam selama satu jam agar aku punya nilai rata-rata. Dan teman-teman tidak merasa aku mendapatkan nilai tanpa berbuat apa-apa.

"Dean berendam saja dipinggir dan jangan lupa pegangan. Bapak akan nilai teman-teman yang lain," guru memutuskan apa yang harus kulakukan jadi aku mengiyakan saja yang disuruh guru. Aku mulai dengan turun dipinggiran dan berdiri disana. Kolam satu meter itu tidak membuatku kesulitan jadi aku memilih melipat tanganku dan meletakkan kepalaku disana. Spontan sedikit demi sedikit kakiku memang terangkat tetapi itu bukan berarti aku bisa berenang. Aku masih menahannya agar menapak dilantai kolam. Aku ketakutan karena bisa saja aku terpeleset dan tenggelam. Tapi nyatanya waktu satu jam itu tidak terlalu mengerikan karena guru sudah meniup kembali peluitnya.

Prittt

"Pergilah bersih-bersih jam pelajaran selesai," guru memberi pengumuman dan kini teman-temanku berhamburan untuk pergi kekamar mandi.

"Dean, perlu bapak bantu?" tanya guru karena aku juga harus lekas meninggalkan kolam.

"Aku bisa sendiri pak," aku memberitahu kalau aku bisa pergi naik sendiri. Guru pun tersenyum kearahku dan meninggalkan area kolam renang sekolah. Aku melihat sekeliling sangat sepi jadi kuputuskan untuk naik. Tapi saat berusaha untuk mengambil pegangan agar aku bisa naik Mei sengaja mendorongku.

"Apa yang kamu lakukan?" tanyaku mulai panik karena peganganku lepas dan rasanya kakiku tidak menapak dilantai dasar.

Sst

Mei lantas memegang tanganku, aku langsung memegang erat tangannya. Mei membantuku naik membuatku merasa pertemanan kita bisa diselamatkan.

"Mei, kita pulang duluan," teman-teman yang lain kini melambai kearahnya.

"Iya hati hati," Mei sangat riang dan teman-teman tak ada yang merasa curiga karena aku sudah naik dan disana kolam menjadi sangat sepi, hari ini jam pelajaran penjaskes ada di jam terakhir dan tidak ada lagi yang berkeliaran dikolam. Sesaat setelah memastikan tidak ada yang melihat Mei mendorongku lagi untuk masuk ke dalam air. Jelas aku merasa panik karena memang aku tidak bisa berenang. Lagi-lagi Mei sedang mengujiku dan dia memegang tanganku tapi tidak  untuk menolongku. Dia melihatku dengan tatapan sedih. Aku ingin saja menariknya agar dia ikut masuk kolam, tetapi aku sudah tidak punya kekuatan untuk itu.

"Seharusnya saat ku peringatkan jangan kembali kamu harusnya menurut saja," Mei menenggelamkan kepalaku lagi dan lagi. Aku sudah kehabisan nafas dan rasanya semua air masuk kedalam telingaku hidung bahkan mulutku. Aku sudah tidak punya kekuatan lagi untuk meminta tolong.

Rasa panik yang awalnya aku terima kini aku malah merasakan nyaman. Aku mulai memenuhi isi perutku dengan air, perlahan aku melepaskan peganganku kepada Mei. Tubuhku melayang dan aku sempat melihat cahaya samar memantul didalam kolam sebelum aku menutup mata.

Indah...

.....

Aku membuka mataku yang kulihat hanya plafon putih dan korden yang menari-nari diatasku karena terpaan angin. Aku melihat sekeliling dan aku seperti tahu tempat yang kutinggali.

"Apa aku sudah mati," ucapku lirih sedikit bercanda dan aku berusaha bangun. Tenggorokkanku perih dan aku ingin minum.

"Hey, apa yang kamu lakukan?" tanya Nathan yang nyatanya dia sedari tadi ada disampingku.

"Aku yang harusnya tanya, apa yang kamu lakukan disini?" aku bertanya balik karena Nathan suka sekali membuat pertanyaan yang membuatku kesulitan untuk memikirkan jawabannya.

"Tahu begini aku tidak menolongmu,"  Nathan mulai marah dan ingin pergi meninggalkanku dan kulihat dia masih dalam keadaan basah.

"Kalau tidak mau tidak perlu ditolong, sebelum pergi ambilkan aku minum!' perintahku karena aku tak ada daya untuk mengambilnya sendiri.

