Imprint
Naruto belong to Masashi Kishimoto.
This story belong to me.
Don't copy this!
Part 1 of 2
.
.
.
Naruto pikir kini ia akan mati.
Seharusnya pemuda blonde itu memanggil pertolongan. Berteriak sekencang mungkin agar ia tak tersiksa di dalam ruangan tersebut. Tubuhnya seakan dibakar. Rasa gatal menggerayangi permukaan kulit. Sayang sekali, mulut tak mau berkata-kata selain desahan yang keluar.
'Seseorang tolong——'
Naruto merasakannya. Keinginan yang mulai mencakar insting dalam tubuh. Membayangi dengan eksistensi mengerikan pada sudut kesadaran.
Mereka akan membiarkannya mati. Rasa panas ini membakar dengan ganas.
Di lain pihak, kehausan terhadap sentuhan seorang Alpha menggugahnya.
Ia ingin hidup. Tidak mau terkunci kembali dan merasakan siksaan dari mereka.
Suara yang keluar dari mulut terdengar parau. Tangan bercakar menarik-narik selimut. Menyobeknya tanpa sadar. Penglihatan mengabur, dengan bintik-bintik hitam mencemari area pandang.
Ada suara. Pelan. Sangat pelan. Yang membuat ia mendengarnya adalah kemampuan sensitif dari chakra Kyuubi yang kini telah bercampur dalam tubuhnya.
Chakra seseorang memasuki kawasan terlarang. Ia tak tahu bagaimana orang tersebut mampu membuka segala segel yang dipasang oleh ahli Fuin Jutsu desa Uzu ini. Tapi, ada yang lebih penting sekarang.
Ia harus kabur. Jangan sampai perjuangan ibunya berhenti di sini.
Bagai hewan buas yang akan menerkam mangsa, Naruto berguling, tubuh telungkup dan perlahan bangkit. Kaki serta tangan menopang diri. Mata biru berganti merah. Ia merangkak bak harimau.
Chakra di luar ruangan terhenti tepat di depan pintu.
Pemuda blonde itu terbawa oleh intuisi. Samar-samar ia ingat pintu yang terbuka. Mata hitam legam dan topeng burung dengan warna putih bergaris merah.
Perasaan senang membuncah tatkala insting Omega dalam tubuh mengenali yang di depan mereka adalah seorang Alpha. Begitupun dengan kesadaran feral Kyuubi yang senang karena tak lagi harus terkurung dalam tempat terkutuk itu.
Mungkin ada sedikit adegan terjang-menerjang. Dengan Naruto yang kehilangan akal karena perasaan panas yang menutupi pikiran.
Ia yakin Alpha itu tercakar oleh kukunya, saat ia mencoba melepaskan topeng yang menghalangi.
Intuisi Omega membimbing untuk melakukan kopulasi.
Dan, siapa Naruto bisa menolak?
-
Alpha bermata legam itu jauh lebih dominan, meski ia sudah setengah terpengaruh oleh Kyuubi. Iris merah dengan tiga bintik hitam yang saling mengitari, menatap dalam-dalam pada Naruto.
Suara yang terdengar berat, berucap dengan pelan, "Tenanglah."
Pegangan pada pergelangan sang blonde terkesan hati-hati, namun tetap kuat.
"Kau sudah menjadi Jinchuuriki?" suara itu terdengar sedikit terheran.
Naruto mengangkat pinggul. Menggesek bagian depan celana oranye yang telah kusam pada permukaan paha si Alpha.
"Aku—bukan monster," balas Naruto perlahan. Sedikitnya kesadaran mulai menormal saat ia menghirup aroma Alpha yang menenangkan rasa panas dalam tubuh.
Ada senyum kecil yang menyerupai seringai pada wajah si Alpha. "Bukan. Kau bukan milik Uzu lagi."
Naruto tak mengerti. Gatal pada kulit makin menggerayangi. Ia mendongak, memampangkan leher dengan sempurna di hadapan sang Alpha. Dengan keputusasaan ia berbisik, "Ayo, ayo."
Pinggul si blonde terus bergerak mencari friksi. Seharusnya ia lebih waspada. Orang ini masih asing. Bisa saja dia suruhan dari tetua Uzu untuk membuatnya gila dan bunuh diri. Namun, gejolak intuisi Omega dalam tubuh sudah tak terbendung.
