BAGIAN KESEMBILAN S2: BERBAUR

Di pagi hari yang damai ini, aku duduk di kursi meja makan sambil menikmati sarapan buatan dari gadis yang kucintai dengan perasaan senang. Bersama dengan Yukimura dan lainnya yang ikutan makan bersama di sini, menjadikan suasana di sini tidaklah sepi dan terasa begitu harmonis. Walau terkadang ada kejadian yang sedikit mengganggu keharmonisan ini, seperti tiba-tiba aku mendapatkan 'serangan' di antara mereka sehingga aku mendapatkan hukuman mati di tempat. Tapi pada akhirnya keadaan tidak menjadi kacau dan bisa kembali damai.

Tapi apa daya. Walau memang disebut sering, yang berarti hal itu dianggap pasti akan terjadi setiap saat. Tetap saja kata 'sering' tidak menutup kemungkinan adanya presentasi kejadian sebaliknya yang malah terjadi.

Memang di meja makan ini begitu damai, mungkin tepatnya terlalu damai. Akibatnya, aku merasa tidak nyaman, apalagi ditambah dengan tatapan dari Yukimura dan lainnya, kecuali Aya-chan yang sedang memasak. Semakin terasa tidak nyaman suasana ini.

Sebenarnya mereka menatapku dengan ekpresi mencurigai dengan cara masing-masing, bukanlah ke arahku. Tapi tepatnya ke seorang wanita yang duduk di sebelahku. Wanita itu adalah Lulu-san.

Seperti para Fiksi yang sudah kusegel kekuatannya. Lulu-san mendapatkan perlindungan dari organisasi LoF secara fiksi maupun mental. Lalu, karena Lulu-san mereasa tidak nyaman berada di markas organisasi mantan musuhnya. Dia pun memilih untuk hidup bersama denganku.

Tentu saja hal ini sudah kuberitahu kepada Aya-chan dan lainnya. Termasuk situasi Lulu-san yang sudah dibuang oleh Vaan. Tapi, kurasa hal itu tidak membuat mereka menjadi langsung begitu saja menerima Lulu-san sebagai sesama Fiksi yang disegel. Terlebih, Lulu-san adalah mantan musuh mereka. Apalagi Ami, yang dulu pernah disandra olehnya.

"Sarapannya sudah siap~"

Hanya suara pemberitahuan dari Aya-chan yang terdengar di meja makan ini.

Kemudian, beberapa dari mereka pergi ke dapur untuk membantu Aya-chan membawakan sarapan kami. Dan keheningan pun terjadi lagi.

Aku melihat Lulu-san. Dia terlihat biasa saja. Tatapannya lurus ke depan, seolah terfokus ke satu titik di depannya. Bahkan, ekpresinya terlihat biasa saja, tidak menunjukkan rasa terganggu ditatap oleh mereka.

Aku ingin sekali membantunya dengan mencoba membujuk yang lain agar tidak terlalu mencurigainya dan menghentikan memberikan tatapan seperti itu. Tapi, aku rasa kalau begitu malah meremehkan Lulu-san yang mengatakan sebelumnya akan mengatasi kecurigaan mereka agar bisa hidup bersama dengan harmonis.

Tak lama kemudian, datanglah sarapan kami yang diantar oleh Aya-chan dan lainnya. Setelah disimpan di atas meja, kami pun mulai sarapan. Berkat itu, tatapan mereka teralih ke makanan masing-masing. Sehingga aku bisa sedikit merasa lega, walau bukan aku yang ditatap oleh mereka.

Keheningan ini tidak bertahan lama. Karena tiba-tiba Aya-chan melontarkan pertanyaan kepada Lulu-san.

"Bagaimana makanannya? Apakah sesuai selera Lulu-san?" tanya Aya-chan.

Ah, Aya-chan. Kamu benar-benar malaikat. Walau Ange dulunya adalah Fiksi seperti malaikat, tapi kamu adalah sosok malaikat yang sebenarnya di mataku. Terima kasih karena memberikan celah agar Lulu-san bisa membaur di sini.

Tapi, sayangnya, kesempatan itu tidak diambil oleh Lulu-san dengan baik.

"Enak," balas Lulu-san singkat dan datar. Kemudian melanjutkan makannya.

Aya-chan hanya tersenyum senang mendengar itu, lalu dia melanjutkan makan dan suasana pun kembali hening.

