11 (9 Nov) ~ Awal dari sebuah Impian
Awalnya, aku penasaran dengan tayangan rutin Papa setiap malam. Pemain yang satu dengan satunya lagi memukul sesuatu berwarna putih secara bergantian dengan raket. Aku pernah coba menonton, belum 5 menit saja sudah ketiduran. Papa hebat sekali bisa tahan melihat hal membosankan itu. Lebih baik aku menonton kartun saja di televisi.
Keesokan harinya sepulang mengaji bersama Mama, aku melihat Papa dan Om Hendi sedang bermain permainan itu di halaman depan rumahku. Sepertinya tampak seru karena Papa berteriak-teriak kalau dapat poin.
Aku menghampiri mereka, enggak tahu mau melakukan apa malah diam melongo memperhatikan mereka sembari jongkok.
Kemudian Om Hendi mendekatiku sambil menyerahkan raketnya di hadapanku. "Izal tahu gak, suatu hari nanti dengan raket ini Izal bisa dikenal banyak orang. Izal bisa beli apa aja buat Mama Papa dan bisa lihat upacara bendera paling depan."
Aku mengambil raket itu, mengayunkannya ke atas dan bawah lalu menggelengkan kepala. "Tapi Om, Izal nggak suka."
Om Hendi hanya tersenyum lalu ia berdiri mendekati Papa yang tampak menunggu. Aku kembali memperhatikan mereka bermain. Entah kenapa lama-lama terlihat seru. Aku mendekati Papa meminta raket, mau coba sendiri. Lantas Om Hendi mengajariku sedikit demi sedikit cara bermain bulu tangkis.
Setiap hari libur aku bersemangat sekali kala bisa bermain bulu tangkis saat Om Hendi berkunjung ke rumah sampai lupa waktu. Akibatnya saat ulangan tengah semester, nilaiku turun, kena omelan Mama. Raket disimpan olehnya selama seminggu. Untung tak lama Om Hendi bantu mencari alasan. Akhirnya raket dikembalikan Mama asal aku mau membagi waktu di mana untuk belajar dan juga bermain bulu tangkis.
Ketika aku coba mengajak teman-teman sekelasku ke rumah. Mereka lebih memilih main mobil-mobilan serta bertukar kartu bergambar tokoh kartun daripada menjadi temanku bermain bulu tangkis.
Papa yang kasihan padaku memberiku tontonan beberapa pertandingan para legenda atlet bulu tangkis Indonesia seperti Susi Susanti dan Taufik Hidayat. Mungkin dulu terasa membosankan namun sekarang aku jadi penasaran.
Bahkan memotivasiku untuk menjadi Rizal seperti saat ini.
●●●
300 kata
Dari M R A.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top