-
Semua terasa sakit. Alpha tak dikenal itu entah bagaimana bisa menekan posesi yang dimiliki Kyuubi dalam pikirannya. Mata merah berbintik hitam terus memandangnya seakan ia adalah harta yang baru ditemukan setelah ribuan tahun terpendam.
Tangan kecokelatan bergetar menyentuh wajah seputih susu. Bibirnya yang hangat menyusuri leher sang Alpha. "Lakukan sesuatu," bisik Naruto. Kaki kanan terangkat, menggosok pada selangkangan pria di atas. Terasa betul betapa kaku organ intim yang terbalut celana hitam. Tak seperti ia yang sudah mencabik pakaian sendiri karena panas yang membakar.
"Sebentar lagi," balas si Alpha yang tengah menggigiti pundak sang blonde.
Perasaan Naruto saja atau taring pria asing ini terlalu lancip. Apakah semua Alpha memilikinya?
"Ayo," desak sang blonde makin tak sabaran. Keputusasaan karena hasrat yang tertekan begitu kuat, membuat ia berani menurunkan tangan sendiri demi menyusuri rektum yang telah basah.
Perasaan menggugah dan berahi yang mulai memuncak, akhirnya mendominasi Naruto. Jari telunjuk mengusap kulit berkerut di bawah sana. Merasakan basah dan kedutan yang berulang-ulang. Mata biru kembali memerah, menandakan bagaimana Kyuubi nyaris mengambil alih. "Aku tidak ingin mati. Aku tidak mau," ucap si blonde panik.
Obat yang diberikan para tetua itu mulai bereaksi lebih kuat. Mengagitasi eksistensi Kyuubi yang tertanam jauh dalam kesadarannya.
"Tenanglah," sang Alpha berucap pelan. Ia mencumbu bibir yang panas. Mengusap air mata frustrasi dari Omega yang kini menyerahkan diri sepenuhnya. "Aku tidak akan membiarkanmu mati."
"Lakukan sesuatu," balas Naruto sedikit kesal.
Alpha itu akhirnya menurut. Ia membuka sisa pakaian yang dikenakan. Otot kekar dengan tubuh yang tidak besar secara berlebih terpampang begitu saja. Kulit putih susu yang berhias beberapa bekas luka. Serta—tato segel?
Mata biru berbias merah menatap pada bawah perut sang Alpha. Memandang bagaimana sempurna organ yang akan memasuki tubuhnya.
Tubuh Naruto dibalik. Punggung panas bertemu dengan dada berkeringat. Tangan sang Alpha memeluk. Organ yang sudah setengah mengeras menyelinap di antara kedua paha sang blonde.
Ia merasa tak cukup. Slick dari tubuh Omega sudah membasahi bagian terdalam kaki Naruto. Ia mengangkat kaki kanan. Mengaitkan pada paha kokoh sang Alpha. Menariknya dekat. Lalu tangan kiri turun ke bawah. Memegang organ intim si Alpha dengan percaya diri dan mengarahkan pada rektumnya sendiri.
Pelukan sang Alpha mengetat, namun membiarkan Omega ini melakukan apa saja.
Baru, saat ada chakra merah membara merambat keluar dari pori-pori kulit Naruto, si Alpha bertindak. Menggigit kuat pundak kecokelatan. Teriakan, "Ah!" Menggema di ruangan tersebut. Darah hangat membasahi hingga ke dada.
Ia mendelik dengan terkejut. Menatap langsung manik merah yang masih fokus mengamati. Bibir sang Alpha berada di pundak Naruto. Gigi taring semakin menekan. Erangan sakit lepas dari sang blonde.
"Apa yang—ah!"
Baru ingin bertanya, organ intim Alpha sudah memasuki tubuhnya. Otot rektum langsung meremas berulangkali sebagai refleks menolak.
Tanpa menunggu, tangan sang Alpha menarik kaki kanan Naruto. Mengangkatnya tinggi hingga akses pada tubuh sang blonde bisa didapatkan dengan mudah. Ia langsung menyetubuhi dengan ritme cepat.
Intuisi Omega yang haus sentuhan akhirnya terpenuhi. Tangan mencakar-cakar pada ranjang.
Pinggul sang blonde ikut bergerak. Menyesuaikan dengan insting yang mulai mengambil alih.
