16.

Dean pov

Memulai kehidupan baru dan membuang hal buruk yang kemarin sudah menjadi tekadku dan kini aku bersemangat kembali ke kelas. Awalnya aku memang duduk sebangku dengan Mei namun karena insiden kemarin entah bangku ku melayang kemana. Jadi aku tidak bertanya dan mengapa mereka harus memperlakukanku sampai sejauh itu. Tunggu satu atau dua minggu kedepan mereka mungkin akan berubah dan melupakan kejadian mengerikan yang pernah terjadi. Aku tidak meminta mereka ramah kepadaku tetapi yang kuinginkan abaikan aku saja bila perlu, aku hanya ingin lulus tahun ini.

Disana tidak ada bangku yang tersisa dan seperti yang aku bayangkan tidak ada yang membantuku sama sekali. Menyapa pun tidak bahkan semuanya seolah tidak pernah melihatku. Menganggap aku tidak pernah ada. Akan tetapi aku tidak merasa kesal sama sekali mungkin mereka juga tidak nyaman karena aku kembali, untung loker yang kupunya sebelumnya tidak ikut raib jadi aku kini bisa menyimpan barang-barangku disana dan pergi ke gudang untuk mengambil bangku. Aku melihat jam ditanganku, masih ada cukup waktu untuk mengambil bangku tanpa harus melewatkan jam pertama karena memang aku tadi berangkat lebih awal dan mengabaikan sarapan.

"Anggap saja sedang membersihkan dosa-dosaku,"gumamku dalam hati dan kini memilih berjalan kearah gudang untuk mengambil bangku. Aku harus bertahan sampai enam bulan kedepan walau sepertinya tidak mungkin tapi itu lebih baik daripada aku harus beradaptasi dengan sekolah baru, bahkan yang terjadi mungkin akan lebih buruk karena aku pindah diakhir semester tahun ketiga cap sebagai berandal kecil yang dikeluarkan sekolah mungkin akan membuatku lebih berat disana. Hanya sekedar asumsi tetapi bersiap lebih baik. Berjalan pelan karena aku tidak perlu membuang energiku untuk berlari. Aku kelaparan dan seperti yang lalu aku mengabaikan makan malam dan berakhir tidak sarapan. Sungguh malang sekali nasib cacing diperutku.

"Sabar ya, setelah ambil bangkunya kita sarapan,"aku mengusap perutku perlahan tinggal beberapa langkah sampai. Disana kulihat gedung yang kokoh dengan pintu yang besar.

Sssrt karena tidak fokus akupun tak sengaja tersandung oleh kaki seseorang dan kini aku menoleh kearahnya. Pemandangan yang tidak mengenakkan disana. Ada kumpulan berandal kecil disekolah dan pemimpinnya Nathan. Merokok tanpa perduli dimana mereka sekarang.

'Kenapa, tidak diberi makan orangtuamu?"Suara itu menggema menyelidik membuatku ingin sekali berdebat disana, mungkin Nathan mendengar keluhanku tadi. Ayolah kalaupun aku disiksa seperti yang mungkin dia bayangkan aku tidak mungkin hanya diam. Aku bisa kabur atau bahkan melaporkan orangtuaku ke komnas perlindungan anak untuk menghukum mereka. Aku melirik kearahnya dengan tatapan mengintimidasi.

"Apa dia sedang membicarakan dirinya sendiri,"gumamku dan ingin menghilangkan perasaan ingin menolong Nathan. Sebenarnya Nathan yang harusnya diperhatikan. Dia tinggal seorang diri di lingkungan yang buruk dan bahkan harus bekerja untuk membiayai kebutuhannya.

