BAGIAN KEDELAPAN S2: MELINDUNGI

"Tu-Tuan Vaan..." gumam Lulu-san terkejut. "I-Ini... Ini tidak seperti yang Anda bayangkan..." lanjutnya sambil perlahan mendekati Vaan dengan perasaan takut.

Aku tidak mencoba menghentikan Lulu-san untuk mendekati Vaan, karena aku tahu itu akan memburuk situasi. Selain itu, dia sendiri tidak mau kubantu dan statusnya adalah musuhku, jadi untuk apa aku menolongnya.

"Jangan mendekati," ujar Vaan dengan nada datar dan aura mengitimidasi.

Lulu-san yang mendapatkan perkataan seperti itu dari orang yang dipercayai dan disayanginya, langsung diam. Bahkan, aku melihat tubuhnya menjadi gemetar.

"Tu-Tuan Vaan... ini... Kenapa saya tidak boleh mendekati Anda? Sa-Saya kan asissten Anda..." ucap Lulu-san dan perlahan kembali berjalan untuk mendekati Vaan.

"Sudah kubilang, jangan mendekat!" ancam Vaan sambil mengacungkan pedang lasernya.

Tentu saja Lulu-san langsung berhenti berkat mata pedang yang jaraknya tinggal satu centi dari wajahnya. Berkat itu juga, tubuhnya semakin gemetar dan kurasa ekpresinya semakin ketakutan.

"Tu-Tuan Vaan... ke-kenapa..." panggil Lulu-san dengan suara gemetar.

Vaan tidak memberikan satu kalimat lagi, dan kemudian mengayunkan pedang lasernya untuk menebas kepala Lulu-san. Lulu-san tidak bergerak untuk menghindarinya, dia masih diam mematung.

*Tring

Aku tidak bisa melihat hal itu, walau Lulu-san mengatakan tidak perlu bantuanku dan fakta dia menyatakan aku adalah musuhnya. Tetap saja aku tidak bisa tidak menolongnya. Jadi aku memutuskan untuk melindungi Lulu-san dengan melesat ke arahnya dan mendorongnya cukup keras ke samping sambil menangkis pedang laser Vaan untuk melindungiku yang mengganti posisi tempat Lulu-san. Terjadilah adu kekuatan di antara kami untuk menahan ayunan pedang.

"Woi-woi, dia adalah asistenmu. Apa yang kau pikirkan?!" geramku kepada Vaan.

"Asisten? Jangan bercanda. Dia itu alatku, jadi terserah padaku mau diapakan," balas Vaan dengan nada tidak berperasaan. "Kalau alat sudah tidak bisa digunakankan lagi, bukankah wajar kalau dibuang atau dihancurkan."

"Dia bukan alat!"

Dengan penuh amarah, kuayunkan pedangku agar melemparkan pedang Vaan dan maju untuk menyerang. Tapi sepertinya dia membaca rencanaku, jadi setelah berhasil membuatnya membuka pertahan Vaan langsung meloncat ke belakang.

"A-Apa maksud Anda... Tuan Vaan..." tanya Lulu-san yang sudah terduduk lemas di sampingku. "A-Aku... alatmu... i-itu tidak mungkin... Bukankah Anda bilang bahwa Anda akan merawatku, bersama denganku, dan tidak akan meninggalkanku?!"

Mendengar pertanyaan Lulu-san tadi, aku terkejut bukan main. Tidak disangka pria kejam berambut putih itu bisa memberikan janji yang manis, padahal niatnya hanyalah menipu! Benar-benar tidak bisa dimaafkan!

Oh iya, sikap Lulu-san saat kita bersama di daerah tempat lahirnya seperti ingin menjauh dari tempat itu. Sepertinya memang benar terjadi sesuatu kepadanya sehingga membuatnya menjadi murung dan tidak suka di sana. Lalu, sepertinya Vaan melakukan sesuatu untuk menolong Lulu-san, sehingga Lulu-san sangat mempercayainya dan tidak ingin berpisah darinya.

"Hei, Tuan Vaan! Katakan kalau apa yang tadi Anda katakan adalah bohong!" teriak Lulu-san.

Kulihat Vaan tidak memberikan satu patah kata pun kepada Lulu-san. Malah, dia terlihat seperti tidak bersalah atau bisa dibilang pertanyaan Lulu-san hanyalah angin lalu.

"Bohong... Ini pasti bohong!"