Ia tak peduli darahnya masih hangat di dada. Atau bibir sang Alpha yang berulangkali menjilat cairan merah itu dengan antusias.
Naruto hanya mengejar euforia yang mengabuti pikiran.
-
Insting Kyuubi dihajar habis-habisan oleh dominasi yang dilakukan Alpha asing ini. Kekuatan dari dojutsu yang tak diketahui jauh lebih unggul. Membuat Naruto sepenuhnya menjadi Omega yang terpengaruh heat.
Bukan lagi seorang Jinchuuriki yang dipaksa untuk hancur karena dua insting yang berseteru.
Alpha itu masih menghiasi pundak Naruto dengan gigitan. Organnya menggembung dalam rektum sang blonde. Mengunci mereka untuk lima belas menit mendatang.
Harum pergumulan yang kentara. Ranjang yang nyaris hancur tercakar. Serta bekas merah yang menghiasi sisa seprai.
Tangan sang Alpha mengitari dengan sangat posesif.
Begitupun dengan Naruto yang merasakan intuisi untuk menandai, berkopulasi, dan memiliki keturunan.
Bereproduksi. Lagi dan lagi.
"Uzumaki Naruto?"
Pemuda blonde itu terlalu lelah. Nalar belum mengejar dengan kenyataan yang tengah terjadi. Sisa heat masih mengisi pikiran. Ia tak mau membayangkan bagaimana nanti setelah Knot dalam lubangnya mengecil dan setelah itu heat akan muncul kembali.
"Mmm—" balas si blonde mengantuk.
"Namaku Sasuke."
Kelopak mata susah payah membuka. Melihat ekspresi pongah dari Alpha yang masih menaruh dagu pada pundak berbekas luka.
Tak ada jawaban yang diinginkan, si Alpha kembali bicara. "Ingat namaku. Orang yang akan menjadi ayah dari anakmu."
Tubuh Naruto menegang. Fakta yang diucapkan Alpha ini akhirnya masuk ke otak. Ada kemungkinan besar setelah heat ini ia akan hamil. Seorang Omega yang menemukan pasangan sesuai akan meningkatkan kualitas fertilitas yang dimiliki.
"Tidurlah."
Ia akan membuka mulut untuk protes. Namun, sisi Omega dalam tubuh masih mengendalikan. Sehingga ia perlahan merasakan kantuk sesuai perintah barusan.
Apalagi dengan si Alpha—Sasuke yang terus mengusap perut Naruto perlahan. Kehangatan dari tubuh yang berdempet, lama-kelamaan membuat kelopak mata memberat.
Si blonde pun terlelap tanpa suara.
-
Ketiga kalinya, waktu memasuki heat yang sudah terlalu dalam. Entah berapa lama mereka ada di ruangan tersebut. Ia ingin keluar, merasa lapar, namun tubuhnya masih memiliki hasrat berkopulasi yang tinggi.
Udara di sana kini tercium apak. Keringat, sisa orgasme, serta harum semula dari ruangan tersebut bercampur aduk. Yang membuat keduanya betah hanya wangi feromon masing-masing yang menggoda satu sama lain.
Naruto terlalu mabuk dalam masa heat, pengendalian terhadap chakra Kyuubi pun memburuk. Aliran energi merah membara, menyusup keluar. Membentuk telinga rubah.
Pikiran berkabut tak melihat bagaimana sayap hitam bagai kelelawar menghiasi punggung Sasuke. Juga pada segel yang telah menyebar hingga menutupi wajah dan sebagian tubuh si Alpha.
Keduanya bergumul dengan liar. Saling mencakar dan menekan. Si Omega terposesi Kyuubi juga dengan intuisi Submisif, tak mau mengalah sama sekali. Mencoba mendominasi sang Alpha.
Sasuke menggeram. Mata merah dengan bintik hitam menatap tajam. Bibir yang berhias darah Naruto, kini terbuka bebas. Menampilkan deretan taring.
Tubuh keduanya bergerak sinkronis. Satu mendorong, satu menekan. Erangan dan geraman mengisi ruangan pengap tersebut.
Chakra Kyuubi tak menghentikan si Alpha dari mengangkat kedua kaki Naruto dan membenamkan organ intimnya lebih dalam.
