Aku Suka Kamu
Haloha, aku bawa cerpen nih. Ini buat dibaca, dinikmati, bukan buat diplagiat, dishare SEMBARANGAN bahkan diCOPAS suka-suka kalian.
GAK BOLEH SHARE CERITAKU SEMBARANGAN TANPA IJIN! INGAN TANPA IJIN!!! GAK BOLEH! INI BUAT ADEK- ADEK FANS BERAT ARTIS2 INDO APALAH ITULAH INILAH, DIMOHON KECERDASANNYA UNTUK TIDAK MENGCOPAS SEMBARANGAN! APALAGI MENGGANTI CAST SEENAK DENGKUL KALIAN! GAK BOLEH! MELANGGAR HUKUM! TUKANG PLAGIAT SADARLAH, TOBATLAH, HAPUSLAH KARYA PLAGIATAN KALIAN! NGERUGIIN ORANG NENG! GUE LAPORIN BARU TAU RASA LO!!! #GakNyante
Baiklah, silahkan dinikmati :)
=======+++++=======
Cinta itu bisa datang kapan saja.
Seperti saat kita berjalan di pinggiran lapangan dan tiba - tiba pandangan kita tertuju hanya pada satu orang saja bahkan pada saat ramai sekalipun. Atau saat kita tersenyum kecil ketika seseorang sedang menertawakan leluconnya sendiri meskipun bagi kita lelucon itu tidak lucu sama sekali. Atau mungkin ketika detak jantung kita serasa berhenti untuk beberapa detik hanya karena senyum manis seseorang. Dan semua itu aku alami ketika aku melihat Rian, cowok hiperaktif yang selalu membuat gaduh sekolahan.
"Kalau lo udah lulus, lo mau jadi apa, Yan?" tanyaku padanya ketika kami sedang berada di kelas bersama teman - teman kami.
"Gue? Hmm, pertanyaan yang cukup sulit," gumamnya seolah - olah berpikir serius. Hal ini mengundang cibiran dan tawa dari anak - anak yang lain.
"Lagak lo kayak bisa mikir, Yan!" Kini Risa, salah satu temanku sudah menoyornya yang membuat semua anak tertawa.
"Heh, gue bisa mikir tau! Lo kira ini kepala isinya lotre! Otak kali!" balas Rian dengan wajah sok sombongnya. Aku tertawa kecil melihat tingkahnya ini.
"Otak kesumbat juga dipamerin! Makanya sering - sering dibersihin tuh otak, biar bisa dibuat mikir!" ledek Ova.
"Ah, lo cewek - cewek pada rese. Dasar, makhluk sok bener lo pada." katanya sok ngambek yang membuat semua anak tertawa.
"Dih emang kita bener, weeekk." Risa membalas ucapan Rian sambil menjulurkan lidah ke arahnya.
"Yaudah, Yan. Dijawab nanti - nanti juga gak papa. Jernihin dulu pikiran lo, biar bisa jawab." kataku sambil tertawa kecil.
Rian kemudian bangkit dari posisi duduknya dan menunjuk kami semua yang berspesies perempuan dengan muka sok sadisnya.
"Lo semua rese kalau lagi laper!" katanya yang membuat kami semua tertawa terbahak - bahak. Setelah itu Rian meninggalkan kami semua dengan wajah sok coolnya yang membuat kami tak dapat berhenti tertawa.
Rian selalu dapat mambuat suasana menjadi lebih berwarna. Ia selalu menebar tawa dengan tingkahnya yang kadang konyol. Dan hal ini membuat kebanyakan dari kami tak sadar bahwa kami telah jatuh cinta kepadanya.
Aku masih memperhatikan Rian yang kini berjalan ke grombolan anak - anak cowok yang sedang bermain kartu di meja belakang. Dengan senyum mengembang dia memeluk salah satu anak cowok yang membuat anak cowok tersebut terkaget.
"Cintahh, kangen!" ucap Rian sok imut yang membuatnya mendapatkan toyoran dari anak cowok tersebut.
"Najis banget lo Yan!" kata Tio sang korban peluk. Kemudian Tio dengan serta merta mendorong tubuh Rian agar menjauh darinya.
