BAGIAN KEDUA S2: TAHAN EMOSI
Hari ini adalah dimana hari yang sangat tidak aku ingin terjadi, bahkan setiap kali sehari sebelum hari itu datang aku terkadang tertawa sendiri karena kalimat ini 'Ingat, besok senin'. Tentu saja hari yang kuungkit itu adalah hari dimana aku memulai sekolah dimana itu artinya liburanku selesai. Tapi, itu dulu. Sekarang karena kehidupanku sudah berubah, hari yang kumaksud adalah hari yang cukup menyenangkan. Berkat gadis-gadis yang sudah kuselamatkan ini.
Sekarang kami sedang berjalan menuju sekolah, kelihatannya mereka juga merasakan hal yang sama. Buktinya mereka selalu membicarakan kenangan saat mereka sekolah, dan mungkin akan menyenangkan kalau aku bisa ikut berbincang dengan mereka. Tapi, aku tidak ingin menghancurkan kesenangan mereka dan memilih berjalan di belakang mereka dengan kedua tangan di saku.
"Geno-kun, kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Aya-chan yang berdiri di sampingku.
"Benarkah? Mungkin hanya perasaanmu saja," jawabku.
"Geno-kun, bisa berhenti sebentar? Ada yang ingin aku bicarakan."
Tentu aku langsung menghentikan langkahku, lalu Aya-chan berjalan ke depan. Sekarang dia menghadap ke arahku. Entah kenapa, jantungku tiba-tiba rasanya ingin loncat. "A-Apa yang ingin kau bicarakan?"
Dia menatapku dengan tajam, dan mimik wajahnya serius sekali. Beberapa pikiran menyerangku. Pertama, mungkin dia akan memintaku mencium bibirnya lagi, karena saat di pantai waktu itu kami diganggu. Kedua, dia ingin melakukan... Ah, itu gila! Wa-Walau sebenarnya aku ingin... Ketiga, dia... ini yang menyakitkan... Dia minta putus... Kuharap pilihan ketiga bukanlah hal yang akan dia sampaikan. Ayolah, bahkan belum lama setelah aku menembak dia... Bahkan aku sudah lama tidak kencan dengan Aya-chan.
"Geno-kun, aku ingin menagih janjimu," ucapnya serius.
"E-Eh? Ja-Ja-Janji apa?!" Apa dia ingin melakukan pilihan pertama?!
Dia membuka tas sekolahnya, memasukkan tangannya, lalu mengeluarkan sebuah buku... Kurasa kurang tepat disebut buku, karena itu adalah sebuah majalah... Bagiku tidak masalah kalau ternyata majalah itu adalah tentang fashion. Tapi...Tapi nyatanya yang dia tunjukkan adalah majalah gadis 'hot'.
"Kau bilang tidak akan mengoleksi lagi majalah seperti ini." Entah mataku bermasalah atau memang aku punya indra ketujuh. Aku bisa melihat aura ungu gelap keluar dalam tubuh Aya-chan.
"A-Aya-chan, i-itu bukan majalahku..."
Sial! Kenapa tiba-tiba Aya-chan memegang majalah itu?! Padahal aku benar-benar sudah tidak membeli majalah seperti itu lagi.
"Hallo, Paman," panggil Itsuka di intercom yang terpasang di telingaku.
"Sudah kubilang jangan memanggilku seperti itu."
"Ah, aku lupa bilang. Waktu aku berkunjung ke rumahmu, majalahku ketinggalan di bawah kasurmu."
"Jadi kau pelakunya!!"
"Semoga harimu menyenangkan dan aku minta maaf, dah!"
"Wo-Woi, Itsuka!!"
*Sreettt
Suara itu membuatku kembali terfokus ke arah Aya-chan, ternyata tadi dia sudah menyobek kecil-kecil majalah itu. Hasil sobekannya dimasukkan ke dalam tas Aya-chan, karena dia tahu kalau dibiarkan terabang atau jatuh ke bawah adalah pelanggaran. Lagipula dia gadis baik yang tidak suka membuang sampah sembarangan. "Saat istirahat di sekolah nanti, aku ingin meminta keterangan darimu," ucapnya sambil memasang wajah senyum manis... walau kesannya menyeramkan.
"Ba-Baiklah..."
Aya-chan pun berbalik, lalu menyusul mereka yang tadi sempat meninggalkan kami. Tentu aku menyusul mereka, dengan keadaan mental yang sudah kritis. Gawat, bagaimana gara-gara itu dia meminta putus? Bagaimana kalau dia menjadi membenciku? Bagaimana... Aahhhhh, aku memikirkan kemungkinan yang ada malah membuatku mendapatkan damage yang sangat fatal. Se-Sebaiknya aku tidak memikirkannya, dan biarkanlah waktu yang menjawab...
