22.
Aku tidak menyangka Tristan bakalan tidur sepulas itu sampai-sampai dernyit desahan dikamar samping tidak mengganggunya aku saja yang mendengarnya merasa jengah. Dan kini aku menarik selimut yang ada dan pergi menyelimuti dirinya. Karena Tristan terlihat sangat polos aku tidak akan melewatkan untuk memotretnya, siapa tahu aku bisa menggunakannya untuk memerasnya. Aku ingat aku membawa bekal makanan di dalam tasku dan kini aku menaruhnya diatas meja kecil disampingnya. Aku menaruh sandwich serta susu hangat yang kupunya dan menuliskan sebuah note agar dia tidak merasa khawatir.
Dean pergi dulu ya kak, sudah waktunya pulang dan aku ada janji untuk menonton bola dengan om.
Aku keluar kamar dan hendak memanggil taxi saja untuk menghabiskan waktu yang tersisa sebelum aku kembali kerumah.
"Ketaman depan pak,"pintaku kepada sopir taxi dan dia mengiyakan dan melajukan mobilnya. Sekarang sudah waktunya jam istirahat disekolah dan tiba-tiba Nathan menelponku. Sejak kapan dia respect terhadapku.
"Hey, ada apa denganmu?" Tanyanya diseberang telpon, bertanya tapi aku tidak bisa mengolah kata-katanya.
"Tidak ada apa-apa, kenapa?" Aku bertanya kembali karena aku tidak mengerti dengan apa yang dia bicarakan.
"Orang rumah bilang kamu pergi ke sekolah tapi disekolah kamu tidak ada. Apa kamu berada disuatu tempat, digudang maksudnya," Nathan terus mengoceh tiada henti, mungkin dia berfikir aku berada didalam kesulitan dan masih dirisak oleh teman-temanku.
"Aku ada di taman kota, kenapa kamu repot-repot harus bertanya kepada orang rumah, dasar!!' Aku kesal karena ulah Nathan, kalau dia bertanya kepada orang rumah jelas disana pasti ada keributan karena aku ketahuan bolos.
"Dasar kurang kerjaan," pikirku dalam hati Nathan memang sedang mencari masalah denganku.
"Ya habisnya kamu tidak pergi ke sekolah bahkan Mei juga absen, Sea juga. Sebenarnya ada apa dengan kalian?" Nathan seolah ingin tahu, tapi kenapa harus bertanya kepadaku. Kenapa tidak bertanya saja kepada Mei yang jelas pernah membayarnya mahal.
"Kenapa kamu jadi ikut campur dengan keberadaanku. Apa kamu mulai menyukaiku?" ledekku karena ku tahu Nathan itu memang suka dengan seorang pria.
"Kalaupun didunia hanya ada kamu tidak akan kuputuskan untuk memilihmu. Aku masih punya mata untuk melihat mana yang bagus dan mana yang seperti babi," dia sengaja meledekku. Ya aku memang sangat berlemak tetapi kenapa harus disamakan dengan babi. Sungguh menjengkelkan.
"Yakkk, itu termasuk tindak kejahatan Nathan. Aku tidak pernah mengolokmu ya," aku geram dan hendak menutup ponselku saja. Berbicara dengannya hanya akan merusak mood ku dan memang tidak ada faedahnya sama sekali.
"Karena aku memang sempurna, keren, tajir, pergi dengan montor. Kurang apa coba?" Dia sedang membanggakan diri. Aku kini hanya memutar bola mataku malas.
"Aku akan menutup ponselku. Batrei habis," bohongku tapi lagi-lagi Nathan menahanku.
"Aku akan menemuimu dan jangan menghilang," Nathan langsung menutup sebelah pihak tanpa permisi. Siapa dia harus bersikap seperti itu kepadaku. Kenapa juga dia harus repot menemuiku disini.
Aku melirik kekiri dan kekanan karena bukan hari libur taman terasa sepi. Dan aku sempat melihat wastafel yang ada disamping tempat dudukku. Memikirkan hari ini yang sudah kulakukan adalah sebuah dosa besar. Dan kini tiba-tiba aku penasaran dengan akun sosial media Sea. Tidak ada yang salah menurutku. Dia terlihat baik-baik saja. Tersenyum lebar dan menunjukkan kesemuanya kalau dia adalah orang yang paling bahagia. Setahuku Sea pun tinggal diapartemen yang bagus. Karna itu aku tidak pernah berfikir kalau Sea itu ternyata anak dari sopir yang dipekerjakan si om.
