2.

"Wanita itu ibuku, tetap akan menjadi ibuku karena tidak ada yang namanya mantan ibu. Seberapa benci akan dirinya tetapi tetaplah dia kesakitan saat aku berada dalam bagian tubuhnya. Aku mencintainya terlepas apa yang dia lakukan kepadaku." Aku meyakinkan kepada diriku tentang apa yang harus aku lakukan sekarang. Dia meronta dan memohon dikaki ayahku ingin memintaku pergi bersamanya. Ibu mulai membicarakan kelemahan ayahku yang tidak pernah ingin ku dengar.

"Aku tak mau Dean dalam lingkungan yang buruk. Bagaimana bila dia melihat apa yang sering kamu lakukan."Ibu berteriak didepan ayahku seolah dia tahu apa yang selalu dilakukan ayahku. Apa dia terlalu buruk karena terus bersamaku, menemaniku disepanjang harinya, tersenyum kepadaku dan kenapa ibu harus menanyakan tentang keburukan yang ayah sembunyikan kepadaku. Kalau sudah tidak suka pergilah kenapa harus sengaja merobek luka disana.

.......

Aku mendengar seseorang menekan kode sandi rumah, aku yakin itu ibu dan ayahku yang masuk kedalam rumah bersamaan. Ibu buru-buru melepas sepatunya dan ingin segera memberiku hadiah yang dibicarakannya tadi.

"Sepatu baru, apa Dean suka?"Tanya ibuku setelah aku membuka kotak sepatu itu. Disana jelas tidak ada komentar buruk karena itu keluaran terbaru dengan merek terkenal.

"Coba didalam kamar ya...."Ibu seolah mengusirku untuk bercerita kebahagiaan kepada ayahku karna aku mendapat sepatu baru. Akupun menurutinya dan melupakan hal yang sebenarnya aku inginkan hari ini. Hanya makan malam bersama. Apa itu sungguh menyulitkannya?

Mereka nyatanya bertengkar lagi, walau suaranya samar karena ayah tidak ingin memperlihatkan kalau dirinya tidak becus menjaga keluarganya tapi aku tahu ayah hanya ingin menjaga perasaanku. Ayah tidak mengumpat dan main kasar kepada ibuku yang dilakukannya hanya mengiyakan apa yang diminta ibu. Tapi benar cinta kadang bisa berubah seiring berjalannya waktu dan ibuku memilih menyerah daripada berusaha mempertahankannya. Ibu memilih menikah lagi dan kini berniat membawaku pergi bersamanya.

"Baiklah kalau itu maumu. Aku akan bicara kepada Dean.'Ayah setuju tanpa bertanya dulu kepadaku. Jelas aku akan menolaknya. Kenapa aku harus pergi dengan ibu bahkan aku harus berusaha dikeluarga barunya. Lebih baik aku disini masih dengan perasaan nyaman. Sebab aku lupa kehangatan seperti apa yang pernah ibuku berikan padaku.

"Ya...karna itu lebih baik daipada Dean terus disini karena kebusukan tidak akan bertahan lama."Ibuku mengumpat dan dia terdengar sangat kasar. Aku mendengarnya dibalik pintu kamarku. Sepatu yang kucoba kini aku buka kembali dan aku ingin keluar dan menghentikan perdebatan mereka. Karena makin lama ibu akan mengungkit semuanya. Sama seperti nenek yang pernah mengumbar semua aib ayah. Menyindir tentang pekerjaan ayah yang memang jauh dari kesan mewah. Dan aku membenarkan hal itu, perlu menabung untuk sekedar ingin membeli sepatu. Tapi itu tidak menyedihkan setidaknya aku tidak pernah merasakan kakiku dingin karena sepatuku berlubang.

Kalau saja tidak ada aku dulu mungkin ayah akan melanjutkan studynya dan akan lebih baik dalam pekerjaannya. Ibu tidak perlu mengorbankan masa mudanya hanya untuk aku yang perlu diurus waktu itu. Jadi.......

"Akulah sumber masalah disini."Aku membuka pintu kamarku dan tanganku mengepal karena aku benar-benar kesal. Kalau memang aku penghambat kenapa dulu kalian menyanyangiku.

"Dean, maafkan ayah." Ayah meminta maaf dengan mata yang penuh nanar disana. Aku tak sanggup melihatnya rapuh seperti itu. Masih banyak cinta dalam dirinya yang akan selalu diberikan untuk ibu. Tetapi itu sia-sia kalau cinta itu akhirnya bertepuk sebelah tangan.

"Inilah dirimu. Dean adalah alasannya untuk terus menahanku pergi. Aku sudah tak tahan dan aku akan membawa Dean. Jadi jangan berakting didepan Dean."Ibu meninggikan suaranya karena kesal. Mungkin dia cukup bersabar untuk terus menjadi keluarga yang utuh. Aku hanya tak tahu untuk apa mereka bertahan. Apakah lagi lagi untuk diriku?