Tapi...Tapi tetap saja aku tidak bisa tenang!! Dasar Itsuka sialan!! Kalau aku bertemu dia nanti, aku akan bunuh... Tidak, akan kubuat dia menderita melebih rasa derita yang sekarang kuhadapi!! Tapi... kira-kira apa yang bisa membuat dia merasa menderita? Apakah aku berhenti saja dari pekerjaan LoF? Tunggu, itu bukan Itsuka saja yang menderita, tapi semua orang akan menderita kalau Fiksi hilang kendali!
Oh iya, dia kan punya adik, Nami-chan. Apa aku menculik dia saja? Nanti Itsuka akan menangis dan menderita karena adik kesayangannya sudah diculik... Tunggu, kalau begitu aku harus melibatkan Nami-chan. Ah... Sebaiknya balas dendamku ini tunda sampai aku benar-benar dapat ide yang bagus.
***
Sesampainya di kelas, aku bisa melihat beberapa teman sekelasku saling menyapa dan mengobrol dengan teman dekat mereka masing-masing. Tentu mereka sedang membicarakan liburan mereka dan sejenisnya untuk melepaskan rindu. Lain dengan Itsuka, dia sekarang sedang duduk di depanku, sepertinya dia ingin bicara denganku karena tidak ada yang merindukannya atau ingin meminta maaf soal majalah itu.
"Ouka, bagaimana? Apa kau nanti akan mati lagi?" tanya dia.
"Hahahah, terima kasih banyak, Itsuka. Suatu saat nanti kau akan mengalami kematian juga, hahahah."
"Dasar, tidak dewasa sekali dirimu. Padahal hanya masalah sepele, tapi kau langsung punya dendam begitu."
"Justru kau yang tidak dewasa menggunakan alasan itu karena tidak ingin terlibat masalah yang kau buat sendiri."
"Iya-iya, maafkan aku, aku salah. Sebagai permintaan maafku, kau boleh memiliki adikku selama seminggu. Kau bebas melakukan apapun kepada adik imutku, walau berbau mesum."
"Memangnya adikmu seorang budak?!!"
"Bukan, dia adalah Fiksi yang sebelumnya aku minta disegelkan kepadamu, tapi kau malah melupakannya."
"Hahh... Kau mengungkitnya lagi, itu kan memang karena aku lupa."
"Alasanmu itu sangat tidak dewasa sekali, padahal kau sangat menikmati kencan dengan adik manisku. Seharusnya kau mati saja... Tidak, seharusnya kau lenyap saja dari dunia ini."
"Terserah."
Aneh sekali, kenapa malah aku yang merasa terpojok? Bukankah seharusnya aku yang mempojok dia? Dan kenapa tiba-tiba marah karena hal itu, apakah dia benar-benar siscon? Tapi, setelah aku pikir-pikir hal itu wajar. Kalau saja aku ada di posisinya, aku pasti akan marah karena adikku sedang dalam bahaya dan ancaman. Itsuka pasti sangat mencemaskan adiknya yang mungkin sedang diincar oleh KiF, ditambah mungkin diincar oleh pria menyebalkan yaitu Vaan.
"Itsuka, sepulang sekolah nanti ayo kita lakukan rencana untuk menyegel adikmu."
"...Baiklah, kali ini jangan mengecewakanku." Kemudian dia berdiri, dan berjalan menuju bangkunya yang berada di belakangku. Saat dia melewatiku, aku sempat mendengar kata 'Tolong, selamatkan dia' yang kurasa berasal dari Itsuka dari hatinya yang terdalam.
Bel masuk pun berbunyi, seluruh teman-teman sekelasku dengan cepat menuju bangku mereka masing-masing. Dalam sekejap kelas yang tadinya ribut, sekarang menjadi sunyi. Ada yang berbeda dari biasanya, beberapa teman-teman sekelasku memasang wajah tegang bercampur takut. Kurasa itu wajar saja, karena wali kelas kami yang sekarang dikenal seperti seorang militer, yaitu Zek sang wakil komandan organisasi LoF.
Berkat Zek menjadi wali kelas kami, sudah beberapa teman sekelasku langsung berubah dratis. Ada yang awalnya suka tidak memperhatikan pelajaran, sekarang menjadi tidak berani berkutik setiap kali guru menjelaskan pelajaran. Ada yang awalnya selalu telat beberapa detik dari jam masuk, sekarang tidak berani telat walau telat satu detik pun. Bahkan ada yang awalnya selalu bolos, sekarang menjadi rajin. Tentu itu semua terjadi karena aturan dari wali kelas kami.