"Cintah jahat, chaobela sedih." ucap Rian lagi dengan wajah sedih yang dibuat - buat.
Hal ini membuat semua anak yang mendengarnya langsung tertawa terbahak - bahak, tak terkecuali diriku. Dia memang sangat jahil, bahkan kelewat jahil. Dia sering mengganggu teman - temannya dengan berlagak manja. Menjijikan sebenarnya. Tapi bagiku, itu sangat manis.
"Sono ah, jauh - jauh, Yan! Geli gue, Yan!" kata Tio dengan muka jijiknya. Ya, Tio sangat takut dengan cowok jadi - jadian. Dan hal ini malah membuat Rian semakin gencar mengganggunya dengan sok mesra jika berhadapan dengan Tio.
"Hahaha, cium dulu sini." kata Rian seraya memegang kepala Tio berniat hendak menciumnya.
"Maho lo, Yan!" teriak Tio semakin ketakutan. Dengan segera Rian melepaskan tangannya dari kepala Tio dan kemudian tertawa terbahak - bahak.
"Bagi kartu, gue ikutan." kata Rian sambil duduk manis di atas meja, tepat di sebelah Tio.
Dan begitulah Rian. Cowok keren yang tak pernah malu berlagak genit seperti itu. Jangan pernah anggap Rian itu benar - benar maho. Dia hanya berlagak seperti itu di depan Tio.
***
"Mau lo apa sih, Yan?" tanya Era sewot.
"Mau gue itu, kita jadian." jawab Rian santai.
"Sakit jiwa lo!"
"Sembuhin dong," balasnya sambil tersenyum jahil.
"Najis!"
Semua orang di sekolah tahu betapa Rian menyukai Era si kutu buku paling keren satu sekolah. Tapi sayang, Era tak pernah memperdulikan Rian. Bagi Era, Rian hanyalah upil nempel yang kudu cepat - cepat dibuang.
"Era sayang," goda Rian seraya mentoel - toel lengan Era yang membuatnya kesal.
"Sumpah lo sakit jiwa. Minggir deh lo!" semprot Era sebal seraya pergi meninggalkan Rian yang tengah cengar-cengir.
Rian memang sakit jiwa.
"Gak ada nyerahnya lo bro!" Ucap Tio di sela tawanya. Aku tersenyum kecil melihat Rian yang mendekat ke arah kami.
"Cinta, man!"
"Kapan berhenti ngejar dia?" tanyaku ketika Rian sudah duduk di bangku sebelahku.
"Ntar kalo udah dapetlah." jawabny santai.
"Kalau gak dapet - dapet?" tanyaku lagi.
"Pasti dapet,"
"Iya dapet, dapet tampar palingan. Hahahha," ledek Tio yang membuatku ikut tertawa kecil.
Cinta mati ya Yan sama Era? Kapan bisa cinta sama aku? Gak akan ya?
***
Sore ini hujan mengguyur jakarta. Aku sangat membenci hujan. Apalagi hujan yang turun secara tiba - tiba begini dan membuatku terjebak di minimarket seperti ini. Sial.
Aku jongkok di depan minimarket ini. Rasanya ingin masuk kembali ke dalam minimarket untuk berteduh dengan layak. Tapi malu juga sih, karena aku sudah tidak ingin membeli apa - apa lagi. Jadinya jongkok seperti inipun tak apa. Yang penting air hujan tak membasahi tubuhku.
Aku mengamati sandal berwarna biru muda yang kupakai. Senyum kecil lalu terukir di wajahku. Ini adalah sandal yang pernah Rian pilihkan untukku. Katanya sandal imut warna biru muda sangat cocok dengan kaki bulukku. Itu ledekan yang manis yang pernah Rian lontarkan kepadaku. Dia cowok nyebelin yang manis. Lucu.
Tiba - tiba aku melihat uang 200 perak jatuh tepat di depan kakiku. Aku mendongak mencari asal muasal uang tersebut. Di hadapanku kini sudah berdiri seorang cowok dengan wajah songongnya.
"Itu ambil, lumayan buat nambahin beli es teh." ucapnya dengan nada tengil yang membuatku berdecak sebal.