Perlahan aku berjalan mendekati Lulu-san dan mencoba untuk menenangkannya. "Hei, Lu-"

"DIAM! INI SEMUA GARA-GARA KAMU!"

Setelah memberikan bentakan keras itu, Lulu-san menutup kedua telinganya dan membungkukkan badannya sambil membenamkan kepalanya ke bawah. Lalu, tiba-tiba cahaya putih yang sangat menyilaukan keluar dari tubuh Lulu-san.

Aku langsung menutup mata dan menghentikan langkah untuk mendekati Lulu-san. Setelah beberapa saat, aku membuka mata dan mendapatkan diri di tempat asing.

"I-Ini di mana?" gumamku sambil melihat sekitar.

Dapat kulihat di sekitarku banyak sekali reruntuhan dan langitnya gelap sekali.

"Apa ini karena kekuatan Lulu-san hilang kendali?"

Sepertinya hanya itulah yang bisa kujadikan jawaban alasan aku bisa ada di sini secara tiba-tiba. Terlebih, dengan tiba-tiba munculnya cahaya yang sangat terang dari Lulu-san bisa ditandakan sebagai hilang kendali kekuatannya.

Aku pun mencoba menghubungi Itsuka untuk menanyakan keberadaanku. Tapi, sepertinya di sini tidak ada signal atau ada hal yang membuat terganggunya fungsi intercom ini. Karena sebal tidak bisa menghubungi Itsuka, aku memutuskan untuk menggunakan kekuatan teleport menuju tempat Lulu-san.

Tapi, anehnya, aku tidak bisa mengeluarkan sihirnya atau tepatnya sihirnya tidak berfungsi. Padahal rasanya aku sudah mengeluarkan sihir teleport seperti biasa, namun tetap saja aku berdiri di tempat yang sama.

Apa ini karena kekuatan Fiksi Lulu-san?

Kalau tidak salah, kekuatannya adalah menciptakan ruang dimensi yang diinginkannya dengan radius tertentu. Jadi, bagi orang atau sesuatu yang dikehendaki Lulu-san dengan radius tertentu dapat terkirim dalam zona dimensi buatannya. Selain itu, sepertinya dia pun bisa mengeluarkan kekuatan seperti teleport dengan syarat seperti membuat dimensi.

Aku tidak tahu apakah ini dimensi buatan atau tempat di suatu daerah. Jadi, aku putuskan untuk berlari terus ke depan untuk mengetahuinya. Kalau ini adalah ruang dimensi buatan, seingatku maka cukup keluar dari batasnya dan aku sudah ada di luar dimensi buatannya. Tapi kalau ternyata aku belum keluar dari tempat ini setelah sekitar berlari sejauh seratus meter, berarti aku memang diteleport.

Setelah cukup lama berlari dan kelelahan, aku masih mendapatkan diri di tempat yang penuh reruntuhan. Ini artinya, tadi aku diteleport oleh kekuatan Lulu-san. Sebelum-sebelumnya, kalau aku terkirim seperti ini maka aku hanya perlu menggunakan sihir teleport. Tapi, tadi aku tidak bisa menggunakan sihir teleport.

Sial! Kalau begini, aku tidak bisa menemui Lulu-san dan menyegel kekuatannya!

"Ah, hujan..."

Tiba-tiba rintikan air mengenai tubuhku. Aku putuskan untuk berteduh ke reruntuhan yang masih memiliki langit-langitnya. Sesaat, saat aku melewati lubang pintu yang daun pintunya sudah tidak ada, aku merasakan melayang. Namun itu hanya sebentar, lalu aku merasakan kakiku menginjak tanah.

"Apa yang terjadi?"

Seingatku, reuntuhan yang ingin kumasuki tidak memiliki perabotan apapun di dalamnya dan kondisinya sudah hancur. Tapi, apa yang kulihat sekarang ada meja makan dan perabotan lain yang masih terlihat bagus. Bahkan dinding di sekitarnya terlihat masih bagus, serta langitnya.

Sepertinya aku dikirim secara tiba-tiba oleh kekuatan Lulu-san. Itu berarti, kekuatan Lulu-san bisa muncul kapan saja.

Tapi, tunggu dulu. Kekuatannya hanya bisa digunakan untuk orang atau sesuatu yang dikehendaki di radius beberapa meter darinya, kan? Kalau begitu, kenapa bisa kekuatannya mengenaiku, padahal Lulu-san tidak ada di sekitarku. Apa ini kekuatannya menjadi lebih kuat karena hilang kendali?

