BAGIAN KEEMPAT S2: NINJAKU

“Nami-chan!!”

Sebuah ledakan besar kulihat di depanku, tepatnya di tempat dimana Nami-chan meloncat meluncurkan serangan kepada pria bernama Vaan itu. Aku benar-benar marah, dendamku semakin meluap… tapi, kemarahanku dan dendamku sedikit berkurang setelah melihat ternyata serpihan-serpihan kayulah yang berhamburan di tempat ledakan itu.

Entah sejak kapan, Nami-chan sudah ada di belakang Vaan bersiap menyerang dengan pedang kecilnya. Sayangnya, Vaan menyadarinya, dia berbalik dan menahan serangan Nami-chan dengan pedang lasernya. Nami-chan pun meloncat ke belakang, memasang kuda-kudanya. Tapi, hal yang mengejutkan terjadi. Tiba-tiba seluruh tubuhnya sudah dililit oleh rantai berwarna biru seperti rantai yang mengikat badanku saat ini.

“Hahahah, ternyata kau juga berhasil terkena jebakanku!” bangga Vaan.

“Sial!! Lepaskan dia!!” bentakku.

“Heh… kau bilang ‘lepaskan dia’? Padahal kau sendiri juga sedang terkurung dengan rantai buatanku yang mengikat tubuh gadis ninja itu, tapi kau malah meminta melepaskan rantai dari tubuh gadis itu?” balas Vaan dengan nada penuh kemenangan. “Hahahahah!! Kau ini benar-benar menarik! Aku benar-benar ingin memajang kepalamu di dinding rumahku, tepatnya di ruangan rahasiaku!”

Perlahan Vaan berjalan mendekati Nami-chan, tentu aku tidak bisa diam saja. Aku berusaha melepaskan rantai-rantai ini, walau yang sebenarnya aku lakukan adalah menggerakkan badannku berharap rantai ini bisa patah. Vaan sudah hampir sampai, dan aku semakin terus berusaha untuk melepaskan diri.

Lalu, sebuah ide yang bagus terlintas. Aku tidak tahu apakah berhasil atau tidaknya, tapi patut dicoba. Aku pun mengubah tubuhku menjadi tubuh hantu, ternyata berhasil. Rantai itu terjatuh ke tanah, padahal aku mengira rantai ini seperti rantai sihir yang menempel di tubuh.

Ternyata perkiraanku salah, tapi kenapa rantai itu bisa tiba-tiba tanpa kusadari sudah terikat di tubuhku? Ah, nanti saja aku memikirkannya! Aku harus segera menyelamatkan Nami-chan. Inginnya sih begitu, tapi sesuatu yang kurasakan di belakangku membuatku menghentikan langkahku untuk berlari mendekati Vaan dan menyerang dia supaya tidak menyerang Nami-chan.

Sekarang Vaan sudah di depan Nami-chan yang terikat tubuhnya oleh rantai berwarna biru. Perlahan pedang laser Vaan diangkat, bersiap untuk menebas leher Nami-chan. Tapi, Vaan menghentikan ayunannya karena tiba-tiba tubuh Nami-chan membesar.

*DHURRR

Tubuh Nami-chan meledak. Tapi, sayangnya Vaan berhasil meloncat ke belakang terlebih dahulu. Walau begitu, Vaan mendapatkan luka bakar di tangannya, karena tadi dia menyilangkan tangannya untuk melindungi wajahnya dari ledakan.

“Ternyata mereka berhasil melarikan diri,” gumam Vaan.

Sekarang, aku dan Nami-chan berada cukup jauh dari tempat Vaan. Tanganku sedang digenggam oleh tangan Nami-chan, genggaman inilah yang membuatku berhenti untuk menyerang Vaan saat dia ingin mendekati Nami-chan… tepatnya bayangan Nami-chan yang sudah terikat oleh rantai tadi.

“Syukurlah, kau baik-baik saja, Nami-chan,” ucapku.

“I-Iya…” jawab Nami-chan. Lalu, pandangannya melihat ke arah tanganku yang digenggam oleh tangan Nami-chan. Dengan cepat, dia melepaskan genggamannya, kemudian memalingkan wajahnya. “Ma-Maaf…”

“Kenapa meminta maaf? Kau sudah menyelamatkanku.”

“O-Ouka-san, sekarang apa yang akan kita lakukan?” tanyanya yang masih memalingkan wajahnya.

“Hmm…” Aku pun melihat sekitar. Kami dikelilingi oleh pohon-pohon yang tinggi, dan daunnya lebat sampai berhasil melindungi kami dari sinar matahari… walau dari celah-celah daun sinar mataharinya berhasil mengenai kami. “Sebaiknya kita menjauh lagi, mencari tempat yang lebih aman.”

