1.

Dean pov.

"Bukan upik abu. Karna aku bahagia dengan apa yang diputuskan ibuku untuk hidupku saat itu. Walau pahit diawal walau penuh derai airmata walau akhirnya aku kehilangan tapi sebenarnya inilah awalnya saat aku sadar bahwa hidup itu keras bukan kejam."

.....

Hari ini aku seperti biasa membatu ayahku di bengkel. Aku suka sekali membantu ayah hanya untuk sekedar membatu menata perkakas sehabis dia bekerja. Walau bau oli sungguh menyengat tapi kalau memang ini hal yang disukai pasti aroma itu bagikan bunga yang mekar dimusim semi.

"Dean...."Panggil ayahku. Suaranya berat dan terkesan membuat hatiku tenang.

"Untuk ulangtahunmu besok kamu minta apa?"Tanya ayah ku dengan senyumannya. Pria tangguh didepannku sungguh-sungguh tampan. Dengan badan kekar penuh oli tetapi kharismanya tidak tertandingi. Hmmm Tom Cruise kalah jauh darinya.

"Tidak perlu ayah. Yang penting ayah sehat dan terus bersamaku aku sangat senang."Ucapku bahagia. Karena tidak ada kado terindah selain punya keluarga yang lengkap bahkan aku dan ayah sangat-sangat cocok. Apapun yang disukai ayah aku juga suka bahkan kita berdua juga sangat mencintai ibu. Bagiku itu lebih dari cukup walau aku sering diabaikan olehnya.

"Ayolah, ayah ingin memberikanmu sesuatu yang spesial. Jagoan ayah kan sudah besar sekarang?"Ayah mengalungkan lengannya kebahuku untuk sekedar bercanda. Aku sungguh senang kala ayah melakukan hal ini kepadaku seolah-olah aku adalah pria kecil paling bahagia sedunia. Hmmm, minggu depan adalah hari ulangtahun ku ke 15thn dan tahun depan aku akan mengganti seragam sekolahku dengan seragam SMU. Ibu selalu pergi keluar untuk bekerja, ibu seorang perawat dan dia sangat sibuk hampir bisa dihitung kapan dia pulang ke rumah. Karena itu aku lebih suka bersama ayah. Bukan karena aku sering bersama ayah tetapi memang apapun yang dikatakan ayah adalah sesuatu yang ku inginkan. Dia sangat tahu apa yang ku mau tanpa harus aku merengek padanya.

"Mau makan malam apa?"Tanya Ayah kini dia sudah selesai dengan pekerjaannya. Mengganti baju dan siap untuk menutup toko. Kita sering makan malam diluar karena ibu selalu pulang terlambat bahkan memang tidak pulang sama sekali. Tidak ada yang memasak dan ayah tidak pernah mengeluh tentang semuanya. Walau ayah yang sering membersihkan rumah, mencuci baju tetapi ayah tak pernah menyalahkan ibu karena sibuk.

Singkat cerita dan itu bukan hal yang perlu disembunyikan. Dulu ayah dan ibuku menikah tanpa restu orangtua ibu. Ibu mengandung aku saat menikah dengan ayah. Karena ayah bukan dari keluarga kaya seperti ibuku jadilah mereka menikah tanpa restu. Saat itu keadaan memang sangat sulit. Ayah harus berhenti kuliah dan membuka bengkel. Awal nya hanya menyewa tapi benar kata orang anak itu hadir juga membawa rizky sendiri, jadilah saat aku mulai tumbuh perlahan tapi pasti ayah mempunyai tabungan dan dapat membeli sebuah ruko untuk mulai bekerja. Dari awal aku tidak bisa berlarian dirumah karena sempit dan sekarang rumah yang kutinggali cukup besar untuk sekedar main bola didalam rumah. Karna itu aku sungguh-sungguh mengagumi ayah bukan hanya sebagai idola tetapi dia adalah seseorang yang patut menjadi panutan. Sabar dan penyayang. Tidak pernah membenci dan selalu mengayomi.