Ah, ini bukan waktunya untuk memikirkan itu. Aku harus segera menyelamatkan Lulu-san!

"Pencuri! Pencuri!"

Mendengar teriakan itu, membuat perhatianku teralihkan ke orang yang meneriaki itu. Dia adalah ibu-ibu yang berdiri cukup jauh di depanku. Dia mengarahkan sendok sayurnya ke arahku sambil berteriak pencuri.

"Eh, a-aku bukan pencu-"

"Ayah, ada pencuri! Cepat kemari!"

Gawat, sepertinya percuma saja memberikan penjelasan kepadanya. Aku harus segera pergi dari sini. Tapi, gimana caranya?! Pintu satu-satunya yang ada di ruangan ini berada di dekat ibu-ibu itu. Mungkin bisa saja aku menerobos dan melewati ibu-ibu itu, namun ada kemungkinan suaminya akan muncul dan berhasil mencegatku.

Ah, ada jendela. Terlebih jendelanya cukup besar, letaknya ada di belakangku. Aku bisa keluar dari sini dengan cepat, apalagi jendela ini adalah jendela yang bisa digeser.

"Mana pencurinya, Mah!?"

Ups, aku harus segera pergi.

Lagi-lagi aku merasa seperti melayang setelah membuka jendela geser. Lalu tidak lama, kaki merasa sudah menginjak lagi.

Aku dipindahkan lagi. Sama seperti sebelumnya, aku berada di sebuah ruangan. Ruangan ini tidak begitu terlalu besar dan perabotannya sedikit. Meja, kursi, kalender, dan vas bunga yang ada di atas meja. Lalu, pintu di sini hanyalah satu, yaitu di belakangku.

Sepertinya aku paham cara kerjanya kekuatan Lulu-san, yaitu kekuatannya akan aktif kalau aku melewati pintu atau lubang yang membuatku melewati ruangan selanjutnya. Saat pertama, di reruntuhan aku pindah karena melewati lubang tempat daun pintu. Lalu, melewati jendela geser.

Berarti, aku cukup membuka kembali pintu yang di belakangku dan keluar dari ruangan ini.

Hendak aku ingin membuka daun pintu, tiba-tiba seseorang membukanya. Dapat kulihat seorang laki-laki berwajah datar dengan memakai pakaian putih dan celana abu-abu. Alasan aku menyebutnya berwajah datar adalah, karena dia tidak menampakkan ekpresi terkejut setelah mata kami bertemu.

"Apa kamu anggota baru?" tanya laki-laki berwajah datar itu, dengan nada datar.

Sepertinya ini adalah ruangan klub di sekolah. Syukurlah, aku tidak berada di ruangan rumah lagi. Jadi, aku tidak perlu terlalu panik. Tapi, alasan apa yang pas untuk menjawabnya...

"Bu-Bukan, aku hanya... ingin mampir untuk melihat-lihat saja."

"Begitu..."

"Oh, Alfa. Kenapa kamu ti..."

Seseorang datang. Dia memakai kain yang melindungi kepalanya dan memakai seragam yang sama dengan laki-laki berwajah datar ini. Karena dia memakai rok panjang dan berwajah cantik, jadi dia adalah seorang siswi.

"Oh, apakah dia anggota baru?" tanya siswi itu.

"Bukan. Katanya dia hanya ingin melihat-lihat saja," balas datar laki-laki bernama Alfa.

"Kalau boleh tahu, siapa namamu?"

"Genoji Ouka. Ah, maaf, aku harus segera pergi."

"Begitu. Iya, silahkan untuk mampir lagi kemari. Tempat ini terbuka untukmu."

Mereka pun memasuki ruangan dan aku langsung keluar dari ruangan. Seperti sebelumnya, aku sempat merasa melayang dan tidak lagi. Aku sudah ada di ruangan yang berbeda lagi. Kali ini seperti sebuah bar atau tempat makan. Untungnya di sini sepi, jadi tidak akan jadi keributan aku bisa tiba-tiba di sini.

"Aw!"

Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang menabrak belakangku. Berkat serangan mendadak itu, aku hampir jatuh ke lantai dengan wajah mendarat terlebih dahulu. Sekarang aku sedang jongkok mengusap bagian belakang kepalaku, karena bagian itu yang paling sakit.

"Ma-Maaf, aku tidak tahu ada orang di depan pitn. Apa kau baik-baik saja?"