Tubuh sang blonde bergetar. Tangan mencakar pundak Sasuke. Leher mendongak saat ia menjerit. Lagi-lagi taring si Alpha menancap. Memberikan bekas luka yang dijilat dan meninggalkan aroma feromon mereka.
-
Omega dalam diri Naruto telah jatuh cinta pada Alpha ini. Yang berani memberikan apa yang ia minta. Yang tidak takut dengan kebuasan sisi tergelap dalam dirinya.
Mereka kembali berbaring. Kelelahan setelah lama berkopulasi. Setidaknya ia memiliki beberapa jam sebelum heat muncul lagi.
-
Naruto tak sadar ketika tubuhnya dibalut oleh jubah hitam. Sasuke telah membereskan diri sebisa mungkin, pakaian kotor pun ia kenakan. Menutup wajah dengan topeng elang yang sempat ia jatuhkan saat mereka bergumul.
Ia membopong Naruto dalam dekapan di depan dada.
Keduanya keluar dari ruangan setengah hancur tersebut. Melangkah menembus kekai yang memang terpasang di sana.
Sambutan yang didapat Sasuke adalah rekan ANBU yang entah sejak kapan menunggu.
"Hokage-sama mengirim kami sebagai bantuan."
Pria Alpha itu mengangguk. Keempatnya berjalan semakin keluar dari wilayah terlarang.
-
Saat Naruto bangun ia langsung ketakutan. Karena obat yang diberikan oleh tetua Uzu dirinya memasuki masa heat. Mereka tidak memberikan opsi saat ia dilempar ke tempat terlarang di sana. Di mana kekai terkuat desa berada.
Sejak ia lahir, tetua Uzu dan banyak penduduk membencinya. Tidak menyukai Uzumaki Kushina karena membawa pulang anak haram ke desa mereka.
Namun, Kushina tak berkata apapun mengenai siapa ayah dari janin yang dikandungnya.
Mau tak mau mereka menerima Naruto, karena ibunya adalah seorang Jinchuuriki. Di mana kedudukannya lebih tinggi. Luka verbal menghiasi kehidupan masa kanak-kanak sang blonde. Bertahun-tahun ia tak dibolehkan mempelajari jutsu. Hanya Uzumaki Kushina—sang ibu yang mengasahnya untuk belajar mengendalikan intuisi.
Keahlian utama klan Uzu terletak pada jenis chakra mereka. Karena itu ia sensitif dengan keberadaan chakra milik orang lain.
Kini, ia terlalu lemas untuk bergerak, namun sensitivitas yang dimiliki telah menangkap bahwa ia tengah dibawa menuju keluar desa Uzu. Chakra yang familier mengelilingi dengan ketat.
"Apa yang kaulakukan?" bisik Naruto, tangan mengetat pada pundak Sasuke. Ia baru sadar tengah di gendong dalam dekapan sang Alpha.
Ada dua orang lagi yang ikut berlari bersama mereka. Keduanya mengenakan topeng dan jubah. Bertingkah seolah tidak melihat keberadaan Naruto sama sekali.
"Kita akan pergi dari sini." Alpha yang menggendong Naruto menengok. Memberi kode pada temannya. Satu dari mereka mengambil kertas gulungan dan kuas-tinta. Dia menggambar dengan cepat. Lalu membuat segel tangan.
Dari gambar tadi muncul burung berwarna putih-hitam.
"Ayo," ucap Sasuke tanpa menunggu langsung naik ke atas burung tersebut. Ia masih menggendong Naruto yang setengah sadar, sisa obat dan heat masih kental dalam sistem tubuhnya.
Anggota lain tim mereka segera naik. Burung tersebut mengepakkan sayap dan terbang ke udara. Menjauh dari desa terpencil itu.
"Mereka bisa mengejar."
Mendengar hal tersebut Naruto sontak menegang karena takut. Namun, ia perlahan memfokuskan diri mendeteksi pada chakra anggota Uzu.
Tak ada yang mencegah. Seolah mereka tertidur.
"Apa yang kalian lakukan dengan mereka?"
Satu orang yang paling tinggi di antara mereka berucap pelan, "Genjutsu."
"Tenanglah," lagi-lagi Sasuke mencoba menghilangkan emosi negatif yang bergumul dalam hati Naruto.
Tangan sang Alpha mengitari dengan posesif, tak membiarkan angin sedikitpun menyentuh tubuh si Omega.