"Bagaimana kalau kita memasak saja. Hari ini ibu akan pulang cepat."Bisikku kepada ayah. Aku punya ide untuk memberi kejutan untuk ibu. Walau kami tidak pandai memasak setidaknya untuk masakan sederhana seperti menggoreng ayam dan menbuat rica-rica kami masih bisa. Ibu mengirimiku pesan akan pulang lebih awal membawakanku sesuatu. Dia bertanya tentang ukuran sepatuku. Ah, ibu memang jauh dari kata sempurna karena nomor sepatuku saja dia tidak tahu.

"Ya ampun....manisnya anak ayah."Ayah sengaja mencubit hidungku gemas dan kini kita pun pulang ke rumah dengan senang. Tetapi sebelumnya karena kita berniat untuk memasak kita akhirnya memilih untuk berbelanja terlebih dahulu.

Karena arah ke supermarket perlu memutar jadi kami putuskan untuk berjalan-jalan saja sembari menikmati sore dan menghemat untuk uang naik bus.

"Apa Dean ayah lelah? Ayah gendong ya...."Tanya ayah karena memang cukup jauh perjalanan kita.

"Ah....Dean sudah besar yah, seharusnya Dean yang menggendong ayah."Cengirku tapi melihat ayah yang begitu besar aku jadi mengurungkan niatku. Kalau ayah sampai benar-benar memintaku menggendongnya aku yakin tidak akan selamat sampai rumah.

"Oh iya....Dean ayah sudah besar sekarang."Ayah menguasap ujung rambutku manja. Tapi sekarang jantungku seolah disambar petir. Aku melihat ibu di ujung jalan bersama pria lain. Apa mungkin rekan kerja akan mengandeng tangan bahkan berbicara sedekat itu. Dan apakah mereka tengah berbelanja karena ibu tadi bertanya tentang nomor sepatuku. Aku melihat ditangan ibuku penuh tas branded yang cukup mahal.

Karena melihatku melongo dan kaku ayah kini mencari disekitar tentang apa yang aku lihat. Awalnya ayah pikir aku melihat hantu.

"Didepan dulu pernah ada kecelakaan. Tidak apa-apa tidak perlu takut."Ayah berbicara padaku seolah aku memang sedang melihat hantu. 

Tapi bukan itu, hatiku hancur melihat ibuku tersenyum seperti itu. Ayah yang selalu tersenyum untuk ibu tetapi ibu malah tersenyum untuk pria lain.

Sssttr

Tiba-tiba ayah menutup mataku dan kini mengajakku untuk berjalan kearah lain. Ayah buru-buru memanggil taxi dan memaksaku untuk masuk. Seolah-olah ingin membuyarkan apa yang aku pikirkan bahkan berusaha untuk menutupinya dan kini masih setia tersenyum kearahku.

"Naik taxi tidak akan membuat kita miskin. Hmmm sebelum kita bertempur untuk memasak makanan yang lezat kita perlu cukup energi. Jadi......pak ke jalan Permai ya..."Ayah meminta sopir taxinya segera mengemudikan mobilnya. Aku hanya diam mengabaikan ayah yang tiba-tiba bercerita tentang harinya di bengkel. Tentang pelanggan yang cerewet. Mengeluh tentang mobilnya yang memang sudah perlu di museumkan tetapi masih saja minta diperbaiki. Tentang montor yang ingin ganti ban karena nyatanya ada pisau dapur yang menancap disana. Hallo........ini bukan waktunya bercanda. Ada sesuatu yang menghantam hatiku dan aku ingin segera menghentikan nafasku saja.

.....

"Dean .....Dean...."Panggil ayah karena aku terus diam. Aku belum genap 15thn  tetapi aku harus mengetahui kejadian mengerikan melebihi melihat hantu atau bahkan tragedi bencana yang disiarkan televisi. Aku merasa akupun mendapat bencana dalam hidupku. Aku terus diam sampai aku tak sadar kalau sopir yang mengantarkan kami sudah sampai didepan gang rumah. Kami punya rumah yang besar walau masih masuk dalam gang. Kita juga punya AC dan penghangat ruangan jadi kita tak perlu takut akan mati kedinginan atau kepanasaan saat musim panas melanda. Tetapi kenapa ibuku perlu pergi dengan pria lain? Tak cukupkah ayah sebaik itu untuknya.