"Lo kira gue pengemis lo kasih recehan begini!" sungutku.
"Ya habis jongkok kayak anak ilang begini. Kan gue sebagai manusia budiman merasa kasian," ledeknya sambil terkekeh.
"Lo gak pernah ditabok cewek cantik kan, Yan? Pengen ngerasain? Sini deh gue tabok lo!" ancamku.
"Hahahaha... uwh atut." ucapnya pura - pura ketakutan.
Dan beginilah Rian, selalu dapat membuat orang sebal dan senang dalam waktu bersamaan. Ya, cowok nyebelin yang berada di hadapanku ,ini adalah Rian. Entah dari mana dia datang, aku tidak tahu. Yang pasti sekarang dia berada di hadapanku dengan tawa yang selalu dapat membuatku tersenyum. Mungkin Tuhan tau kalau aku sedang membicarakan Rian dalam hatiku, dan akhirnya Tuhan mengirimnya kemari untuk menemaniku. Entahlah, rahasia Tuhan kadang indah.
"Lo ngapain ujan - ujanan, Yan?" tanyaku ketika menyadari bahwa baju yang ia kenakan basah kuyup.
"Ini namanya berteduh. Kalo ujan - ujanan gue gak bakalan di sini. Tapi di sono." katanya seraya menunjuk ke arah jalanan yang dibasahi oleh rintik hujan.
"Terserah lo deh Yan." kataku tak menggubrisnya.
"Hehehe, gue abis jadi pahlawan dong buat Era." katanya santai seraya ikut jongkok di sebelahku.
"Pahlawan?" tanyaku bingung.
"Iyap. Gue abis nyumbangin payung gue buat dia. Tadi gue lihat dia berteduh di emperan toko sebelah sana," Rian menunjuk arah kanan kami. "Nah yaudah gue samperin. Gue rayu - rayu dan akhirnya gue ikhlasin payung yang tadi gue pake buat dia. Kasian kalau cewek cantik sakit." Jelasnya sambil cekikikan sendiri.
Aku mencoba tersenyum mendengar penjelasannya. Entah mengapa, kini dadaku terasa sangat nyeri. Mendengar betapa Rian sangat mementingkan Era benar - benar membuatku iri setengah mati. Aku sungguh sangat ingin terlihat di mata Rian. Aku ingin disamakan dengan Era. Aku ingin perhatian Rian yang begitu besar seperti perhatiannya untuk Era. Aku iri. Dan ini sangat menyakitkan hingga ingin membuatku menangis.
"Kenapa muka lo jadi melow gitu?" tanyanya bingung.
Aku menggeleng. Kini posisi jongkok kami sudah berubah menjadi posisi duduk lesehan di lantai.
"Lo gak kedinginan basah kayak gitu?" tanyaku padanya?"
"Dingin sih. Pegang nih tangan gue." katanya seraya menarik kedua tanganku untuk digenggamnya. Refleks jantungku kini berdegup sangat cepat. Kenapa Rian begitu membuat jantungku bedebar seperti ini?
Aku merasakan kulit tangannya yang dingin dan basah.
"Anget juga tangan lo. Pinjem ya?" katanya sambil nyengir lebar dan masih menggenggam tanganku erat.
Aku mengangguk dan mengamati wajahnya yang rupawan. Rian rela kedinginan dan basah kuyup demi cewek yang dia sukai. Dan aku rela menghangatkan cowok kedinginan yang aku sukai. Ini wajar gak sih?
Kini Rian membawa telapak tanganku ke kedua pipinya. Aku sedikit terkejut dengan gerakannya ini. Jantungku kembali berulah.
"Gue kedinginan," katanya yang membuatku tertawa kecil.
"Siapa suruh sok jadi pahlawan yang rela basah kuyup," cibirku.
Rian hanya menjulurkan lidahnya membalas ejekanku. Setelah itu masih dengan tanganku yang dipegangnya, Rian bercerita banyak hal kepadaku. Hal - hal yang lucu dan ajaib tentunya. Aku tertawa geli melihat ekpresinya yang sangat menggemaskan ketika bercerita.