-
Naruto tak ingat kapan ia jatuh tertidur. Namun, saat kondisinya setengah sadar, ia mendengar suara samar-samar. Tak ingin bergerak, takut jika orang-orang itu datang kembali dan mengetes kemampuan Kyuubi dalam tubuhnya.
Ia tak mau disegel kemudian dilepaskan dan membunuh orang lagi.
Ia bukan monster.
"Aku tidak mengerti, Taka. Sejauh ini, misi sekarang yang menjadi catatan hitammu."
Naruto mencoba berpura-pura tak sadarkan diri. Mencuri dengar apa yang diucapkan tak jauh darinya. Chakra dalam tubuh dimanipulasi sedemikian rupa agar menutupi debar jantung yang menandakan ia telah bangun.
"Maafkan aku Hokage."
Suara dari Alpha yang membawanya keluar dari desa Uzu terdengar pasif. Hanya pengalaman berpura-pura pingsan saja yang membuatnya tidak ketahuan, dengan bagaimana debar jantung mengencang saat mendengar suara Sasuke.
Tunggu, Hokage? Bukankah itu jabatan bagi pemimpin desa Konoha? Satu dari lima desa besar ninja?
Apa yang ia lakukan di Konoha?
"Aku akan menjaganya."
"Bukan itu yang kumaksud, Taka."
Tarikan napas terkejut Naruto yang membuat dua orang yang bercakap tadi tersadar jika pasien mereka bangun. Si blonde terlalu kaget karena seseorang mengatakan ingin menjaganya. Alpha tadi berani memberikan harapan.
"Kau sudah bangun? Bagaimana kondisimu, Naruto?"
Percuma jika ia berpura-pura tidur. Akhirnya kelopak mata membuka perlahan. Ia menegang menatap wajah yang mirip dengannya. Hanya lebih dewasa dan helaian pirang yang jauh lebih panjang.
Manik biru menatap padanya dengan lembut. Tangan halus mengusap di bawah mata Naruto. "Hey, semua baik-baik saja bukan? Tidak ada yang sakit?"
Mulut terasa kaku, namun ia memaksa tangan yang bergetar untuk menangkap pergelangan dari pria di depan. Mengabaikan kehadiran familier si Alpha yang tidak lagi mengenakan topeng burung.
"Siapa—" ucapan Naruto tercekat. Ibunya tak pernah banyak bicara mengenai siapa sang ayah. Namun, melihat kemiripan ini, ia tak mampu mencegah hati dari berharap.
"Kau ada di Konoha sekarang." Pria itu menjauhkan diri sejenak. Menatap dengan pandangan yang sendu. Seakan baru mengingat sesuatu. "Aku adalah Yondaime Hokage. Ayahmu—Namikaze Minato."
Benar saja. Pria ini adalah orang yang ia tunggu selama bertahun-tahun untuk datang dan membawa mereka pergi. Tapi, apa yang terjadi? Ibunya lebih dulu pergi ke nirwana.
Sang ayah terlambat menyelamatkan mereka.
"Kenapa kau—" Mengingat sang ibu, Naruto langsung terhenti. Terbayang mayat Uzumaki Kushina yang tertutup kain putih. Kehidupan mereka yang berubah dalam sekejap. Setelah delapan bulan kematian ibunya, kenapa dia baru datang?
Salah. Setelah tujuh belas tahun, kenapa pria ini masuk ke kehidupannya?
"Tujuh belas tahun, kenapa kau—ayah, baru datang?"
Pria itu tampak siap dengan pertanyaan yang baru diutarakan Naruto. Ia menatap langsung, ingin memberi jawaban yang meyakinkan. "Karena aku baru tahu jika Uzumaki Kushina melahirkan anakku."
"Aku tidak mengerti," balas Naruto pelan. Alasan yang tak masuk akal.
"Kushina pergi begitu saja, tanpa memberiku kesempatan untuk menikah dengannya. Aku tidak tahu dia sedang mengandung."
Tak habis pikir, kenapa ibunya mengambil langkah sejauh itu?
Lalu jika sang ayah bahkan tak tahu ia eksis, bagaimana bisa dia menemukannya?
"Aku akan membawanya kemari."
Suara familier dari Alpha yang pernah menyentuh tubuhnya, membuat si Omega mendongak. Melihat punggung berbalut jubah hitam keluar dari kamar rawat.
