BAGIAN KESEBELAS: KENCAN DENGAN ADIKKU?

Menurut Ami, dia mendapatkan kekuatan itu saat di toilet kereta menuju kemari. Dia hendak buang air, dan tiba-tiba saat duduk dia tembus sampai ke lantai. Dia merasa sangat kaget, tapi di kepalanya sudah ada cara untuk menghilangkan kekuatan tembus pandangnya itu. Dari ceritanya, aku berpikir, mungkin ada campur tangan dari dewa?

Setelah selesai bercerita, aku menyuruh Ami menemui mereka dan menceritakan apa yang sudah terjadi, supaya tidak dapat omelan dari mereka tentang bahan makan malamnya. Lalu, aku juga menyuruh dia untuk memanggil Airi kemari. Sekarang, kami berdua berada di kamarku lagi.

"Senpai, kau ini sebenarnya ingin mela..." Dia menghentikan sikap menggodannya. "Senpai, kau baik-baik saja?"

"Airi, apa kau...kau mengenal pria bernama Vaan?"

Tiba-tiba wajahnya berubah menjadi kaget, kalau diibaratkan seperti seorang wanita yang mengetahui bahwa dia hamil di luar nikah. Ah... Sepertinya perumpamaannya terlalu berlebihan, tapi mungkin kalian bisa membayangkan wajahnya. "Darimana Senpai mendengar nama itu?!"

"Aku tadi... bertemu dengannya..." Lalu aku menceritakan kejadian tadi.

"Apa Senpai dan Ami-san baik-baik saja?! Tidak ada yang terluka!?"

"Tidak, kami baik-baik saja. Jadi, apa kau mengenalnya?"

"Dia... Pria itu... adalah anggota KiF... Tapi, dia memiliki pendapatnya sendiri. Dia mengatakan untuk membunuh Fiksi sebelum lepas kendali! Padahal, Fiksi itu belum tentu bahaya, mereka hanya bahaya saat lepas kendali saja!"

"Airi..."

"Syukurlah...Syukurlah Senpai dan Ami-san baik-baik saja. Menurut rumor di teman-teman kerjaku, dia sudah berhasil membunuh banyak Fiksi."

"Begitu, ya... Jadi, dia adalah musuh yang sebenarnya. Maaf, Airi. Aku merepotkanmu lagi."

"Tidak, Senpai tidak perlu meminta maaf. Seharusnya aku memberitahu Senpai sejak awal."

"Tidak apa-apa."

"Senpai, sebaiknya kau segera menyegel kekuatan Ami-san, karena dia juga tidak akan membunuh Fiksi yang sudah disegel. Dan kalau bertemu dengannya lagi. Sebaiknya lari saja, dia bukan tandinganmu."

"Terima kasih atas peringatannya."

Setelah itu Airi kembali ke ruang tamu. Aku memberitahukan kejadian tadi ke Itsuka, dan dia menyuruhku untuk segera menyegel kekuatan Ami. Jadi, aku berjalan menuju ruang tamu, untuk mengajak Ami kencan. Awalnya aku ragu, karena dia itu adikku, kakak macam apa yang mencuri ciuman pertama adiknya sendiri? Tapi, karena ini untuk kebaikkan adikku, walau aku akan dibunuh olehnya, aku rela melakukannya.

Saat sampai di ruang tamu, Yukimura sedang membentak Airi. "Kau bilang tidak akan menyerang kami sebelum lepas kendali?!"

"Suzuki-san, kau salah paham."

"Apanya yang salah paham, dia kan temanmu juga!"

"Yukimura-san, tenangkan dirimu."

"Diam, Ayase-chan! Ini masalah keselamatan Ami-chan!"

"Su-Suzuki-san, Ai-chan tidak bersalah, jangan memarahi dia..."

"Benar, Yukimura, kau jangan memarahi dia hanya karena temannya yang mau membunuh Ami-chan. Kita harus dengarkan dulu penjelasannya."