Mendengar pertanyaan itu, aku langsung menggerakkan kepala ke belakang. Seorang laki-laki berambut biru dan memakai jubah yang dilapisi zirah. Ada yang menarik dari sosok laki-laki ini, yaitu wajahnya yang tidak bisa kulihat karena bagian atas hidungnya terhalang oleh bayangan.

"Ke-Kenapa bisa begitu?!" kagetku spontan.

"Lagi-lagi begitu..." keluh laki-laki itu.

"Ah, maaf, bukan maksudku menyinggung," ucapku sambil berdiri. "Ka-Kamu tidak perlu minta maaf, ini salahku karena berdiri di depan pintu. A-Aku sedang buru-buru, jadi aku harus pergi!"

Langsung saja aku melewati laki-laki itu untuk keluar dari ruangan ini. Kemudian, lagi-lagi aku merasa melayang untuk sesaat dan tidak melayang lagi. Kali ini aku ada di ruangan yang penuh dengan senjata-senjata, seperti pedang dan lainnya, terpajang di dinding-dinding.

"Apa aku berada di dunia lain?"

Kalau di duniaku, mana ada toko yang seperti ini... mungkin?

Tidak ada waktu untuk memikirkan aku berada di mana. Aku harus segera pergi menuju tempat Lulu-san berada.

Aku pun berbalik dan siap untuk membuka pintu yang ada di belakang. Namun, niatku terhenti karena tiba-tiba terdengar seseorang menegurku.

"Hei, bukankah itu tempat yang tidak boleh dimasuki?"

Spontan aku berbalik dan melihat ke arah orang itu. Dia adalah seorang laki-laki berambut hitam namun ada sedikit tercampur putih, pendek. Laki-laki itu menatapku dengan ekpresi bertanya-tanya dan meminta penjelasanku yang ingin memasuki ruang karyawan.

"Itu... Aku karyawan baru. Aku baru saja datang," jawabku sealakadarnya.

"Begitu... Maaf karena sudah mengganggumu."

"Ti-Tidak apa-apa. Kalau begitu, aku permisi."

Aku kembali berbalik dan membuka pintu yang ada papan tulisan 'Selain karyawan, dilarang masuk!'. Lagi-lagi aku merasa melayang untuk sesaat dan tidak lagi. Kali ini, aku berada di sebuah taman bermain dengan latar malam hari. Selain itu, seperti taman ini sudah lama tidak dikunjungi. Terbukti dari beberapa permainannya yang sudah berkarat dan usang, pokoknya taman bermain ini sudah terlihat tidak layak lagi.

Selain ayunan dan lainnya, aku bisa melihat sosok perempuan yang meringkuk memeluk kedua kakinya dengan kepala dipendamkan bersama dengan seorang laki-laki yang siap mengayunkan pedang laser untuk menebas perempuan itu. Dapat dipastikan, mereka adalah Vaan dan Lulu-san.

"Aku tidak akan membiarkannya!" teriakku sambil melempar katanaku.

Vaan pun memutuskan mengayunkan pedang lasernya untuk menangkis katanaku. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan itu, aku langsung melesat meluncurkan pukulan. Sayangnya Vaan berhasil menghindarinya dengan meloncat ke belakang cukup jauh.

"Lagi-lagi kau menggangguku, Genoji!" kesal Vaan.

"Tentu saja, karena itu adalah tugasku!"

Kami berdua saling melesat dan berakhir dengan adu pedang. Tatapan penuh amarah dari Vaan dapat kulihat, dan tentu saja kubalas dengan tatapan penuh amarah juga. Berselang lama saling beradu pedang, akhirnya Vaan memutuskan untuk meluncurkan tendangan. Tapi berhasil kutahan dengan pukulan tangan kiri, agar tidak mengenai perutku. Lalu, kami berdua loncat ke belakang sedikit untuk saling menjauh.

Selanjutnya, aku menusukkan katanaku agar mengenai wajah Vaan. Tapi berhasil dihindari dengan membungkukkan badan ke depan sebelum kugerakkan katana untuk menusuk. Lalu, dia pun meluncurkan serangan balasan dengan menebaskan pedang lasernya agar menebas leherku. Dengan cepat, kuubah tubuhku menjadi hantu dan meloncat ke depan agar menebus tubuhnya untuk menghindari serangan. Sesampainya di belakangnya, aku langsung berbalik sambil meluncurkan tendangan memutar. Tapi Vaan berhasil menghindari dengan meloncat jauh ke atas.