“Baik.”

Tubuh Nami-chan perlahan memancarkan cahaya ungu, sampai akhirnya seluruh tubuhnya terlapisi cahaya ungu. Setelah itu, perlahan cahaya ungu tadi menghilang, dan aku bisa melihat dia sudah mengenakan pakaian sebelum berubah menjadi ninja tadi.

“Ja-Jadi, begitu caranya kau berubah,” ucapku.

“I-Iya…” jawab Nami-chan dengan nada malu-malu.

“Kalau begitu, kita pergi. Sebaiknya kita berjalan seperti biasa, dan kalau bisa tidak menimbulkan suara yang berisik.”

Kami berdua pun pergi, mencari tempat yang lebih aman. Kami berjalan seperti biasa, dengan berusaha tanpa menimbulkan suara yang berisik. Kuharap, pria menyebalkan itu tidak menemukan kami.

Menelusuri setiap jalan yang dikelilingi oleh pohon-pohon yang tinggi, beberapa kali hampir tersandung oleh akar pohon, bertemu dengan serangga-serangga, itulah yang kami hadapi sekarang. Untungnya, kami tidak bertemu dengan hewan yang buas.

Entah sudah berapa lama kami berjalan, sampai pada akhirnya kami sampai di suatu tempat yang ada sungainya mengalir dengan cukup deras. Aku bisa melihat jernihnya air sungai ini, bahkan ada beberapa ikan yang berenang di dalam sungai ini.

Aku memutuskan mendekati sungai itu, lalu mencuci mukaku. “Ahhh, segarnya!”

Aku melihat Nami-chan melakukan hal yang sama. “Segar sekali~!” ucap Nami-chan.

Sekarang aku melihat wajah Nami-chan yang sudah terbasuh oleh air segar sungai ini. “Na-Nami-chan, aku baru sadar… kau tidak menggunakan kacamata.”

“I-Iya… sejak aku mendapatkan kekuatan Fiksi ninja ini. Mataku kembali menjadi normal.”

“Tunggu, jadi selama ini kau menggunakan kacamata untuk apa?”

“A-Aku hanya ingin memakainya saja… A-Apa aneh?”

“Ti-Tidak, kau terlihat cantik saat memakai kacamata. Tapi, ternyata kau lebih cantik tanpa kacamata.” Seketika, wajah Nami-chan memerah padam. “Kalau bisa, mulai sekarang kau tidak perlu menggunakan kacamata lagi.”

Dia memalingkan wajahnya yang sudah merah padam. Tiba-tiba, dia mencipratkan air sungai ke arahku dengan tangannya. Wajahku kembali basah akibatnya. Tidak cukup satu kali, dia menyerangku dengan cipratan air lagi.

“Heheheheh,” tawa kecil Nami-chan.

Tentu aku langsung membalas serangannya, dengan mencipratkan air ke arah wajahnya. “Rasakan ini!” Aku mencipratkan air lagi kepadanya.

“O-Ouka-san, hentikan,” minta Nami-chan sambil menahan cipratan air dengan tangannya.

“Tidak, akan kuserang kau sampai aku puas. Rasakan ini!” Aku kembali mencipratkan air kepadanya.

Nami-chan pun berdiri, berlari ke dalam sungai. Sungai ini tidak dalam, hanya sedalam atas mata kakiku. Di sana, Nami-chan mencipratkan air ke arahku, dengan keras dan banyak. Tidak mau kalah, aku pun masuk ke dalam sungai.

Kami berdua saling menyerang, dan tertawa kecil senang. Berkat itulah aku baru sadar, sekarang Nami-chan tidak canggung lagi bersama denganku. Jujur, aku senang sekali bisa akrab dengan Nami-chan, ditambah melihat sifatnya yang kekanak-kanakan ini.

Setelah beberapa saat, kami pun memutuskan berhenti. Bajuku sedikit basah, sedangkan wajahku sangat basah sekali. Aku mengusap wajahku dengan tangan. “Nami-chan, sebaiknya kita segera per-” Kalimatku terhenti karena sesuatu yang kulihat di depan.

Akibat terkena sedikit cipratan air yang selama ini aku tembak ke arahnya, pakaiannya menjadi sedikit basah… Bukan itu yang membuatku menghentikan kalimatku, melainkan karena pakaiannya yang menjadi terlihat tembus pandang memperlihatkan bra hijau cerah. Nami-chan sangat seksi sekali, bahkan berkat dadanya yang besar miliknya, keseksian Nami-chan terbilang tinggi walau hanya memperlihatkan dadanya.