Kemarahannya sedikit mereda karena kalimat dari mereka. "Baiklah, tolong jelaskan kepada kami. Apa aku masih bisa mempercayaimu?"

Setelah itu Airi menceritakan tentang pria bernama Vaan itu. Setelah mendengar cerita itu, Yukimura terlihat lebih tenang. "Jadi, begitu... Airi, maaf tadi aku membentakmu."

"Ti-Tidak apa-apa, aku mengerti perasaanmu Suzuki-senpai. Aku minta maaf."

"Gawat juga, sebaiknya Ami-chan jangan keluar rumah."

"Tidak, aku harus mengajak dia keluar. Aku harus menyegel dia, supaya dia tidak terancam."

"Tapi... itu berbahaya, Genoji-kun."

"Tapi, kalau diam terus, mungkin semakin bahaya."

"Benar, kata Claire-chan, sebaiknya Genoji segera menyegel kekuatan Ami."

"Tapi, bisa saja dia datang dan menyerang lagi."

Mereka semua saling memutar otak, untuk memutuskan apa yang harus dilakukan. Padahal ini masalah kami, tapi mereka harus memutar otak dengan keras. Aku sedikit senang mereka mengkhawatirkan Ami, berarti mereka sudah sangat akrab dengan Ami.

"Aku akan keluar bersama dengan Onii-chan!" Mereka semua langsung kaget. "Mungkin akan bahaya, tapi kalau berdiam diri saja tidak akan menghasilkan apapun."

Lalu mereka saling menatap, mempertimbangkan kalimat Ami tadi. "Kau benar, Ami-chan. Genoji, sebaiknya kau segera menyegel dia, dan jaga dia."

"Tanpa kau suruh pun aku pasti akan melindungi dia, walau nyawaku taruhannya."

"Genoji-senpai, hati-hati."

"Onii-sama, selamat berjuang."

"Ami-chan, hati-hati, ya."

"Sebaiknya aku ikut dengan ka..."

"Tidak perlu, Airi. Aku tidak ingin kau ikut dalam bahaya juga. Tenang saja, aku saja cukup untuk menjaganya."

"Baiklah, kami percayakan Ami kepadamu, Genoji. Oh iya, jangan berbuat hal yang tidak senonoh kepadanya!"

"Baik-baik."

Lalu kami pun keluar rumah. Aku mengajak Ami menuju pusat kota, tempat yang cukup jauh dari tempat kami diserang. "Ngomong-ngomong Onii-chan, kenapa kau mengajakku kemari, bukankah kau ingin menyegel kekuatanku?"

Oh iya, aku lupa memberitahukan cara menyegel kekuatannya. "Ami, mungkin kau akan kaget dengan cara menyegelnya..."

"Kenapa harus kaget? Apa harus menggunakan darahku?"

"Bukan, tapi...tapi, kita harus kencan." Ami terlihat sangat kaget. "Lalu...Lalu... setelah suasana hatimu baik, aku akan me...me...men-ciummu."

"Hahhhh!!?" Lalu dia mempalingkan wajahnya. "Ba-Baiklah... aku tidak keberatan... Tapi bukan berarti aku mau dicium olehmu! Aku hanya tidak ingin membuat mereka cemas lagi!"

"Iya, aku tahu."

Lalu kami berjalan, sambil mencari ide kencan dadakan ini. Aku bisa saja menanyakan kepada Itsuka, tapi saat dihubungi sepertinya dia sedang tidak ada. Jadi, aku memutuskan untuk melakukannya sendiri. Lalu terlintas sebuah ide, yaitu menonton di bioskop.

Kami membeli tiket, lalu memasuki bioskop, dan duduk bersampingan. Oh iya, kami memutuskan untuk menonton film drama romantis, sebenarnya Ami yang ingin menonton ini. Filmnya cukup bagus, konflik tentang cinta segitiganya pun sangat bagus, tapi... ada masalah. Dari awal sampai hampir tamatnya sih bagus, tapi saat di akhirnya membuat kami jadi panas. Iya, di akhir ceritanya ada adegan panas... kalian pasti tahu.