Aku ingin memberikan kode agar Aya-chan melakukan pembicaraan yang bagus dan bisa disambung oleh Lulu-san. Tapi, karena berbicara saat makan adalah hal yang tidak sopan. Maka kuurungkan niat itu.

Memang benar, terkadang kami tetap saja berbicara saat makan. Tapi, itu saat-saat memang bagus-bagusnya pembicaraan atau hal penting. Dengan situasi yang bisa menjadi lebih canggung dan suasana menjadi tidak enak. Kurasa melakukan pembicaraan saat makan bukanlah ide bagus.

Setelah beberapa saat. Akhirnya kami selesai melahap habis sarapannya. Aya-chan dan beberapa dari yang lain membawa semua piring dan peralatan makan untuk dicuci. Aku ingin membantunya, tapi aku masih khawatir dengan keadaan Lulu-san. Jadi, aku masih duduk diam memperhatikan dia yang mungkin akan melakukan pergerakan agar bisa membaur di sini.

Tapi, melihat Lulu-san masih diam menatap ke depan tanpa berekpresi, kurasa itu tidak akan terjadi. Malah, rasanya dia seolah sudah menyerah sebelum mencobanya.

Kalau begini, kurasa aku harus maju untuk membantu. Tapi, kira-kira apa yang bisa kulakukan?

Ah, benar juga.

Aku ajak saja dia membantu mencuci piring. Di sana kan ada Aya-chan. Bisa saja nanti di sana mereka akan akrab, berkat Aya-chan yang baik hati. Walau nanti hanya dengan Aya-chan, tapi kurasa itu lebih baik dibandingkan tidak. Terlebih, nanti pun Aya-chan bisa mempengaruhi yang lain secara tidak langsung untuk akrab dengan Lulu-san.

Benar-benar ide yang bagus, diriku!

"Lulu-san, aku akan membantu mencuci piring. Apa kamu mau ikut?" tanyaku.

"Tidak. Aku ingin ke kamar saja," balas Lulu-san datar. Lalu, dia pun berdiri dan pergi ke kamarnya.

Aku yang mendengar itu hanya bisa diam terkejut. Tidak habis pikir, bagaimana bisa dia masih tetap menjadi sosok musuh di sini, setelah apa yang terjadi. Terlebih, dia sendiri yang sebelumnya bilang ingin mengurus sendiri agar bisa membaur di sini.

Tapi, apa yang terjadi malah terlihat sebaliknya!

Ahhh... Aku memutuskan untuk pergi ke dapur dan membantu Aya-chan dan lainnya untuk mencuci piring. Ini juga bisa untuk mendinginkan kepalaku yang panas karena kesal oleh sikap Lulu-san.

"Sepertinya Lulu-san tidak menyukai kami," ujar Aya-chan sambil memberikan piring yang sudah dicuci.

"Kurasa tidak. Dia hanya merasa gugup," ujarku menghibur Aya-chan sambil mengelap piring yang diberikannya.

"Benar juga... Mengingat dia dulu adalah musuh. Pasti dia merasa kurang enak untuk berada di sekitar kami."

Setelah dipikir-pikir, mungkin saja alasan Lulu-san bersikap begitu karena memang dia tidak enak untuk berbaur di sini. Malah, kalimat yang mengatakan agar mau berbaur bisa saja hanya bohong belaka, karena tidak enak denganku yang antusias ingin agar dia berbaur di sini.

Aku benar-benar tidak memikirkan dari sudut pandangnya. Kenapa bisa-bisanya aku tidak kepikiran sampai ke sana...

"Hallo, Ouka," panggil Itsuka dari intercom.

"Ada apa, Itsuka?"

"Apa ada hal buruk yang terjadi di sana?"

"Tidak. Di sini tidak terjadi apapun."

"Lalu kenapa parameter mental Lulu-san menurun? Apa yang terjadi kepadanya?"

"Eh, parameternya menurun?"

"Iya. Walau sedikit-sedikit, sih."

"Aku akan coba bicara dengannya."

"Oke. Aku mengandalkanmu. Kalau butuh bantuan, langsung hubungi aku."

"Oke."

Sepertinya memang benar. Lulu-san merasa tidak nyaman di sini. Sebaiknya aku bicara kepadanya untuk jalan keluarnya. Kalau parameternya sampai di batas kritis, bisa-bisa akan terjadi hal gawat.

"Maaf, Aya-chan. Aku harus bicara dengan Lulu-san."