"Itu lebih baik untuk Dean karena tak perlu melihat kebohongan yang kamu perankan. Kita bukan anak kecil lagi yang harus berpura-pura main rumah -rumahan. Ayolah...."Ibu serius dengan perkataannya, dia terlalu menyakiti hati ayah. Dan kini ibu serius untuk meninggalkan ayah.

"Baik....aku akan...."Ayah akhirnya ingin memutuskan apa yang yang ingin ibuku dengar tetapi aku buru buru keluar kamar untuk menahannya.

"Aku tak mau ayah dan ibu pisah. Aku akan diam dan tidak akan mempermasalahkannya. Jika ibu ingin pergi dengan om itu tidak apa. Tapi jangan tinggalkan ayah."Aku menangis disana. Aku tak tahu apa yang ku ucapkan benar atau salah. Egois atau tidak bahkan aku tidak tahu kalau memaksa orang untuk saling menyukai itu juga sebuah kejahatan.

"Dean....."Ibu menatapku dengan derai airmata itu. Akhirnya aku menyadari apa yang dimaksud ibuku  kenapa aku tidak boleh tinggal terlalu lama dengan ayah. Karena aku sangat menyukai ayahku. Dan aku akan lantang mengucapkannya. Aku sangat menyukai ayah, sangat-sangat menyukainya.

"Dean......."Ibu berjalan kerahku tetapi aku bertindak dan menghempas tangan itu. Aku berlari  mengambil sepatuku dan pergi keluar.

"Ini yang tak pernah kuinginkan. Kalau kamu menjaga sikapmu dan pergi diam-diam, Dean pasti tidak akan tahu."Suara ayah yang kudengar saat terakhir saat aku menutup pintu.

Aku berlari sekuat tenaga karena kutahu ayah mengejarku jauh dibelakang. Aku masih berlari menyusuri gang tikus agar ayah tidak dapat mengejarku dan akhirnya aku sampai disebuah gedung tua. Karena hari sudah malam jadi ayah kesulitan untuk mengejarku.

Aku menangis sendirian. Aku terluka bagaimana anak 15 thn yang tengah mencari tahu dia akan seperti apa nantinya harus menerima ini semua. Apa yang harus aku lakukan?.

Aku terus menangis sampai seseorang menepuk bahuku.

"Apa kamu terluka?"Suaranya tidak terlalu berat jadi bisa kupastikan dia seumuran denganku.

"Tidak....."Balasku dan aku masih saja menangis. Aku tidak terluka secara fisik tapi hatiku sungguh butuh pertolongan.

"Hey, menangis disini tidak baik. Kamu harus berhenti menangis. Kalau tidak penghuni gedung kosong dibelakangmu akan mengahantuimu. Huaaaa...."Dia meledekku karena aku terus menangis. Karena dia terus membuatku tertawa akhirnya aku benar-benar berhenti menangis. Bukan karena aku takut hantu tapi karena pria didepanku terdengar manis karena penglihatan tidak didukung dalam keadaan gelap disana. Dia terus bicara sembari memberikan sapu tangannya.

"Aku tidak takut hantu."Balasku dan aku mengusap airmataku. Aku tidak takut hantu karena aku sangat suka menonton film horor itu bahkan aku juga mengoleksi seri komik-komik bergenre horor bahkan thriller. Jadi saat melihat pria kecil itu semangat untuk menakut-nakutiku aku malah tertawa disana.

"Ok baiklah. Jadi kamu tidak perlu menangis lagi. Oh, iya aku harus segera kembali ibuku menungguku."Dia langsung pergi dan menghilang dalam gelap. Aku belum sempat memperkenalkan diriku, berterimakasih bahkan bertanya siapa namanya tapi dia seolah dikirim untuk membuatku tersenyum dan kini aku hanya bisa melihat sapu tangan miliknya. Dan aku kini teringat ibuku.

"Benar....ibu pasti menungguku karena khawatir."Gumamku dalam hati dan aku menyimpan sapu tangan itu. Aku putuskan untuk kembali kerumah. Aku tidak boleh egois dan membenci semuanya. Kalaupun tidak bisa diperbaiki aku ingin mereka tersenyum kearahku.

.....

Aku berjalan pelan meninggalkan gedung kosong itu. Setelah melangkah beberapa meter ayah menemukanku.

"Dean......"Panggil ayah dan langsung berlari untuk memelukku.

"Akhirnya ayah menemukanmu. Maafkan ayah ya....maafkan ayah."Ayah memelukku dengan erat dan terus meminta maaf.

"Ayah tidak salah. Jadi ayah tidak perlu meminta maaf."Ucapku sambil menghapus airmata itu. Untuk pertama kalinya aku melihat ayah menangis didepanku.