Hasilnya, saat kami keluar. Kami tidak mengomentari film tadi, karena adegan panas itu sudah membuat kami panas. "Ami, ternyata kau suka film yang seperti itu..."

"A-Aku tidak tahu! Aku tidak tahu kalau ada adegan itu! Ha-Habisnya... kelihatannya film itu cocok untuk kencan ki-kita..."

"Ti-Tidak apa-apa, aku tidak marah, kok. Ayo, kita lanjutkan kencan kita."

Sebenarnya, aku tidak punya ide lagi mau kemana. Jadi, aku memutuskan untuk jalan-jalan sambil memutar otak. Sekarang kami melewati gereja. "Ah, kalian!" Seorang pria berjas dan wanita berjas berlari ke arah kami. "Bisakah kalian ikut kami sebentar?"

"Me-Memangnya ada apa?"

"Kami mohon, bantu kami!"

"Ba-Bantu apa?"

Tiba-tiba mereka menarik kami. Bahkan kami belum setuju, tapi sudah ditarik. Mereka pasti benar-benar dalam situasi yang gawat.

Pria berjas ini membawaku ke ruang belakang gereja, di sini terlihat seperti ruang ganti. Pria berjas itu menghampiri perempuan yang sedang berdiri di depan kaca, entah apa yang mereka bicarakan. Setelah mungkin mereka selesai bicara, perempuan itu tiba-tiba berjalan ke arahku, lalu menarikku.

"Maaf, aku merepotkan kalian. Kami ada simulasi pernikahan, tapi model kami tiba-tiba tidak bisa datang. Jadi, kami meminta tolong kalian. Tenang saja, kami akan membayar kalian."

"Be-Begitu, ya..." Sekarang aku sudah menggunakan jas mempelai pria. "Baiklah."

"Terima kasih!" Dia membungkukkan badannya dengan cepat, berulang-ulang. Ternyata, dia benar-benar dalam kesulitan. "Kalau begitu, langsung saja kita mulai."

Sekarang aku bersama dengan pendeta, sedang menunggu kedatangan mempelai wanitanya, yaitu Ami. Entah kenapa, aku sangat tidak tenang. Jantungku berdetak sangat kencang, keringat dinginku keluar, dan aku sedikit gemetar. Padahal ini hanya bohongan, apalagi beneran. Dan kalau aku sekarang sedang menikah dengan Aya-chan, aku akan pingsan sebelum upacaranya selesai. Bahkan, memikirkannya saja sudah membuat kepalaku panas.

Lalu tak lama kemudian, pintu terbuka, dan mempelai wanita datang. Ami sangat cantik sekali dengan gaun itu, dia benar-benar terlihat cantik sekali. Karena kecantikannya itu, aku semakin gugup, walau tahu dia adalah adikku dan ini adalah bohongan. Setelah sampai di tempat aku berdiri, kami saling berhadapan, dan pendeta memulai membacakan janji. Setelah selesai membacanya, kami disuruh untuk saling mengucapkan janji itu, dan saling mencium. Entah kenapa, walau gugup aku sedikit lancar saat membaca janjinya, tentu saja karena aku hanya membaca teks yang sudah diberi. Setelah selesai saling membaca janji, aku membuka cadar Ami. Jantungku semakin berdetak kencang, mungkin bisa copot. Perlahan aku mendekatkan bibirku.

"Ehm, kalian bisa pura-pura ciuman," bisik sang pendeta. Suasana hatiku langsung berubah drastis.

Akhirnya, aku tidak mencium Ami, dan dianggap sudah melakukannya. Setelah selesai, kami berjalan menuju ke luar. Di luar kami sudah ditonton oleh beberapa tamu. Atas perintah panitia, Ami melemparkan rangkaian bunga kepada tamu-tamu itu. Seorang wanita berhasil menangkap rangkaian bunga itu.

