11.

Dean pov.

Hari ini gantian Adam yang menjagaku dia membawakan komik keluaran terbaru yang biasa aku baca. Ibu juga butuh istirahat bahkan si om juga punya banyak kerjaan. Ini sudah hari keduaku di rumhsakit dan aku merasa bosan disana. Tidak hanya itu aku sekarang ingin sekali pergi ke toilet, ada perlu disana selain aku juga ingin mencuci muka sejak kemarin.

Aku menggeser tubuhku perlahan untuk meninggalkan ranjang tidurku. Tidak perlu pergi keluar kamar untuk mencari toilet karena kamar yang kupakai ada fasilitas toiletnya serta hanya ada satu ranjang disana. Aku tidak mau merepotkan Adam karena kulihat dia masih tertidur di sofa. Seluruh badanku terasa berat karena aku sama sekali tidak berolahraga sejak insiden kemarin. Selang infus itu juga masih terpasang dan membuatku kesulitan untuk beraktifitas. Padahal aku ingin segera pergi ke toilet.

"Ah, hanya ingin pipis saja harus seribet ini," gerutuku karena sekarang infus itu harus nyangkut di pegangan pintu toilet, karena aku panik sesegera mungkin aku berbalik tapi nyatanya selang infus itu malah melilit tubuhku. Aku masih berusaha untuk melepasnya tanpa ingin menimbulkan suara. Aku mencoba memutar tubuhku kekiri bahkan kekanan malah hasilnya nihil dan itu membuatku makin sakit karena selang infusnya tertarik dari lenganku.

Karena terus bergerak bahkan pintu itu harus berdenyit dan aku sangat perlu pergi ke toilet jadi aku membuat Adam terbangun.

"Jangan dipaksa."Adam sesegera mungkin mengembalikan nyawanya dan ingin membantuku namun karena aku juga tiba-tiba panik jarum infus itu telepas dan merobek kulitku.

"Akh...."tetesan darah kini mengotori lantai. Spontan aku ingin terduduk karena selain menahan sakit aku juga menahan hal yang ingin kulakuan dari awal.

"Sudah kubilang kan jangan dipaksa. Ngeyel ya begini jadinya."Adam kini langsung mengambil sapu tangan dari sakunya untuk membungkus luka robek disana.

"Ini darurat."Aku mendorongnya jauh dan mengabaikan infus itu yang jatuh dilantai. Aku  buru-buru masuk kedalam karena sudah tidak tahan.

"Adam...."panggilku karena aku kesulitan menurunkan celanaku, untuk hal ini harga diriku kubuang jauh-jauh. Karena sudah tidak bisa ditahan rasanya tanganku jadi manti rasa hanya untuk  menurunkan celana kolor yang notabennya mudah dilepas. Padahal kemarin-kemarin akupun melakukannya sendiri.

"Adam, ayolah aku ini kakakmu. Jadi panggil aku kakak, hyung, atau abang."Sela Adam yang ingin dia dihormati tapi aku memanggil bukan untuk bersikap baik dan mencoba akrab.

"Kalau tidak mau ya sudah."Aku makin kesal aku tidak bisa menahannya dan kupikir lebih baik memaksa tanganku yang cidera daripada harus  menunggunya.

Keringat dinginku mulai mengucur dan perasaan diujung tombak ini akan menjadi pengalamanku kalau menahan pipis itu sungguh lebih horor daripada nonton serial kunyang.

"Iya-iya aku datang,"Dia datang dan kini ikut masuk kedalam toilet sempit itu. Wajah kita berhadapan dan Adam melihatku makin pucat disana.

"Apa kau merasa sakit?"Tanya Adam yang memang dia tipe orang yang suka panikan. Setelah analisaku beberapa hari ini. Dia lebih memilih suka memeriksa suhu tubuhku daripada memutar otak kenapa aku memintanya untuk masuk kedalam.

"Apa merasa mual. Perlu dokter?"Tanya Adam karena aku malah tambah pucat. Dia pikir aku sakit, kalau orang pergi ke toilet dia ingin apa? Tidak perlu aku menjelaskannya kan.

"Bisa tolong turunkan celanaku aku ingin pipis."Aku sungguh ingin melompat dari ujung tebing. Selain keadaan darurat aku sudah membuang jauh rasa maluku. Dan kini Adam membantuku disana setelah intruksi yang aku berikan.

"Pergilah!!'Usirku karena Adam malah masih disana.

"Teruskan saja yang ingin kamu lakukan. Tidak perlu bersikap malu. Kita sama-sama pria juga." Adam masih setia menungguku. Dia memegangi bajuku tetapi aku sempat meliriknya tapi nyatanya dia menoleh kearah lain. Bagus itu, jadi aku tidak perlu merasa risih.

"Ah, ini tidak benar. Pasti karena bau. Huaaaaaaaaaaa,"aku berteriak dalam hati karena kenapa harus Adam yang datang untuk menjagaku hari ini.

Aku selesai dan kini Adam pun membantu mencuci tanganku.

"Bisakah aku minta mencuci wajahku, aku ingin sekali,"batinkku.

"Tunggu sebentar!"Adam menahanku dan kini mengambilkan sabun pencuci muka didalam tasnya.

"Mau mencuci muka?"Tanya nya dengan senyuman itu.

"....."aku diam karena aku mau tapi gengsi untuk mengatakan iya. Ayolah Adam kenapa basa-basi. Pakai acara kuis tanya jawab.

Dan kini Adam membantuku tanpa menunggu aku mengatakan ingin mencuci wajahku, dia memijat pelan wajahku, membasuhnya dengan lembut dan kini dia juga mengeringkannya untukku. Adam juga masih menungguku untuk menggosok gigi.