"Hm, aku mengerti."

Aku langsung menyimpan piring yang sudah kulap tadi, ke rak piring. Kemudian, aku pun pergi ke lantai atas, tepatnya ke kamar tamu. Di sanalah, kamar Lulu-san.

Seperti yang kukatakan sebelumnya, Lulu-san enggan atau tidak enak berada di sekitar organisasi musuhnya dulu. Jadi, bukan di kamar markas dan bisa kemari dengan menggunakan alat pemindah. Melainkan di kamar tamu ini.

Setelah sampai di depan daun pintu kamar tamu. Aku pun mengetuk daun pintu, tidak terlalu keras sambil memanggil namanya dan memintanya agar dibukakan pintu ini.

"Lulu-san. Ini aku, Genoji. Bolehkah aku memasuki kamarmu?"

Aku pun berhenti mengetuk pintu. Tidak ada satu suara pun yang terdengar dari dalam, bahkan suara untuk membiarkan aku buka sendiri pintunya tidak ada. Jadi, aku putuskan untuk membuka pintu dengan perlahan.

Aku sering sekali menghadapi musibah akibat terburu-buru membuka pintu. Seperti ternyata di sana Yukimura atau yang lainnya sedang ganti baju. Lalu, berakhirlah dengan aku terbunuh di tempat atau paling ringan mendapatkan luka lembam di dahi karena dilempari benda.

Setelah terbuka, aku tidak bisa melihat sosok Lulu-san. Aku putuskan untuk masuk dan mencari di sekitar. Aku pun menemukannya, dia sedang duduk memeluk kakinya dengan kepala dipendam di antaranya. Mudahnya, dia sedang terlihat berputus asa.

Sepertinya Lulu-san begitu karena sudah tidak bisa lagi menahan kepura-puraan terlihat biasa saja di sekitar Aya-chan dan lainnya yang dulunya adalah musuh. Terlebih, dia pasti merasa tidak nyaman ditatap curiga oleh mereka.

"Lulu-san, kalau ada masalah. Tolong ceritakan kepadaku," pintaku sambil mendekatinya.

Mendengar kalimat itu. Lulu-san pun mengangkat kepalanya dan melihat ke arahku sambil memberikan elakkan.

"Aku... tidak apa-apa."

"Dengan wajah seperti itu. Aku tidak bisa mempercayai kata-katamu itu."

Lulu-san langsung bungkam sambil mengalihkan pandangannya. Kemudian, dia pun akhirnya menceritakan masalahnya.

"Aku minta maaf karena tidak bisa melakukan hal itu dengan benar..."

"Melakukan apa?"

"Untuk bisa akrab dengan mereka... Padahal aku sudah bilang kepadamu kalau masalah itu biar aku tangani sendiri... Tapi, akhirnya aku malah mengacaukannya. Bahkan, walau Ayase-chan memberikan kesempatan dan kamu yang mengajakku membantu mereka agar bisa bicara untuk mengakrabkan diri."

Aku langsung terkejut sekaligus merasa senang mendengar penyesalannya itu. Ternyata, Lulu-san tidak sejahat yang kukira tadi. Dia memang benar-benar mau berubah dan memperbaiki kesalahan sebelumnya.

"Berhentilah seperti anak kecil yang langsung murung dan sedih setelah melakukan kesalahan. Harusnya kamu langsung mengoreksi diri, bukannya seperti itu."

"Tapi..."

"Jangan banyak mengeluh dan hadapi saja!" tegasku memotong kalimat elakkan Lulu-san.

Sebenarnya aku ingin mendukungnya secara baik-baik, tapi mengingat saat itu aku beri ketegasan dan kalimat yang pedas bisa berhasil. Jadinya, aku putuskan kalau menghadapi Lulu-san jangan sering menggunakan kalimat yang halus dan gombalan manis.

Mungkin karena terpicu oleh ketegasanku. Lulu-san langsung berdiri dan berjalan melewatiku untuk keluar kamar. Aku pun langsung mengejarnya.

Sekarang aku berada di dapur dan melihat Lulu-san membantu Aya-chan mencuci piring. Lalu, membantu menyapu lantai bersama Ami. Kemudian, membantu hal lainnya. Walau tidak banyak bicara selama membantu, tapi kurasa mereka secara tidak langsung menjadi akrab dan melupakan kecanggungan tadi.