"Aishhh....," aku merasa prustasi tiba-tiba dan kini memilih menutup ponselku dan memikirkan apa yang akan kujelaskan karena pergi bolos hari ini. Aku berjalan kearah wastafel yang sempat aku lihat. Aku menyalakan kran disana dan sengaja menaruh kepalaku dibawahnya. Guyuran air segar membasahi kepalaku dan aku melakukannya dengan sangat lama. Mungkin ini tidak seperti shower yang kupunya dikamar mandi dirumah jadi aku perlu sedikit waktu untuk merasa sedikit lebih baik.
Aku masih setia mengatur kepalaku. Dan kini seseorang menarikku.
"Apa kau sudah gila!!' Nathan nyatanya datang dan kini menarikku kekuar dan memintaku duduk dikursi. Dia melepaskan jaketnya dan kini menyeka rambutku yang basah.
"Kamu bisa masuk angin. Dasar bodoh,"dia mengumpatiku lagi. Tadi babi sekarang dia meneriakiku dengan sebutan bodoh.
"Apa kau menyukaiku, kenapa harus mengolokku," aku memikirkan tentang adegan benci jadi cinta.
"Hahahah, kenapa kamu jadi terobsesi denganku. Jangan-jangan," Nathan tersenyum menyelidik kearahku sembari menyilangkan tangannya.
"Jangan-jangan aku sudah gila berfikir aku aku akan menyukaimu. Hahahhaha," aku tertawa garing dan melempar jaket itu kearahnya.
"Apa yang sedang kamu lakukan disini, lupa kalau sebentar lagi ujian akhir," aku menngingatkannya kalau Nathan bukan orang yang harus bersantai disituasi seperti ini.
"Aku tahu, hari ini hanya ingin menemuimu," ucapnya dan aku langsung merasa bergidik setelah mendengar ucapannya.
"Ngomong-ngomong siapa orang rumah yang kamu hubungi?" tanyaku karena Nathan sangat usil.
"Kakakmu, aku mendapatkan nomernya karena dia sempat melabrakku karena memukulmu." Nathan memberitahu siapa yang dia hubungi tadi. Untung Adam, kalau yang lain bisa repot urusannya.
"Adam melabrakmu," aku tidak yakin tentang itu. Pria yang lemah lembut itu bisa marah juga ternyata.
"Iya, rese kan. Tapi aku sudah bilang kepadanya kalau dia tidak perlu khawatir tentang keberadaanmu," Nathan memberitahuku, aku mulai curiga dengan apa yang dilakukan keduanya, kenapa juga harus bekerja sama untuk mencariku.
"Jangan goda Adam, aku akan membuat perhitungan kalau sampai terjadi," ancamku karena aku tidak mau Adam terlibat dengan pria seperti Nathan.
"Hahahhaha, apaan sich. Kenapa aku harus takut dengan ancamanmu. Kalau Adam mau kamu harus setuju," ternyata Nathan serius dengan apa yang kutakutkan.
"Yak....,"spontan aku memukulkan tanganku kearahnya. Bisa-bisanya Nathan bisa sesantai itu.
"Kenapa kamu memukulku, hey tanganmu terasa seperti beton penyagga gedung pencakar langit," lagi-lagi Nathan mencibirku.
"Baiklah aku bisa menendangmu dan rasanya seperti dua kali lipat beton gedung pencakar langit yang kamu bicarakan tadi," aku siap-siap berdiri dan kini sengaja menendang kearahnya.
"Jangan bercanda," dia meledekku bahkan menahan kakiku membuatku harus berdiri dengan satu kaki.
"Aku lapar, kita pergi makan. Aku traktir," ajak Nathan tiba-tiba. Apa dia baru kesurupan? Sehingga tingkahnya sangat aneh.
"Oho, pergi ngajak makan dengan uang hasil memukul orang. Parahnya orang yang ditraktir adalah orang yang dipukul. Sungguh terlalu kamu Nathan, " balasku.
"Ya ampun uangnya pun sudah habis, kamu pikir aku tidak punya uang yang lain. Kalau kamu tidak mau aku yang traktir jadi traktir aku," lantas Nathan langsung menyeretku untuk pergi ke kedai mie yang ada didepan taman.