"Ini masih pagi haruskah kamu sarapan dengan rokok. Itu tidak sehat."Kritikku kearahnya karena dia terus saja menghisap batangan rokok. Aku menggerutu karena lapar bahkan aku harus pergi ke gudang untuk mengambil bangku. Dan mendapati Nathan yang malah merokok disana aku merasa itu tidak baik. Bisa saja dia pergi ke kantin atau kalau tidak mau dia bisa pergi ke ke kelasnya dan menunggu guru datang.

"Kalau aku tidak merokok pabrik akan tutup,"alasannya dan itu sungguh tidak masuk akal. Coba hitung penduduk didunia berapa persen yang dilaporkan menjadi perokok pasif sudah bisa dipastikan pabrik tidak akan tutup karna satu orang absen merokok.

"Itu hanya alasan klasik. Merokok lah saat kamu berusia 21thn,"ujarku karena bagiku sudah cukup umur dan memang legal untuk membeli rokok di mini market. Kupastikan Nathan membelinya karena menyuruh orang dewasa. Disini kalau membeli rokok harus menyertakan ktp.

"Tapi Nathan kan punya bar,"tiba-tiba aku memikirkan sejauh itu dan melupakan tujuanku pertama kali.

"Kenapa aku harus menunggu selama itu. Dan apa yang kamu lakukan disini, merindukanku,"tanya Nathan karena memang disinilah Nathan biasa berkumpul dengan teman-temannya. Dia melihatku dan pergi untuk menghampiriku. Menatapku curiga dan mungkin dia berfikir kalau aku akan melakukan tindakan yang tidak baik.

"Tidak lagi ingin membuat keributan kan? Matilah di rumah jangan di sekolah,"pintanya. Walaupun aku broken tetapi mati itu bukan salah satu tujuan akhirnya walaupun aku pernah menginginkannya.

"Hahhahha, dasar. Aku tidak akan mati dengan mudah. Aku perlu bangku buat belajar aku tidak sepertimu yang kerjaannya main."balasku dan kini aku membuka gudang dengan kunci yang aku pinjam dari tukang kebun sekolah. Nathan tidak semenakutkan yang orang lain kira. Kita pernah bermain bersama namun sejak orangtuanya meninggal Nathan memilih merusak dirinya sendiri dan tidak pernah bergaul dengan ku lagi. Dan alasan dia memukul ku kemarin selain dia memang ingin menyadarkanku tetapi sepertinya dia mendapatkan uang lebih dari Mei. Nathan memang tukang pukul yang sering dibayar untuk merisak orang.

Lantas aku pergi masuk kedalam gudang untuk mengambil bangku aku berniat untuk menyeret bangku itu keluar. Itu tidak terlalu berat terlebih aku ini seorang pria. Namun saat ingin mengeluarkan bangku itu nyatanya sangat sulit untuk dilakukan.

"Ayolah....."Aku menyemangati diriku sendiri. Melirik area sekitar pun sungguh membuatku prustasi. Gelap dan pengap. Dan kupikir pasti banyak tikus bahkan kecoak yang beranak pinak didalam gudang.

Srrt

Kretek

Cit

Cit

Tuh kan, tikusnya berlarian dan itu membuat jantungku terpacu dengan sangat cepat. Aku buru-buru menarik bangku itu dan mengabaikan kalau aku bisa terluka karena tumpukan kayu diatasnya akan jatuh dikepalaku. Aku ingin segera keluar dari tempat ini. Dadaku terasa sesak.

Grrrrp

Aku menunduk karena tahu kepalaku akan sakit karena kayu yang diatas jatuh melayang bebas diatasku tanpa aku bisa berlari untuk menghindar. Hanya melakukan adegan slowmotion dan berharap itu tidak sakit.

Gubrak

Nyatanya Nathan berdiri diatasku dan kini membantuku agar kayu itu tidak menjatuhiku dan kini malah mengenai dirinya.

Karena kejadian ini tiba-tiba membuatku sangat takut dan aku tidak bisa menerimanya kini dadaku terasa sesak.