"Dia—" lagi-lagi ia ngilu untuk bicara. Bagaimana menceritakan bahwa kepolosan yang ia miliki hilang karena urusan hidup dan mati? Heat pertama dan intens yang dimaksudkan untuk membunuhnya. "Apa dia orang yang kau kirim?"
Yondaime Hokage menatap dengan lekat. Mencoba mendeteksi emosi apa yang ada di raut wajah Naruto. "Dia adalah anggota ANBU khusus milikku."
Remaja blonde itu terdiam. Menatap tangan yang telah sembuh. Tak ada jejak jika ia sehabis melakukan heat. Padahal kopulasi mereka sangat liar. "Berapa lama aku tak sadarkan diri?"
Yondaime Hokage masih menjaga jarak. Mungkin tak ingin membuat Naruto tertekan. "Satu minggu."
Jelas mata biru Naruto membulat. Ia tak percaya berapa lama tak sadarkan diri. Semenjak tubuhnya dipaksa menjadi wadah bagi Kyuubi, ia selalu sembuh dengan cepat. Tapi, kenapa seminggu?
Yondaime memberi detail, "Kau memasuki masa heat penuh dan menghabiskan waktu di kediaman Sasuke. Baru dua hari kemarin dia membawamu ke rumah sakit ini."
Wajah sang blonde memerah. Membicarakan hal seperti ini dengan orang asing—apalagi ayahnya, meski mereka baru bertemu, tetap saja memalukan.
Berhari-hari menghabiskan waktu untuk bergumul. Astaga.
"Permisi," suara ketukan dibarengi dengan suara familier Alpha yang menghabiskan waktu heat bersamanya, Naruto langsung mendelik. Wajah memerah hingga ke telinga begitu ia menyadari harum feromon sang Alpha bercampur dengan miliknya.
Yondaime Hokage mempersilakan mereka masuk. Satu wanita yang tak asing bagi Naruto muncul di belakang Sasuke. Wajah cantik yang berkerut dalam amarah. Tak seperti di mana dia selalu memasang topeng dingin.
"Karin?" Ia terkejut melihat sepupu yang selama ini menjaga jarak dengannya kini berada di sini.
"Ibumu mengirim Karin kemari," Yondaime Hokage berucap menjelaskan.
"Tapi bagaimana bisa—kau sudah tidak ada bersama ibu," gumam Naruto.
"Tsk, apa kau tidak tahu. Nona Kushina yang memintaku pergi sebelum kami menjalankan misi."
"Tapi, kau tidak mungkin mau membantu kami." Mata biru menajam. Teringat akan kata-kata kasar yang pernah dilontarkan padanya. Kecurigaan yang meninggi setelah lama ia diperlakukan buruk.
Karin bersedekap dada, melirik sekilas. "Aku hanya tak suka padamu, bukan pada Nona Kushina."
Naruto mengalihkan pandangan ke arah Yondaime Hokage. Mencari penjelasan. Karin pergi dengan ibunya sembilan bulan lalu dalam perang dengan desa Amegakure. Tim mereka hancur, hanya ibunya yang hampir selamat. Namun, luka yang didapat terlalu aneh. Hingga para tetua akhirnya memutuskan memindahkan Kyuubi.
Yang berarti mengambil nyawa Uzumaki Kushina begitu saja.
Naruto ingat betapa marah ia mendengar ibunya harus mati.
Setelah kematian Uzumaki Kushina, ia harus disekap dalam wilayah rahasia. Entah kenapa mereka melakukan itu. Kemudian kabar mengenai beberapa Jinchuuriki Kyuubi yang meninggal—terjadi selama dua kali dalam enam bulan. Tak ada yang mampu menahan kekuatan chakra gelap sang Bijuu.
Hingga dua bulan lalu tetua memaksa Kyuubi memasuki tubuh Naruto.
Ia berhasil menerima kekuatan tersebut, namun dalam prosesnya ada lebih dari sepuluh ninja Uzu yang meninggal. Mereka terlambat menyegel setengah kekuatan itu.
Dalam dua bulan mereka merasa keberadaan Naruto menjadi bahaya besar.
Bijuu Kyuubi no Kitsune terlalu pekat menyatu dengannya. Hingga mudah mengamuk. Mereka bermaksud menyingkirkan Naruto dengan membuatnya memasuki masa heat.