"Aish," Nathan ingin meninggalkanku tetapi sepertinya dia tidak tega dan kinin mengambilkan air minum untukku.

"Perlahan minumnya," Nathan peduli denganku tetapi yang kurasakan malah sebaliknya. Aku terlalu sering mencurigai orang-orang yang ada disekitarku.

"Terimakasih," balasku tulus dan kini aku hendak menaruh gelasnya tapi aku merasa kesulitan dan Nathan lagi-lagi membantuku.

"Mei dikeluarkan dari sekolah hari ini karena itu kamu tidak perlu khawatir kalau ada yang akan mencoba mencelaikaimu. Pihak sekolah memutuskan itu daripada masalah merembet dan sekolah akan menerima sanksi," Nathan memberitahu apa yang terjadi kepada Mei atas perbuatannya hari ini.

"Tapi aku tidak mati seharusnya pihak sekolah tidak perlu sekejam itu, mungkin dia sedang bercanda," pikirku.

"Iya bercandanya ngawur, apa perlu memakan korban dulu baru dihukum. Sudah lah aku pulang dulu. Aku tidak mau terkena flue, sopir sudah menunggumu diluar," Nathan memberitahuku, nyatanya dia sangat peduli. Kalau dia tidak lewat kolam mungkin aku sudah tamat.

"Terimakasih Nathan, aku akan mentraktirmu lain kali," aku tersenyum kearahnya dan aku berniat untuk mentraktir sebagai tanda terimakasihku.

"Traktir direstoran mahal jangan hanya makan mie," pinta Nathan dan dia kini memilih mengambil tasnya serta kunci montornya.

"Baiklah apapun itu," aku tersenyum kearahnya dan dia kini memilih untuk meninggalkanku.

"Den dean baik-baik saja, perlu memanggil nyonya sama tuan besar?" tanya sopir dan kurasa itu jelas tidak perlu. Toh aku harus pergi kerumahsakit dengan ibu hari ini.

'Kita kerumahsakit saja," pintaku dan sopir membantuku untuk membawakan tasku.

......

Dokter memeriksaku, dan karena ibu langsung membawaku kedokter spesialis saraf ibu langsung mendapatkan hasilnya.

"Tinnitus," dr langsung memberikan diagnosisnya.

"Karena Dean pernah mengalami benturan yang sangat keras diarea kepala, disana ada sedikit ruam yang mengakibatkan terdengar dentuman atau bahkan suara yang melengking," dokter memberitahu hasilnya tetapi ibu masih ingin pemeriksaan lebih lanjut. Padahal sudah jelas aku tidak apa-apa.

"Istirahat yang cukup, kalau tiba-tiba merasa pusing dan telinga berdenging lagi Dean harus lekas duduk agar tidak jatuh, jangan berenang dulu agar air tidak masuk kedalam telinga. Kalau masih berdengung lagi dan Dean sangat kesakitan minta ibumu untuk pergi memeriksakan lagi," dokter tidak meresepkanku obat karena memang aku sedang diet obat-obatan. Terlihat sekali ibu sedang eksperimen kepadaku. Sejatinya seseorang yang punya penyakit seperti aku akan menerima suntikan setiap minggu nya untuk menambah kadar plasma dalam darah. Tetapi sampai sekarang aku belum menerima suntikan apapun. Tetapi dengan janji harus rutin memeriksakan diri bahkan tidak boleh mengabaikan makanan yang harus diperhatikan.

"Apa tadi Dean berenang?" tanya dokter dan membuat ibu ragu. Aku pergi berolahraga disekolah. Dan ibu tidak tahu kalau aku tidak bisa berenang.

"Hanya berendam saja untuk mengambil nilai," jawabku dan dokter memaklumi karena ada air yang masuk. Tapi selebihnya bukan itu, aku sangat sering menjatuhkan air di wajahku setiap kali aku mandi dan itu tidak sebentar bahkan aku bisa berjam-jam disana. Awalnya kupikir itu menghilangkan stress karena kepalaku merasa dingin tetapi nyatanya menimbulkan masalah baru.

#Tinnitus merupakan suatu gejala, bukan penyakit. Seseorang dengan gangguan tinnitus akan mendengar suara yang tidak disebabkan oleh sumber suara di luar tubuh manusia.

Sering kali hal ini bersifat subyektif. Artinya, suara-suara tersebut hanya dapat didengar oleh si penderita. Walaupun sangat jarang, tinnitus bisa bersifat obyektif, yaitu suara yang timbul dapat didengar pula oleh orang lain selain penderita.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top