Yah, kurasa aku tidak perlu mencemaskan lagi masalah Lulu-san. Dia benar-benar bisa mengatasinya sendiri. Memang begitulah seharusnya wanita dewasa.

Tapi, tentu saja bukan berarti rasa khawatir menghilang di pikiranku. Masih banyak sekali hal yang kukhawatirkan. Salah satunya tentang vampire perempuan yang terkadang kutemui.

Memang benar, dia sering sekali menyerangku dan bahkan membahayakan yang lainnya. Tapi, dia kan seorang Fiksi juga. Bisa jadi, keganasannya itu akibat dari kekuatan Fiksi yang tidak bisa dia kendalikan. Dan itu berarti aku harus menolongnya agar terlepas dari kesengsaraannya itu.

Tapi, aku tidak punya banyak informasi tentangnya. Apalagi pertemuan kami selalu tidak terduga, karena dia datang tiba-tiba. Maka dari itu, aku putuskan untuk pergi ke markas organisasi LoF. Mungkin saja di sana aku bisa menemukan informasi tentangnya.

"Sayang sekali, tapi kami tidak punya informasi apapun dan bahkan tentang identitas vampire itu," ujar Itsuka setelah mendengar permintaanku. "Kenapa tiba-tiba menanyakan tentang dia?" lanjutnya bertanya.

"Mungkin saja aku bisa mengetahui tentang tempat tinggalnya atau tempat yang biasa dia datangi agar mudah mendatanginya dan menyegel kekuatannya."

"Itu terlalu berbahaya!"

Aku yang mendengar peringatan tegas dari Itsuka tadi langsung terkejut diam. Tidak habis pikir dia akan bersikap begitu.

"Memangnya kapan aku tidak menghadapi bahaya?"

"Memang benar, tapi ini..."

"Sudahlah. Aku akan mencarinya sendiri."

"Tung-"

Tanpa menunggu kalimat Itsuka selesai, aku pun melakukan teleport untuk pergi ke hutan tempat karyawisata kelasku dan aku bertemu dengan vampire itu.

Pohon-pohon yang banyak dan berdiri secara tidak teratur, cahaya matahari siang hari yang menembus sela-sela daun dari pohon, dan lantai berupa tanah yang ditumbuhi rumput dapat kulihat.

Aku tidak tahu kenapa memutuskan pergi ke sini. Tapi, kurasa tidak ada salahnya mencoba. Mungkin saja kebetulan vampire itu terbang melewati daerah di sini. Lalu, merasakan keberadaanku dan akhirnya muncul secara tiba-tiba dari langit.

Karena diam saja kurasa bukan ide yang bagus. Jadi, aku putuskan untuk berjalan-jalan di hutan ini. Aku tidak tahu ke mana, tapi yang penting adalah berjalan.

Tanpa kusadari, aku sampai di padang rumput tempat Kanade-chan dan Airi-chan biasa main bersama dulu. Tempatnya tidaklah berubah dari terakhir aku ingat. Pemandangan lautnya pun masih bisa membuatku merasa takjub dan bagus untuk dilihat.

Ah, benar juga. Aku sudah lama tidak bertemu dengan Airi-chan. Kira-kira bagaimana kabarnya? Apa dia benar-benar sibuk sehingga melewati aktifitas rutinya untuk bermain dengan Kanade-chan?

Aku benar-benar mencemaskannya...

*DHURR

Mendengar suara ledakan itu, aku refleks berbalik dan mendapatkan sebuah pemandangan debu tebal yang berterbangan. Setelah debu itu menghilang, dapat dilihat ada seorang perempuan yang selama ini kucari.

Namun, sepertinya kedatangannya kemari bukanlah karena ingin menyerangku. Karena pandangannya bukan terarah kepadaku, melainkan ke atas langit.

Aku pun mengikuti pandangannya dan langsung terkejut dengan apa yang kulihat. Karena, di atas langit itu ada seorang gadis berpelengkapan tempur canggih seperti perajurit mecha. Bahkan, perlengkapannya itu sangat besar. Sehingga aku bertanya-tanya bagaimana caranya gadis kecil itu membawa benda yang berat itu.

Tapi, bukan itu yang mengejutkan. Melainkan sosok gadis kecil itu yang merupakan sosok yang sedang kucemaskan, yaitu Airi-chan.

Aku memang inginmenemui mereka, tapi bukan berarti ingin menemuinya di waktu yang sama dandalam situasi menegangkan begini.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top