Andai selamanya bisa seperti ini. Andai akulah orang yang dapat membuatnya berkorban. Andai dia sadar betapa aku sangat menyukainya. Dan andai dia tahu seberapa ingin aku memilikinya. Rian, aku suka kamu.
"Beneran gombal lo Yan! Lo bilang suka sama gue! Tapi lo mesra - mesraan sama cewek lain! Lo sama aja! Ini payung lo!" teriak seorang cewek yang membuatku dan Rian menoleh ke sumber suara tersebut. Kini di hadapan kami sudah ada Era yang marah besar dengan mata yang sedikit memerah. Setelah itu Era membuang payung yang tadi dibawanya dan pergi begitu saja.
"Era, gue bisa jelasin!" teriak Rian yang kontan membuatnya langsung berdiri dari posisi duduknya.
Kumohon Yan, jangan pergi ngejar Era. Tinggallah di sini. Genggam tangan gue lagi kayak tadi. Please, Yan.
Rian berjalan menuju payung yang tadi dibuang Era dan kemudian mengambilnya.
"Gue duluan ya," kata Rian cepat seraya bergegas meninggalkanku. Rian kini sudah menembus derasnya hujan untuk menyusul Era.
"Gue suka sama lo, Yan!" teriakku diantara derasnya hujan yang tengah jatuh ke bumi. Kulihat Rian berhenti dan berbalik ke arahku.
"Lo ngomong apa?" samar - samar kudengar teriakannya. Apa harus aku mengulangi ucapanku tadi?
Aku menarik napas dalam dan tersenyum ke arahnya. "Jangan nyerah lo, Yan!" teriakku sekencang yang kubisa. Rian mendengar ucapanku dan tersenyum lebar. Ia mengacungkan jempol ke arahku tanda bahwa ia mengiyakan ucapanku. Setelah itu, Rian kembali berlari mengejar Era yang tadi kehujanan.
Kurasakan dadaku semakin nyeri. Kini kupeluk kedua lututku dan kubenamkan wajahku di sana. Aku sakit hati. Aku patah hati. Semua ini karena rasa sukaku terhadap Rian. Kenapa seorang Rian dapat membuatku sakit seperti ini?
Tanpa kusadari air mata sudah mengalir deras dari kedua mataku. Tak kalah deras dengan hujan yang berada di hadapanku. Tak ada harapan bagiku untuk bisa mendapatkan hati Rian. Ia yang berada di dekatku tapi sangat jauh dari jangkauan. Hatinya sudah tergembok oleh kunci hatinya Era.
Tuhan, mengapa mencintai seseorang begitu menyiksa seperti ini? Bisakah engkau menghapus rasa sukaku terhadap Rian? Aku gak mau sakit hati lagi ketika melihat Rian lebih memilih Era.
Kini kurasakan seseorang mengusap rambutku dengan lembut.
"Lo bego' banget sih, masak nangis gara - gara Rian. Dia kan maho." ucap seseorang yang membuatku menoleh ke arah kananku.
"Tio," kataku lirih disela isak tangisku. "lo kok bisa di sini?"
"Apa lo pengen gue masuk ke dalam minimarket lagi dan cuman ngelihat lo nangis kayak gini? Acnya dingin tau. Gue kedinginan di dalem."
"Tio," kataku lagi sambil mewek. Setelahnya aku kembali menangis tersedu - sedu. Tio menarikku ke dalam pelukannya.
"Ophi sayang, cup cup nak. Rian cowok maho, gak usah ditangisi lagi." candanya yang membuatku tertawa kecil disela tangisku. "Udah gak usah deket - deket lagi sama maho itu."
Aku mengangguk dan masih menangis.
Mungkin, ini adalah masa di mana aku harus merasakan sakitnya patah hati sebelum benar - benar mendapatkan cinta yang layak kudapatkan. Cinta yang dapat membuatku bahagia untuk jangka waktu yang panjang. Dan kalau bisa, untuk selamanya. Anggaplah Rian adalah cinta monyetku dan cinta dalam hatiku. Paling gak, dia pernah membuatku bahagia karena kehadirannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top