Terdengar suara pintu geser terbuka, suasana kelas pun menjadi semakin tegang. Suara langkah kaki bahkan bisa di dengar karena ketegangan kelas ini. Pria berkulit hitam dengan badannya yang kekar penuh dengan otot berjalan menuju depan papan tulis. Dengan tatapan tajam, dia melihat ke sekeliling, tepatnya ke arah kami semua.
"Bagus, tidak ada yang membolos atau telat," ucapnya. "Kalian terlihat sangat semangat sekali setelah berlibur, bagus-bagus." Ingin rasanya aku mentertawakan komentarnya itu, tapi aku tidak ingin fisikku terkena damage yang sangat kuat dan menjadi kritis seperti mentalku. "Sekarang kalian akan memulai pelajaran setelah berlibur, aku harap kalian tidak membuat masalah setelah mendapatkan liburan yang mungkin membuat kalian malas. Satu hal lagi, guru sejarah kita diganti dengan guru yang baru. Aku harap kalian bisa nyaman dan akrab dengan guru baru itu." Zek melihat tajam ke arahku, dan itu membuatku merasa kalimat itu lebih tertuju kepadaku.
Lalu seorang siswi mengangkat tangannya. "Sensei, seperti apa guru baru kami itu?"
"Kalian akan mengetahuinya nanti, karena dia akan mengajar setelah jam pembinaan selesai," jawabnya. "Baiklah, kurasa cukup sampai sini saja. Sekali lagi aku harap kalian tidak membuat masalah... Tapi, mungkin aku akan mentoleransi kalau ada satu masalah." Lagi-lagi aku merasa tatapan tajamnya mengarah kepadaku seperti kalimatnya terutama untukku.
Setelah itu Zek pun keluar dari kelas, suasana kelas sedikit mereda, tapi masih hening. Beberapa saat kami diam dalam keheningan, bel pelajaran pertama berbunyi. Suasana kelas pun sedikit ribut, mungkin karena mereka penasaran dengan guru baru yang dimaksud oleh wali kelas kami.
Pintu geser pun berbunyi, seorang pria berpakaian seragam guru pun masuk. Beberapa siswi di kelas menjadi histeris karena dia terlihat sangat muda dan tampan, kalau siswa-siswanya mereka merasa sedikit iri. Beda denganku, aku langsung berdiri sambil memukul keras mejaku.
"Kau...! Kenapa kau ada di sini?!!" teriakku.
Marah, kesal, benci, dan dendam yang sangat mendalam seketika muncul di dalam diriku. Tentu itu dikarenakan guru baru ini. Dia adalah pria berparas tampan, berambut putih, dan pria yang hampir membunuh Ami dan Aya-chan. Siapa lagi kalau bukan Vaan, anggota KiF yang sangat kubenci.
"Hei, apakah itu adalah salammu? Sangat tidak sopan sekali," balas dia dengan tenang seperti tidak ada rasa hal yang sama sepertiku. "Apa kau tidak diajarkan sopan santun?"
"DIAM!! Kau tidak berhak mengguruiku!!"
"Ouka, tenang." Itsuka yang berada di belakang memegang pundakku. "Kalau kau melampiaskan kemarahanmu, bisa-bisa rahasia tentang Fiksi bisa bocor," lanjutnya dengan suara pelan tapi bisa kudengar.
"Kau tahu kan kalau di-"
"Aku tahu," potong Itsuka, tentu dengan suara setenang mungkin. "Tapi untuk sekarang aku mohon kau pendam kekesalanmu itu, kalau rahasia sampai bocor kepada orang awam bisa-bisa mereka tidak bisa hidup tenang."
"Geno-kun," panggil Aya-chan yang sudah berdiri di sampingku. "Ka-Kau terlihat sangat menakutkan... Jangan memasang wajah seperti itu... Aku mohon." Perlahan mata Aya-chan menjadi berkaca-kaca.
Aku melihat sekeliling, seisi kelas memperhatikanku dengan tatapan bingung. Tentu saja mereka begitu karena bingung dengan kemarahanku yang tiba-tiba. Beda dengan kedua gadis yang mengetahui alasannya, yaitu Yukimura dan Ran-chan. Mereka menatapku dengan wajah seperti Aya-chan... Kurasa mereka juga ingin aku tenang dan tidak terbawa emosi.
"Ma-Maaf, Aya-chan, aku membuatmu takut. Semuanya, aku juga minta maaf sudah membuat kalian takut." Dengan berat hati, aku melihat ke arah guru itu. "Se-Sensei, maaf atas ketidak sopananku tadi." Aku membungkukkan badanku, bukan karena menyesal, melainkan karena aku tidak ingin terbawa emosi lagi.