"Kita pulang. Ibu menunggumu dia sangat khawatir."Ayah memberitahuku dan kini Ayah menawarkan punggungnya untuk membawaku pulang. Aku lelah dan juga lapar dan kini aku menangis lagi dibalik punggung ayah.

"Dean itu jagoan jadi tidak boleh menangis didepan wanita. Hapus airmatamu dan tersenyumlah didepan ibu."Pesan ayah yang selalu dia katakan padaku. Tidak boleh menangis didepan wanita.

.......

Kita akhirnya sampai dirumah. Dilema yang harus aku terima kini bertambah. Nyatanya ibu sudah menenteng koper disana.

"Ibu sudah mengemasi barang-barangmu jadi kita bisa langsung pindah."Suara ibu tegas dan benar disana sudah ada koperku yang entah isinya benar apa yang harus aku bawa atau tidak.

Aku hanya diam. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Lantas ayah menggandeng tanganku untuk masuk kedalam kamarku. Ayah seolah ingin berbicara kepadaku soal apa yang diminta ibuku.

Semoga ayah memintaku untuk tinggal.

"Ayah akan mengemasi apa yang biasa kamu pakai dan ayah akan mengirimkannya. Jadi pergilah dengan ibumu dulu."Ayah membuatku patah hati. Beliau mendorongku untuk ikut bersama ibu. Dengan orang yang sama sekali jarang aku ajak mengobrol setelah aku pulang sekolah. Ibu yang tak pernah bertanya apa yang kumau bahkan ibu yang tidak pernah menghadiri acara disekolah.

"Tapi ayah, Dean ingin sama ayah...hiks hiks...."Aku menangis lagi. Dan besok sudah dipastikan mataku akan bengkak parah.

"Ayolah, jagoan ayah harus menjaga ibu. Jadi ikutlah bersama ibu, dan selesai kan misi untuk melindungi ibu. Kalau om tadi memukul ibu kamu harus balas. Kalau ibu menangis bawa ibu pulang. Ayah akan setia menunggu kalian."Ayah mengusap pipiku dan menepuk pundakku. Seakan ayah telah mengirimku kedalam misi khusus untuk melindungi ibu.

"Tapi kalau ayah bisa melindungi ibu kenapa melepaskannya?"Tanyaku yang tak punya perasaan.

"Karena ayah sangat mencintaimu ibu dan tak mau ibu terus bersedih kalau sama ayah. Jadi.....Dean harus ikut ibu dan jalankan misi ayah."Ayah mencubit hidungku agar aku serius dalam menjalankan misi itu.

"Baiklah aku akan pergi dengan ibu. Tapi ayah....?"Aku tidak ingin jauh dari ayah. Aku kini memeluk nya.

"Ayah akan sering menelponmu jadi tidak perlu khawatir Dean."Ayah kini berjalan keluar kamarku. Punggungnya rapuh dan beliau ingin memberiku waktu untuk berfikir.

"Apa yang harus aku lakukan Tuhan....."Aku membanting tubuhku dalam kasurku. Aku tidak bisa berteriak atau sekedar mengumpat disana. Sampai akhirnya aku mengambil keputusan yang membawa perubahan besar dalam hidupku.

"Dean...."Ibu menatapku. Beliau sedang duduk dikursi meja makan dan ayah duduk di sofa ruang tv. Suasana rumah sangat dingin.

"Aku akan pergi dengan ibu."Ucapku dan ibu sungguh senang mendengarnya dan kini ayah berjalan kearah ku.

"Tidak boleh menangis jagoan ayah."Ayah memelukku dan kini memberikan sebuah kado untukku.

"Bukalah saat sampai."Pesan ayah dan kini aku harus menyimpannya dulu untuk menghormati pesan ayah.

"Makan yang baik ayah dan sering-seringlah menelponku."Pintaku dan kini masih memeluk ayah.

"Kita pergi sekarang?!'Pinta ibu dan ibu kini menarik koper itu untuk keluar rumah. Tidak mengucapkan sepatah katapun untuk ayah dan hanya terlihat senyuman manis seolah ibu terbebas dari semuanya.

"Ayah...."Panggilku lagi sebelum aku pergi untuk mengambil sepatu.

"Iya Dean."Balas ayah dan ayah masih dengan wajah yang penuh kesabaran tidak memperlihatkan sisi rapuhnya kepadaku.

"Aku sungguh sungguh menyayangi ayah....."Ucapku tulus dan aku memelukknya lagi sebelum akhirnya aku mengambil sepatuku dan mengikuti ibu dari belakang.

"Ayah juga menyayangi Dean." Ucapan ayah untukku membuatku terus menangis disepanjang perjalanan. Ibu tidak bertanya bahkan diapun memilih diam dan terus melihat jalan disana tanpa berani menatapku.

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top