Menguncinya dalam ruang terlarang.
Mereka tak berani langsung menyerang atau menyegel. Kyuubi jauh lebih pintar untuk memposesi tubuh Naruto dan menghancurkan setengah desa Uzu.
"Berkat informasi dari Karin, kami dapat menemukan posisimu."
Naruto tetap mengerutkan kening mendengar penjelasan Hokage. Ia mendelik pada Alpha muda yang sejak tadi diam. Menatap ke arahnya dengan intens. "Apa yang akan terjadi selanjutnya?"
"Aku bermaksud membawamu untuk tinggal denganku. Tentu setelah Hokage-sama memberikan izin."
"Sasuke-kun!" Karin mendelik begitu cepat.
"Aku bahkan belum mengenalmu." Naruto tampak ragu. Bagaimana ia harus mengambil keputusan? Semua yang ada di sana masih asing. Siapa yang dipercayai dan mana yang tidak, sama-sama samar.
"Naruto," Yondaime Hokage memanggil pelan. "Aku ingin membicarakan sesuatu antara dirimu dan Sasuke."
"Hokage-sama," keluh Karin. Memandang kedua Alpha bergantian. "Sasuke-kun masih membutuhkan darahku!"
Kali ini Hokage yang langsung mendelik ke arah anggota ANBU itu. "Bagaimana, Sasuke?"
Naruto tak suka ini. Melihat Alpha yang menghabiskan heat dengannya justru terlihat bimbang pada omega lain. Terlepas dia adalah sepupunya sendiri atau bukan.
Ia mengenal Karin sejak dulu. Gadis Omega itu merupakan prodigi desa Uzu. Kemampuan mendeteksi, serta darah dalam tubuhnya, sangat tidak biasa. Penduduk mereka merasa kecewa saat mengetahui dia meninggal di medan perang.
Jadi selama ini Karin bersembunyi di Konoha.
Apakah Sasuke juga membutuhkan darah Karin seperti desa Uzu?
"Aku tidak akan meminum darahmu lagi. Aku terikat dengan Uzumaki Naruto, sekarang."
"Sasuke-kun—" ucapan Karin tertelan kembali, saat si Alpha ANBU menurunkan sisi kerah jubah yang dikenakan. Sebuah tato tergambar di sana.
Naruto tak mengerti, saat ia dalam demam heat, pikirannya setengah sadar. Melihat tato di leher Sasuke, namun tidak begitu jelas.
"Apa kau sudah mengkonfirmasi dengan Tsunade-sensei?" Hokage Yondaime masih tampak tenang saat bertanya hal tadi.
Sasuke menarik kembali kerah jubahnya. Ia mengangguk, "Positif."
Karin mengepalkan tangan kemudian membalik diri dan pergi. Tak peduli telah bersikap tidak sopan di hadapan seorang Hokage.
"Bagaimana jika dia memberitahu pihak Uzu?" tanya Naruto saat melihat betapa marah Karin saat pergi.
"Tanpa diberitahu pun, aku yakin mereka sudah menduga hal ini. Kami sudah mengetatkan penjagaan. Jiraiya-sensei akan membantu membuat Fuin Jutsu yang bisa menekan Kyuubi dalam dirimu. Alasan Uzu untuk menarikmu pasti karena segel. Tapi, aku tak akan membiarkannya."
Naruto tidak menjawab. Ini masih terlalu cepat untuk berpikir jauh. "Aku ingin istirahat," ucapnya kembali menyamankan diri. Berpura-pura menutup mata.
"Aku tidak seharusnya membawa masalah ini sekarang. Tidurlah." Yondaime mengangkat tangan ingin kembali mengusap Naruto. "Bolehkah?" ucapnya lagi.
Naruto membuka mata. Sasuke masih diam memperhatikan dari samping.
Bertahun-tahun menantikan seseorang untuk menyelamatkannya dari jerat Uzugakure. Kini, sosok ayah yang dinantikan telah datang. Ia ingin mengenal Yondaime Hokage lebih dalam lagi. Ia pun mengulurkan tangan perlahan.
Dengan senyum senang, Yondaime mendekat dan mengusap wajah Naruto. Sementara remaja blonde itu memeluk satu tangan pada pundak sang ayah.
-
End Part 1 of 2
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top