Saat masih melayang, Vaan mengangkat tangan kanannya ke depan dengan telapak tangannya terbuka mengarah kepadaku. Lalu, tiba-tiba rantai ungu muncul dan mengekang tubuhku. Langsung saja kuubah lagi tubuhku menjadi hantu dan meloncat ke belakang untuk menjauh dari rantai itu. Di saat bersamaan kuloncat ke belakang, aku mengeluarkan sihir bola api di tangan kanan dan dilemparkan ke Vaan yang masih melayang dan hendak mendarat.

Bola api sihirku meledak setelah ditebas oleh Vaan. Sehingga, dia terpental cukup jauh dan berakhir menghantam tanah dengan keras dan beberapa luka bakar di sekujur tubuh. Selain sihir api, aku membuat batu kecil yang berisi kertas peledak yang dibuat dari kemampuan Fiksi Nami-chan. Jadi, itulah alasan kenapa bola apiku bisa meledak saat Vaan menebasnya.

Setelah mendapatkan serangan itu, Vaan terlentang cukup jauh dari tempat keberadaanku. Dia tidak bergerak, sepertinya pingsan atau mati. Yah, aku tidak peduli, kalau memang mati yang sudahlah. Tapi, kurasa kalau hanya serangan seperti itu bisa membunuhnya, seharusnya dia sudah tidak ada di dunia ini sejak dulu.

Ah, sudahlah, untuk apa aku memikirkan apakah dia mati atau tidak. Ini bisa menjadi kesempatanku untuk menyelamatkan Lulu-san.

Aku pun berjalan perlahan menuju tempat Lulu-san yang masih duduk memeluk kedua kakinya dengan kepala dibenamkan ke dalamnya. Sekarang aku sudah berdiri di depannya, bersiap untuk menyelamatkannya.

"Lulu-san, aku datang untuk menolongmu."

Lulu-san tidak mengatakan apapun untuk menyahut kalimatku, bahkan mengangkat kepala untuk melihatku saja tidak. Walau dihiraukan begitu, bukan berarti membuatku mundur. Aku malah memutuskan untuk terus maju.

"Sudah kubilang, kan. Kalau laki-laki itu suatu saat akan membuangmu dan memburumu."

Aku putuskan untuk menekannya, bukan memberinya kata-kata manis untuk membujuknya. Kurasa kata-kata manis tidak akan mempan dan memberikan tekanan agar membuatnya menerima perkataanku adalah pilihan yang tepat untuk menanganinya, setidaknya itulah yang terpikir olehku setelah satu hari bersamanya.

"Setelah melihat dia dengan santainya memutuskan untuk memburu Fiksi dan membunuhnya, padahal tahu kalau mereka juga hanyalah manusia biasa. Kau masih mendukungnya? Jangan bercanda!" ujarku dengan sedikit keras. "Walau dia menjadikanmu asisstennya dan orang kepercayaan untuk menolong memenuhi keinginannya, bukan berarti kau akan aman!

Ibaratkan seperti kau adalah anjingnya, dan dia suka memburu anjing untuk dijadikan makannya. Walau kau berusaha keras dan sering membantunya untuk memburu anjing sejenismu, pada akhrinya dia akan memburumu karena tidak ada lagi anjing yang bisa dijadikan makanan!"

Entah kenapa perkataan seperti itulah yang kukeluarkan, terlebih masalah ibarat anjing itu. Memang aku ingin membuatnya tertekan, tapi aku tidak habis pikir menekannya dengan perkataan seperti itu. Tapi, sudahlah, aku tidak bisa mengulangnya.

"Kau dengar tidak, Lulu!"

Karena aku melihat dia tidak bereaksi setelah diberikan kata-kata kasar tadi, jadi aku mengeluarkan kalimat pertanyaan dengan nada kesal begitu.

Oh, dia mengangkat kepalanya dan memperlihatkan wajah sedihnya kepadaku. Tapi, dia tidak mengatakan apapun dan menatapku dengan ekpresi keputusasaan.

"Kau itu sudah besar, bukan gadis kecil lagi. Jadi, jangan langsung sedih hanya karena mendapatkan kenyataan pahit seperti ini!" bentakku lagi. "Jadi, bangun dan hadapilah!"

Perlahan air mata keluar dari kedua bola matanya. Lalu, mulutnya perlahan bergerak untuk mengeluarkan kalimat.

"A-Aku... tidak pantas hidup lagi..."