"Baiklah, aku maafkan. Tapi, nanti saat istirahat temui aku di ruang guru," jawabnya. "Baiklah, kita mulai pelajaran pertamanya."
Tiba-tiba seorang siswi mengangkat tangannya. "Sensei, sebelumnya perkenalkan dirimu terlebih dahulu," ucapnya.
"Oh, maafkan aku. Ehm, namaku adalah Vaan, kalian boleh memanggilku 'Van-sensei' atau 'An-sensei'. Mohon kerja samanya, dan aku harap kita bisa akrab." Dasar aneh, perkenalannya seperti murid baru saja.
Lalu ada lagi yang mengangkat tangan. "Sensei, ada hubungan apa Sensei dengan Ouka-san?"
"Hmm... Kurasa tidak ada, mungkin tadi dia hanya merasa iri dengan ketampananku." Seketika kebanyakan siswi-siswi di kelas menjadi histeris lagi, dan siswa-siswa memancarkan aura kesal dan iri.
Tentu aku yang mendengar jawaban komedi yang tidak tepat itu membuatku kesal kembali, tapi kesalku mereda berkat sebuah tangan yang sangat hangat memegang kepalan tanganku. Tangan itu berasal dari Aya-chan yang duduk di sebelahku, sekarang dia memasang wajah cemas kepadaku. Aku pun tersenyum kecil untuk memberikan kode kalau aku baik-baik saja. Untungnya, mereka semua tertuju ke arah guru itu, kalau tidak mungkin mereka akan mengutukku melihat Aya-chan memegang tanganku.
Ngomong-ngomong, kenapa dia bisa menjadi guru di sini? Apa karena aku sekolah di sini dan akan membalaskan dendamnya kepadaku, karena selalu menggagalkan rencanannya untuk membunuh Fiksi? Tapi kenapa dia bisa menjadi guru di sini dengan mudah? Seharusnya hal ini menjadi pusat perhatian organisasi LoF, terutama Itsuka. Kenapa dia tidak bilang? Apakah Vaan menjadi guru di sini mendadak? Ternyata kekuatan anggota KiF juga tidak boleh diremehkan. Dan aku harus membicarakan hal ini dengan Airi, mungkin dia bisa memberiku beberapa infomasi.
***
Jam istirahat pun datang, inilah saat-saatnya seluruh murid menjadi liar... Ah, aku terlalu berlebihan. Maksudku, inilah saat-saatnya yang ditunggu oleh seluruh siswa dan siswi.
"Aya-chan, maaf, tapi bisakah aku menjelaskannya nanti?" pintaku.
"Baiklah, aku mengerti," jawab Aya-chan. "Tapi jangan sampai terbawa emosi lagi, aku benar-benar tidak ingin melihat wajah menyeramkanmu itu..."
"Baiklah, aku tidak akan terbawa emosi." Aku pun keluar dari kelas, dan berjalan menuju ruang guru.
Tapi, sebelum itu, Itsuka menghubungiku lewat intercom. "Ouka, ingat jangan sampai terbawa emosi," ucapnya.
"Aku tahu. Oh iya, apakah kau tahu kalau dia menjadi guru di sini?"
"Iya, aku tahu. Tapi, itu saat Zek keluar. Zek mengirimku pesan, kurasa dia juga mengetahui itu saat di ruang guru."
"Begitu, ya... Kira-kira kau tahu apa alasannya?"
"Entahlah... Tapi, kita harus lebih berhati-hati dengan pria itu mulai sekarang. Sepertinya dia memiliki kekuatan sendiri, dan organisasi KiF tidak terlibat... Mungkin, ada organisasi yang lebih besar lagi terlibat dengan pria itu menjadi guru di sini."
"Baiklah, aku mengerti."
Aku pun melanjutkan jalanku menuju ruang guru. Tapi, lagi-lagi aku harus berhenti karena terjadi sesuatu. Aku merasa ada yang menarik pelan seragam belakangku, tentu aku langsung berbalik. Seorang siswi berambut hitam panjang terurai, matanya berwarna coklat, dan berkulit putih. Siswi inilah yang menarik seragam belakangku.
"A-Ano... ma-maaf... Bo-Bolehkah aku bertanya?" ucapnya malu-malu.
"Boleh, tanya apa?"
"Di-Dimana perpustakaannya? A-Aku murid baru, jadi aku tidak tahu dimana letaknya."
"Perpustakaan berada di lantai bawah, hampir paling ujung."
"A-Ano... bi-bi..."
"Baiklah, aku akan mengantarmu."
"Terima kasih."
Kami berdua pun pergi menuju perpustakaan. Kurasa, ini bisa sedikit mendinginkan kepalaku sebelum menghadapi Vaan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top