"Segarnya....."spontan aku tersenyum sembari melihat diriku didepan kaca. Aku merasa lebih baik sekarang. Dan aku ingin buru-buru pergi kekasurku melanjutkan membaca komik dan mengikrarkan diriku kalau berada di tim rebahan.

"Tunggu!'Adam menahanku tiba tiba. Ada apa lagi sekarang. Apa dia ingin minta bayaran atas bantuannya padaku. Hmmm, apa dia lupa aku miskin tidak punya apa-apa? Aku berhenti dan melirik kesal kearahnya.

'Apa lagi, aku ingin tidur."Gerutuku kepada Adam karena menahanku. Setelah aku melihatnya, tiba-tiba Adam berteriak minta tolong dan membuat isi rumahsakit heboh dibuatnya.

"Ayolah apa lagi sekarang,"gerutuku karena Adam berteriak minta tolong. Kalau seumpama ada setan lewat kenapa harus meminta dokter datang. Kan ini bukan serial komedi.

Tetapi Adam masih berteriak minta tolong agar dokter serta suster datang. Dan hal yang mencengangkan adalah hanya karna dia melihat sapu tangan yang dililitkannya tadi penuh darah yang terus merembes keluar. Aku saja yang terluka tidak merasa butuh pertolongan kenapa dia harus sepanik itu.

Dan karena Adam berteriak dengan keras seolah ada pasien yang sekarat di ruang VVIP jadilah tidak hanya satu dokter yang datang. Ada suster bahkan dokter yang berjaga di UGD ikutan berlari untuk membantu. Padahal besok pagi aku sudah diperbolehkan pulang. Adam sungguh merepotkan.

Dokter kini buru-buru menanganiku. Karena robek dokter pun tidak memasang infus baru dan kini memberi pesan kepada Adam.

"Dean punya gejala hemofilia. Tidak perlu takut jadi untuk kedepannya harus berhati hati-hati jika terluka."Dokter memberi pesan kepada Adam. Kalau nanti aku terluka yang kebetulan merobek kulitku akan sulit berhenti darahnya. Jadi sebisa mungkin aku tidak boleh jatuh atau seperti sekarang hanya karena selangnya lepas membuat pendarahan.

Dokter kini memberikan plaster disana. Tidak hanya satu lapis tetapi dokter memberikannya beberapa lapis agar darahnya berhenti.

"Apa itu serius? Kenapa dia tidak diinfus lagi? Dia mengeluarkan banyak darah dok"Adam ternyata orangnya selain panikan juga suka mendramatisir keadaan padahal itu tidak semengerikan yang dia pikir tetapi dia terus bertanya tentang apa yang akan terjadi denganku.

"Karna Dean besok diperbolehkan pulang jadi saya tidak memasang infus lagi. Pembuluh darah vena punya Dean sulit ditemukan. Kemarin cukup kesulitan untuk menemukannya. Jadi saya menyarankan agar Dean makan- makanan yang bergizi, cukup istirahat tidak apa-apa kalau tidak memasang infus lagi,"dokter memberi penjelasan agar Adam tidak merasa cemas.

"Sebagai gantinya. Saya akan membuka gips ditangan Dean dan menggantinya dengan perban biar Dean mudah untuk beraktifitas."Dokternya baik tahu saja kalau aku sangat terganggu disana. Nyatanya tidak perlu perawatan khusus untuk tanganku. Tidak perlu waktu lama pula untuk pemulihannya.

"Tuch kan, dokternya saja tidak heboh seperti yang kamu lakukan. Makanya belajar jadi dokter sana biar tahu mana yang perlu dibesar-besarkan mana yang tidak perlu,"Adam hanya diam disana seolah dia tengah memikirkan sesuatu. Giliran aku yang mengomel padanya yang sudah membuat heboh seisi rumahsakit. Apa dia lupa kalau ibuku bekerja disini. Jadi bahan gosip nanti karena tingkah anaknya yang kekanak-kanakan.

"Jangan bertengkar, saya pergi dulu."Pesan dokter dan kini dirinya pun pergi meninggalkan ruang rawatku.

Lenganku bekas pemasangan infus yang gagal kemarin saja masih bengkak kenapa Adam masih memaksa agar aku diinfus lagi. Sungguh terlalu dia.

"Ketimbun lemak ya begitu, dokter kesulitan memasang infus."Adam mulai ngaco dia terobsesi untuk mengejek tubuhku. Ya aku memang gemuk, berisi tidak ada indah indahnya tetapi setidaknya aku punya wajah yang manis. Bersyukur dengan apa yang diberikan Tuhan itu wajib hukumnya. Dan aku merasa nyaman dengan tubuh yang aku miliki sekarang. Masa pertumbuhan tidak boleh diet ekstrim. Hahhahah, ngeles aja hidupku tidak mau kelaparan.

"Bodo,"aku melengos kesal dan niatku untuk rebahan dan malas-malasan jadi gagal total. Aku sudah malas melakukannya. Dan kini memilih mengambil jaketku dan pergi keluar. Jalan-jalan sebentar kan boleh, sembari merenggangkan otot ku. Adam pun memilih mengikutiku dari belakang.

.....

Sesampai ditaman aku masih berjalan jalan disana.

"Kenapa berjalan dibelakngku aku bukan bosmu."Aku tak mau terlihat tidak ramah dan terkesan jahat ketika Adam terus mengikuti dibelakangku.

"Berajalan disampingku."Ajakku agar Adam untuk pergi berjalan disampingku. Dan kini Adam buru-buru menghampiriku dan kita kini berjalan-jalan bersama memutari taman rumahsakit.

......

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top