Setelah itu, kami sudah berpakaian seperti biasa. Seperti yang sudah dijanjikan, kami mendapatkan uang, bahkan kami diberi kue. "Hah... Tadi sungguh menegangkan, ya?"

"I-Iya..." Ami masih menundukkan kepalanya. Tentu wajar saja, dia pasti sangat gugup dan malu. Apalagi, harus pura-pura menikah dengan kakaknya sendiri.

"Makanannya enak, ya?"

"I-Iya..."

Akhirnya, aku memutuskan untuk tidak mengajak dia bicara sebelum kegugupannya hilang. Jujur, dia terlihat sangat imut saat gugup. Bisa saja penyakit siscon menyerangku saat ini.

"Ouka, kau bisa dengar?"

"Ada apa, Itsuka?"

"Sebaiknya kau cepat pergi dari sana!"

Belum aku mengucapkan sesuatu, aku menyadari kalau di sini sepi. Suasananya hampir sama dengan saat aku bertemu dengan pria menyebalkan itu. Dan ternyata benar, mereka berdua sudah ada jauh di depan kami. Ami langsung bersembunyi di belakangku.

"Genoji Ouka-kun dan Ami Ouka-chan, kita bertemu lagi."

"Maaf, tapi kami tidak senang bertemu denganmu."

"Jangan begitu, aku rela meluangkan waktuku untuk bertemu dengan kalian, tepatnya dengamu, Genoji Ouka-kun. Aku tertarik denganmu."

"Maaf, tapi aku masih suka dengan wanita."

"Begitu, sayang sekali."

"Tunggu! Kau serius tertarik denganku?! Menjijikan!"

"Hahahaha! Aku semakin tertarik denganmu, Genoji Ouka-kun. Aku ingin sekali membawamu, lalu membunuhmu, kemudian memasang kepalamu di atas perapian mansionku."

"Ternyata kau benar-benar gila." Tapi, aku masih bersyukur dia tertarik ingin membunuhku. Kalau dia tertarik dalam arti lain, dia benar-benar gila.

"Onii-chan..."

"Tenang saja, kau aman denganku, jadi jangan jauh-jauh dariku."

Dia mengeluarkan pedang lasernya itu, dan asistennya mundur menjauh. Mungkin dia memiliki rencana, atau mungkin sebenarnya asistennya itu tidak berguna dalam bertarung. Lalu, untuk apa dia ada di sini? Sudahlah, untuk apa juga aku memikirkan itu? Aku harus memikirkan keselamatan adikku yang manis ini.

Padahal setelah ini aku akan menyegel Ami, tapi tidak disangka dia bisa menemukan kami secepat ini. Aku tidak terlalu yakin apakah parameter hatinya sudah tinggi atau belum, tapi setidaknya aku mencoba. Tapi, sebelum itu, aku harus menjauh atau membuat dia pergi menjauh.

Tiba-tiba muncul bom asap, dan sesosok ninja yang sebelumnya menyelamatkan kami sudah ada di depanku. "Ka-Kau..." Dia melepaskan pedang kecil yang tersimpan di belakang pinggangnya, lalu bersiap untuk menyerang. Lalu tiba-tiba muncul ninja itu, dengan jumlah yang cukup banyak. Mungkin ini adalah teknik bayangan.

"Cepat pergi!" teriaknya. "Aku akan menahannya!"

Entah kenapa suaranya familiar, tapi aku tidak punya waktu untuk memikirkannya. "Baiklah, aku serahkan kepadamu." Aku langsung menarik lengan Ami dan membawanya menjauh dari sini.

Entah sudah berapa jauh kami berlari, yang pasti kami tiba-tiba sudah ada di taman. Sekarang suasananya tidak sepi, walau hanya ada beberapa orang yang ada. Tentu wajar saja, karena sekarang sudah sore.

"Baiklah Ami, kau sudah siap?"

"Si-Siap apa!?"

"Pe-Penyegelannya?"