"Akh...."Aku melihat sekitar berputar-putar dikepalaku. Mungkin karena perutku kosong aku merasa pusing. Aku memilih diam untuk menetralisir semuanya.

"Dasar bodoh! Mengambil sesuatu yang ditumpuk terlebih itu berat harusnya kamu menyingkirkan barang yang diatas dulu."Nathan menarikku untuk keluar dari gudang. Dan kini memerintahkan temannya untuk mengambilkan bangku itu untukku.

"Bawa ke kelas Dean,"pintanya. Dan temannya mengangguk setuju tanpa perlawanan.

"Tidak perlu. Aku bisa sendiri,"aku menahannya dan aku bisa membawa bangku itu sendiri.

"Terimakasih dan aku akan mentraktirmu sebagai gantinya,"aku melihatnya dengan riang mengabaikan jantungku yang berdetak cepat yang sepertinya siap berhenti disana. Aku tidak ingin menunjukkan bahwa aku memang tidak berdaya dan kini memilih berjalan cepat untuk meninggalkan Nathan.

......

Author pov sebelumnya......

"Aish, apa dia takut berada ditempat gelap," pikir Nathan karena sedari tadi Dean tidak lekas keluar dan dari dalam gudang.

"Apa dia pingsan?"Nathan merasa curiga kalau Dean akan berbuat nekat. Karena sejatinya dirinya sudah pernah melewati fase ini. Rapuh tidak berdaya dan memilih ingin mengakhiri hidupnya. Karena merasa tidak enak dan ingin mengetahui apa yang dilakukan Dean didalam gudang Nathan kini berinisiatif untuk mencari tahu.

Sesampai didalam gudang Nathan malah melihat Dean panik, tetapi melakukan hal yang sangat ceroboh. Menarik paksa bangku yang jelas diatasnya banyak tumpukan kayu.

"Sumpah ya,"gumam Nathan tidak percaya dan kini dia berlari kearah Dean agar Dean tidak terluka. Melihat Dean hanya diam dan menundukkan kepala Nathan yakin kalau dirinya tidak datang sudah dipastikan ada garis polisi yang akan menghiasi gudang.

"Dasar bodoh! Mengambil sesuatu yang ditumpuk terlebih itu berat harusnya kamu menyingkirkan barang yang diatas dulu,"pekik Nathan ingin memarahinya tapi disana Nathan melihat Dean hanya diam sembari memegang menepuk-nepuk dadanya kasar.

"Itu pasti sakit,"gumam Nathan yang akhirnya memilih menarik Dean untuk keluar dari dalam gudang terlebih dahulu agar Dean bisa mengambil udara segar dan meminta temannya untuk mengambilkan bangku untuk Dean.

"Bawa ke kelas Dean!"Nathan ingin membantunya tetapi ternyata Dean lebih kuat dari dugaannya. Dean memaksa membawanya sendiri untuk pergi ke kelas.

Bel berbunyi menandakan jam pertama akan segera dimulai. Nathan mampir ke kantin untuk membeli sesuatu. Dia membungkus susu dan roti untuk Dean. Dia ingat kalau Dean mengeluh lapar tadi tetapi tidak akan sempat untuk pergi ke kantin karena dia sangat pelan berjalan untuk kembali ke kelasnya.

"Bayar dua kali."Nathan memberikan susu dan roti itu kepada Dean. Nathan pun meminta agar Dean membayarnya dua kali tanda urusannya belum berakhir. Dan kini teman sekelas Dean melirik kearah keduanya. Berfikir keras kalau sekarang Dean sudah jadi target risak oleh kawanan Dean.

"Itu cukup setimpal untuk menghukummu."Mei masih tidak suka dengan keberadaan Dean. Dia sendiri yang tadinya melempar jauh bangku Dean setelah tahu Dean kembali. Dan sekarang melihat Dean bersama Nathan Mei cukup percaya kalau Nathan akan membuat Dean jauh lebih menderita.

.....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top