Ini lah yang dinamakan apes berkepanjangan. Aku berakhir membelikan makan siang untuk Nathan.
"Baiklah kamu tidak usah makan biar terlihat agak kurusan dikit, " cengir Nathan dan memang dia berniat mengambil mie yang kupunya. Padahal Nathan sudah hampir habis dua mangkuk dan dia masih saja menginginkan punyaku.
"Aku juga perlu energi untuk memukulmu, " balasku dan menahan Nathan untuk mengambil mieku.
"Dasar babi," umpatku kearahnya yang makan tidak ada aturan.
"Gak ada babi sesexi ini, jadi simpan kata-katamu itu untuk dirimu sendiri," Nathan masih tidak mau kalah dengan perdebatan ambigu ini dan kini aku memilih segera menyelesaikan makan siangku dan pergi meningalkannya.
.......
Sopir menelponku karena waktunya aku harus diantarkan pulang. Karena aku tidak mau menyulitkan sopir jadi aku kini menurutinya untuk pulang. Dan meminta untuk menjemputku di kedai mie depan taman.
"Aku pulang," aku kini meninggalkan Nathan yang masih menyelesaikan mie nya. Dan memang dia terlihat seperti tidak makan satu tahun, menyerbu mie punyaku yang tidak bisa kuhabiskan.
"Hati-hati dijalan," cengirnya karena dia dapat makan gratis hari ini.
"Argggh," gumamku dalam hati dan kini aku keluar dari kedai mie.
..,...
Aku memilih diam dan tidak bertanya apapun. Bahkan sopir juga bersikap sama. Sampai akhirnya gerbang besar dirumah terbuka. Aku tidak mendapati Adam ada dirumah. Kutahu dia selalu pergi les setelah pelajaran disekolahnya usai. Entah dia mau jadi apa sehingga harus pergi belajar segiat itu.
Setelah aku mengganti baju aku mengambil bola baksketku dan pergi menuju lapangan basket yang baru dibuat untukku. Mendriblle bola dan kumasukkan. Terik panas disiang hari tidak serta merta membuatku ragu untuk bermain.
"Den Dean minumnya," panggil maid dan menaruh jus dingin disamping sungai buatan, ada tempat duduk untuk bersantai.
"Bawa kembali mbk, aku tidak suka minuman dingin," pintaku daripada mubazir. Aku kini menoleh diarea parkir rumah ada seseorang yang pulang lebih awal.
"Tapi panas den, mbk ambilin air putih saja ya," mbknya takut ditegor karena mengabaikanku dan kini kembali masuk kedalam untuk mengambilkan aku air minum. Aku masih sibuk dengan bolaku sampai akhirnya suara berat terdengar.
"Mau bermain dengan papah?" si om yang ternyata pulang lebih awal. Dia kini melipat bajunya dan meminta aku melempar bola kearahnya.
"Bisa bermain?" tanyaku.
"Sedikit bolehlah, kalau papah yang menang papah yang akan pertama memilih tim yang bertanding malam nanti," si om ingin mendapatkan tim yang paling tangguh.
"Baiklah," aku mengiyakan dan kini melempar bola.
Siang yang terik kini berganti dengan suasana sore yang mulai redup. Dan kita masih bermain aku tidak mau kalah dan masih berjuang untuk mengalahkan si om yang ternyata punya stamina yang besar.
Dan akhirnya akupun menyerah dan si om yang menang. Aku merebahkan tubuhku diatas lantai lapangan yang terasa hangat dan si om masih berdiri sembari menatapku.
"Besok kita bisa bertanding lagi," si om berbicara padaku dan berencana untuk terus menjadi dekat denganku.
"Apa tidak bekerja. Tidak harus pulang seawal ini," pintaku karena aku tidak menginginkan rasa belah kasihan darinya.
"Hahha, sebenarnya papah akan selalu pulang lebih awal kalau ada yang menunggu papah dirumah. Jam segini Adam masih pergi les dan ibumu akan pulang sebelum makan malam kalau tidak ada emergency bahkan bisa saja tidak pulang," keluh si om ternyata dia merasa kesepian juga.
"Baiklah besok kita bertanding lagi dan jangan harap Dean akan mengalah," aku berdiri dan meninggalkan lapangan, aku ingin segera membersihkan diri.
.......
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top