"Ahhh...!" Dia terlihat sangat gugup, wajahnya memerah, dan kepalanya tidak bisa diam. "Ba-Baik! A-Aku siap!"

"Kau yakin?"

"I-Iya, aku...aku tidak masalah kalau Onii-chan yang menciumku... Karena aku sangat sayang dengan Onii-chan, kau adalah kakak yang baik. Aku senang memiliki kakak sepertimu, Onii-chan. Walau nyawa Onii-chan terancam, kau rela melindungiku yang terlibat dengan masalah ini karena sial. Kau juga sudah menyelamatkan Yukimura-san, Ran-san, Claire-san, Airi-san, dan Kanade-san. Padahal mereka adalah orang asing, tapi Onii-chan tetap membantu mereka walau nyawamu dalam bahaya. Jadi, aku sangat berterima kasih kepadamu, Onii-chan."

"Ami..." Dengan keberanian yang sudah aku kumpulkan, aku mendekati Ami, lalu memegang kedua pundaknya. Dia sempat kaget dan melihat ke arahku, tapi dia langsung menutup matanya. Aku mendekati bibirku ke bibirnya yang terlihat sangat manis... ah, kedengarannya aku seperti pria mesum. Tapi, itu benar adanya.

Aku berhasil menciumnya, dan seperti biasa butiran-butiran cahaya terbang. Tapi, dia tidak jadi telanjang bulat. "Ja-Jangan menatapku seperti itu, Onii-chan... Aku malu..."

"Ma-Maaf!" Entah kenapa sepintas aku kecewa karena tidak bisa melihat tubuh telanjangnya. Apa mungkin penyegelannya gagal? "Ami, coba kau keluarkan kekuatanmu."

Dia mundur beberapa langkah, dan menutup matanya. "Ah, tidak bisa. Aku tidak bisa mengeluarkan kekuatanku."

"Be-Berarti..." Aku langsung mencoba memikirkan tubuhku tembus pandang.

"Ah, Onii-chan, kau tembus pandang!" Berarti aku berhasil menyegel kekuatannya. Tapi, kenapa dia tidak telanjang, ya? Sedikit kecewa sih, tapi yang penting dengan begini dia tidak akan terancam lagi. "Ah, kau kembali terlihat jelas lagi."

"Dengan begini, kau tidak perlu lagi takut ancaman mereka, Ami."

"Iya, terima kasih, Onii-chan."

"Ayo kita pulang."

"Hm."

***

Seorang gadis kecil sedang duduk di ayunan taman bermain, dia terlihat seperti sedang sedih. Jadi, aku memutuskan untuk mendekatinya. "Kau baik-baik saja?"

Aku tidak bisa melihat dengan jelas wajah gadis itu, karena bayangan hitam menutupi matanya. "Ba-Baik-baik saja."

"Ayo kita bermain!" Dia sepertinya mau menolaknya, jadi aku langsung menarik dia ke kotak pasir. Aku mengukir namaku di pasir itu. "Ini namaku. Coba kau tulis namamu." Awalnya dia seperti enggan, tapi lama-kelamaan dia mau. Dia mengukir namanya, tapi aku tidak bisa melihatnya dengan jelas.

"Ah!" Aku terbangun dari mimpi itu. "Kenapa belakangan ini mimpiku tetang gadis itu lagi? Dia siapa? Apa Kanade-chan? Tapi katanya kami bertemu saat di hutan. Apa mungkin dia gadis yang katanya selalu bersama denganku? Gadis yang menciumku dan memberikan kekuatan menyembuhkan ini?" Aku mencoba mengingat mimpi tadi, tapi kepalaku terasa sakit, dan aku menyerah.

Aku turun dari ranjang, berjalan menuju kamar mandi. Aku membuka pintu kamar mandi, dan melihat Ami sudah telanjang... Eh? Telanjang!?

Dia mematung dengan wajah memerah, begitu juga denganku. "O...O...Onii-chan, HENTAIII!!" Dia mendaratkan tendangan samping.

"AAAAA!!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top