"Om tadi pasti wali pasien ibu yang berterimakasih karena sudah merawat keluarganya. Tahu sendiri kan ibu bekerja sebagai perawat yang harus ramah pada pasien."Ayah ingin aku melupakan kejadian tadi. Tapi tetap saja, aku tidak mengerti yang dikerjaakan seorang perawat. Yang kutahu ibu selalu pergi pagi pulang malam bahkan perlu tidak pulang karena ada pasien darurat. Bahkan ibu pernah satu bulan tidak pulang dan melarangku untuk mengunjunginya. Ayah selalu berpesan positif padaku sehingga aku tidak pernah merengek disana. Tapi yang kulihat tadi, bibir merona dengan senyum malu-malu. Baju bagus dan ibu terlihat sangat bahagia disana.

"Mungkin ibu pergi berbelanja untuk Dean. Sebentar lagi Dean akan ulang tahun kan. Ayolah jangan berfikir buruk tentang ibu dan tidak perlu serius untuk memikirkannya."Ayah memintaku keluar dari mobil dan ayah sedang membayar ongkos taxinya. Aku bukan anak kecil lagi yang tidak tahu apa yang dilakukan ibuku. Aku punya teman di sekolah yang ayahnya sering pergi dengan wanita lain. Terlihat sama dengan apa yang dilakukan ibuku. Aku sungguh meminta pertolongan disini. Kenapa ibuku perlu melakukan itu. Kenapa harus mengkhianati ayahku.

Ayah selalu menebarkan pesan positif. Bisa saja kan ayah memukul om tadi karna isterinya tersenyum kearahnya. Tapi karena ayah bersikap baik-baik saja kenapa aku harus heboh dan membuat ayahku jadi kepikiran. Aku putuskan untuk bersikap positif saja.

"Aku akan memotong sayurannya."Ucapku kepada ayah dan kini mengambil pisau untuk bersiap memotong sayurannya. Ayah yang melihatku mulai bersemangat ayahpun bergegas untuk mencuci daging sapi yang kami beli tadi. Walau bukan kualitas super setidaknya disana tertulis daging sapi dibungkusnya.

Kami hanya memasak sederhana dan ayah menata masakan kami dimeja. Kami hanya perlu menunggu ibu sampai di rumah. Awalnya aku sangat bersemangat tetapi melihat hal mengerikan tadi aku ingin segera makan dan tidur saja. Berharap aku melupakan kejadian hari ini.

.......

"Kapan ibu pulang?"Aku menelpon ibuku dan berkeinginan ibu tidak melupakan janjinya. Kami sudah menunggu satu jam dan aku sangat lapar.

"Dean....tak perlu menunggu ibumu. Makan saja dulu biar ayah yang menunggu ibu diluar. Kamu besok masih harus kesekolah kan?'Ayah memberikan piring kearahku agar aku makan malam dahulu. Perutku terus saja berbunyi dari tadi tapi aku sudah janji akan makan malam bersama ibu. Aku tidak akan melupakan janjiku, jadi aku akan terus menunggunya.

"Ibu sudah ada didepan gang. Tunggu ya..."Balas ibuku. Dan kini ayah pergi keluar untuk menjemput ibu.

"Aku ikut."Pintaku pada ayah. Anggap saja ini moment yang aku ingin sebelum aku bertambah usia. Makan malam bersama dan saling bertukar cerita yang dilakukan keluraga yang lain.

"Di luar dingin Dean menunggu didalam saja."Ayah menahanku dan dia kini keluar rumah sendirian.

........

Malam yang dingin menyengat diseluruh tubuh. Hembusan nafas panas menjadi saksi bahwasanya hari ini benar-benar sangat dingin karena aku perlu menyalakan mesin penghangat. Karena ayah lama akupun sengaja turun untuk memanggil. Tapi sungguh, aku ingin lari dari ini semua, aku harus mendengar perdebatan ibu dan ayah.

Aku mendengar sesuatu yang tak ingin kudengar. Ibuku mengatakan kalau dia akan membawaku pergi karena dia sudah menemukan tempat yang membuat aku bahagia nantinya. Kenapa ibu harus seperti itu. Aku hanya ingin ayah dan ibu bersama. Kenapa harus hidup terpisah.

Tbc .....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top