“O-Ouka-san?” bingung Nami-chan. “Ada apa? Ke-Kenapa kau menatapku seperti itu?”

“Be-Besar sekali…”

Nami-chan pun melihat ke arah mataku tertuju. Wajahnya memerah setelah mengetahui apa yang aku lihat sedari tadi. Dengan cepat, dia menutup dadanya dengan kedua tangannya. “Kyaaa!!” teriaknya.

Tiba-tiba, dia kehilangan keseimbangan tubuhnya, dan akan jatuh ke belakang. Aku langsung berlari ke arahnya untuk menangkap tubuhnya. Berhasil tertahan, tanganku menahan punggungnya dari depan. Sekarang, aku bisa melihat dengan jelas pakaiannya yang tembus pandang akibat terkena air yang memperlihatkan belahan dadanya yang besar.

“K-K-KYAAAAA!!!” Dia meluncurkan pukulan tangan kanannya, mengenai daguku.

“AAAAA!!” Aku terpental jauh ke atas udara.

***

Kami berdua duduk saling memunggungi, dengan keadaan setengah telanjang. Pakaian kami sudah basah, jadi kami mengeringkannya dengan menyimpannya di dekat api unggun yang sudah kami buat. Aku sedikit tegang dengan keadaan ini, karena di belakangku Nami-chan hanya memakai dalamannya saja. Sedangkan aku, menggunakan celana pendek saja.

“Oh iya, sepertinya kita ada di tempat yang sangat jauh sekali,” ucapku berusaha memecahkan ketegangan ini. “Bahkan mungkin di luar negeri.”

“Ke-Kenapa Ouka-san bisa berpikir seperti itu?”

“Ki-Kita kan kencan sore hari, tapi di sini masih siang. Berarti ada perbedaan waktu, dan dapat disimpulkan ini bukanlah di negara kita.”

“Be-Benar juga…” jawab Nami-chan. “Ano… Ouka-san, apakah kau tidak bisa menghubungi Shi-nii?”

Ah, aku lupa. Aku lupa kalau sedari tadi aku belum mencoba menghubungi Itsuka. Apa mungkin karena emosiku sedang memuncak karena menghadapi Vaan tadi, sehingga aku lupa? Sudahlah, sekarang aku harus mencobanya.

“Hallo, Itsuka,” panggilku. “Oi, Itsuka.” Tapi, tidak ada yang menjawab. “Sepertinya tidak bisa. Mungkin karena diluar jangkauan.”

“Be-Begitu, ya… Lalu, bagaimana caranya kita kembali?”

“I-Itu…” Aku tidak tahu. Satu-satunya yang terpikirkan oleh adalah dengan cara meminta tolong kepada asissten Vaan yang bernama Lulu itu untuk mengirim kembali kami ke rumah.

“O-Ouka-san, jangan terlalu dipikirkan. Kita pasti bisa kembali.”

“Te-Terima kasih, Nami-chan.”

Kami kembali diam, membiarkan keheningan terjadi. Berkat itulah, aku kembali tegang. Rasanya sisi gelap dan sisi terangku sedang bertarung besar-besaran di otakku dan akal sehatku. Walau misalnya sisi gelap yang menang, dan menyuruhku untuk melakukan hal yang kotor kepada Nami-chan. Aku tidak boleh melakukan itu, karena aku sudah mempunyai Aya-chan.

“O-Ouka-san, maaf, aku merepotkanmu,” ucap Nami-chan tiba-tiba.

“Eh, merepotkan apa maksudmu?”

“Aku tidak banyak membantu saat Ouka-san menghadapi masalah dengan Fiksi atau dengan pria itu… Aku hanya bisa membantumu sesaat, tidak bisa terus menolongmu… Maaf.”

“Sudahlah, jangan dipikirkan. Kau sudah banyak sekali membantuku, bahkan membantu kami semua. Peranmu sangat penting sekali, karena harus mengurus setiap laporan pengeluaran uang yang digunakan oleh mereka.”

Kami semua bisa menikmati uang dari organisasi LoF berkat laporan yang dibuat oleh Nami-chan. Mana mungkin kita bisa seenaknya menggunakan uang pemerintah, tanpa harus diberitahu untuk apa uang itu, atau seberapa besar resiko yang terjadi apabila tidak memenuhi keinginan kami menggunakan uang itu. Dia benar-benar berusaha dengan keras sekali.

“Lagipula, jangan pesimis hanya karena kau bisa menolong sesaat. Kita semua juga tidak bisa menolong orang lain terus-terusan, karena kita memiliki batas kemampuan untuk menolong.”

“Ta-Tapi, kau selalu menolong mereka semua, Yukimura-san dan lainnya.”

“Aku hanya berusaha untuk terus bisa menolong mereka, bukan bisa terus-terusan menolong mereka. Kalau misalnya aku bisa menolong terus-terusan, di dunia ini tidak akan terjadi yang namanya kecelakaan, karena aku selalu menolong mereka saat hampir terkena kecelakaan,” jawabku. “Lagipula, bisa menolong orang lain saja sudah bagus. Belum tentu orang lain akan menolong di saat keadaan gawat seperti yang kau lakukan, Nami-chan.”

“Te-Terima kasih, Ouka-san.”

“Oh iya, Nami-chan. Kenapa kau tidak berubah saja menjadi ninja? Kau kan bisa menggunakan pakaian ninjamu saat berubah.”

“Ti-Tidak, aku merasa tidak enak. Ouka-san kau akan telanjang terus seperti itu, sedangkan aku dengan santainya memakain pakaian ninjaku untuk melindungiku dari udara dingin sekitar.”

Aku yang mendengar jawaban itu hanya bisa tersenyum kecil. “Terserah.”

“Ah, ternyata kalian di sini.” Sontak kami langsung berdiri, lalu melihat ke arah suara itu dengan tatapan tajam. Vaan, dia sudah berdiri cukup jauh dari tempat kami berdiri sekarang.

“Maaf, ya. Tapi, kali ini kau tidak akan menghadapiku.” Aku langsung mengeluarkan roh robot yang cukup besar untuk menyerang Vaan.

Saat Vaan dan roh robotku bertarung, kami mengambil kesempatan ini dengan kabur. Tentu sebelumnya kami memakai pakaian kami yang sudah cukup kering. Kami terus berlari, terus berlari, sampai akhirnya aku memutuskan berhenti.
Nami-chan pun berhenti juga. “A-Ada apa, Ouka-san?” tanya Nami-chan.

“Aku baru ingat… Kenapa aku tidak mencoba menggunakan sihir teleport?”

Sepertinya memang benar-benar karena emosiku yang tadi sudah memuncak menahan dendamku kepada Vaan. Jadi, kesimpulannya jangan sering marah-marah karena dapat merugikan dirimu dan membuatmu melupakan akan hal penting.

“Nami-chan, pegang tanganku.” Nami-chan pun memegang tanganku. Kemudian, aku memenjamkan mataku, memikirkan tentang sihir teleport. Aku membayangkan tempat tinggalku, dan tempat-tempat lainnya.

Perlahan aku membuka mataku, sebuah pemandangan yang tidak asing dapat kulihat. Sekarang kami berada di atap gedung… entah gedung apa, tapi aku merasa kami berhasil kembali pulang.

“Maaf, sepertinya koordinat pengirimannya terganggu,” ucapku kepada Nami-chan. “Sepertinya aku harus meningkatkan kemampuan sihir teleport.”

“Ouka-san, aku mencintaimu.”

Aku langsung mematung, mencerna dengan baik kalimat yang baru saja aku dengar tadi. Dengan perlahan aku pun melihat ke arah Nami-chan. Sebuah sorotan mata yang menandakan kalau dia serius dengan apa yang baru saja dia katakan, bukan wajah yang tertunduk karena malu.

“A-A-” Kalimatku terpotong karena kedua telapak tangan Nami-chan menempel di kedua pipiku.

“Tidak perlu dijawab, aku sudah tahu jawabannya.”

“Ma-Ma-” Lagi-lagi aku harus menghentikan kalimatku.

Tapi, kali ini bukan sebuah kalimat yang membuatku menghentikan kalimatku atau sentuhan di bibir, melainkan sebuah ciuman dari Nami-chan yang berhasil mendarat di bibirku. Seperti biasa, butiran-butiran cahaya keluar dari tubuh Fiksi yang sudah aku segel kekuatannya.

Nami-chan pun melepaskan ciumannya. “Walau begitu, aku tidak akan menyerah untuk mencintai Ouka-san.” Sekarang aku bisa melihat wajah seriusnya, ditambah pipinya yang merona merah.

Aku langsung tersenyum kecil. Jujur kukatakan, aku benar-benar terkejut kalau Nami-chan mencintaiku. Dan seperti yang dia ketahui, aku mencintai Aya-chan. Nami-chan benar-benar hebat.

“Aku minta maaf karena saat itu aku kelupaan menyegel kekuatanmu,” ucapku.

“Tidak apa-apa,” balasnya sambil tersenyum manis.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top