"Hah?! Tidak pantas hidup lagi?! Hanya karena masalah seperti ini kau langsung putus asa?! Yang benar saja! Kau anak kecil, ya? Baru beberapa kali mendapatkan hal yang menyakitkan kau langsung menyerah dan seolah hidupmu tidak berarti. Yang benar saja!

Dengar, hidup itu tidak akan selamanya manis, pasti ada kalanya pahitnya. Menyedihkan, tersakiti, dan hal-hal yang pahit pasti akan kau dapatkan Jadi, jangan berharap kau bisa terus bahagia!"

"Kalau memang begitu... memang sebaiknya aku tidak hidup sa-"

"Tidak bisa!" bentakku memotong kalimat keputusasaannya. "Kau tidak bisa seenaknya memutuskan untuk tidak hidup setelah mendapatkan sebagian kecil hal yang pahit dan menyedihkan. Hadapilah!"

"La-Lalu... aku harus bagaimana...?"

"Seharusnya solusi pertanyaan itulah yang kau pikirkan mulai sekarang dan bukan malah terpuruk seperti ini!"

Sepertinya aku harus menghentikan menekannya, karena ekpresinya malah semakin menjadi putus asa. Terlebih, aku sudah lelah untuk membentak.

"Dengar, aku tidak bisa memberikan keputusan seperti apa yang harus kau lakukan mulai sekarang. Tapi, aku akan menemanimu kalau siap menghadapi masa pahit manis nantinya."

"Be-Benarkah? A-Apa kau tidak akan mengkhianatiku...?"

"Kalau tidak percaya, kau boleh membunuhku, mengutuk, atau apalah untuk melampiaskan kekesalanmu saat aku mengkhianatimu."

Lulu-san mengalihkan pandangannya dan terdiam. Sepertinya dia sedang mempertimbangkan kalimatku tadi. Aku putuskan tidak memberikan kalimat untuk membujuk agar percaya kepadaku atau apalah untuk menekannya. Jadi, aku diam menunggunya.

Setelah beberapa saat, Lulu-san mengangkat tangan kanan dan mengarahkannya kepadaku. Sepertinya ini tandanya dia menerima bantuanku. Langsung saja kutarik uluran tangannya.

Setelah membantunya berdiri, aku dapat melihat dengan jelas pakaian yang dipakainya. Dia memakai gaun putih panjang dengan sekelilingnya ada bercak-bercak krsital yang cukup menyilaukan.

"Aku ingin menghilangkan kekuatanku ini dan... bersama denganmu," ujar Lulu-san dengan ekpresi yang tidak sedih lagi. "Apa yang harus kulakukan? Akan kulakukan apapun itu."

"Serahkan saja kepadaku."

Langsung kupegang kedua pipinya dan mendaratkan bibirku ke bibirnya. Untungnya dia tidak terkejut dan mendorongku agar melepaskan ciuman ini. Malah, dia membalas ciumanku dengan menekannya semakin dalam. Ditambah, dia memelukku.

Setelah beberapa saat, aku pun melepaskan ciumanku, setelah merasa dia sudah lemas untuk menciumku. Lalu, butiran cahaya keluar dari tubuhnya dan taman ini pun perlahan menghilang. Ini bertanda penyegelannya berhasil.

Masih dalam mengalungi sekitar leherku dengan kedua tangan, Lulu-san memberikan beberapa perkataan yang membuatku sedikit merinding.

"Ini adalah ciuman pertamaku, jadi kau harus bertanggung jawab. Kalau tidak, aku akan memenggal kepalamu dan menjadikannya sebagai pajangan kamarku~" terang Lulu-san dengan nada tenang, namun menyeramkan.

"Ba-Baiklah... Oh iya, bisakah kau lepaskan aku? Aku tidak bisa dalam posisi begini kalau kondisimu seperti itu..." ujarku sambil mengalihkan pandanganku.

"Hm? Apa ma-"

Setelah menyadari maksudku, dia menghentikan pertanyaannya dan melihat dirinya. Menyadari tubuhnya terekspos dengan jelas, tanpa tertutupi satu kain pun. Lulu-san langsung jongkok dan menutupi bagian tertentu tubuhnya dengan kedua tangan ditambah mengeluarkan suara 'kya' yang terdengar imut.

Sepertinya sikap wanita dewasa bertipe yandere tadi hanyalah buatan, bukan jati dirinya. Buktinya dia langsung bertingkah malu seperti gadis remaja yang imut setelah mendapatkan hal yang memalukan.

Oh iya, ngomong-ngomong di mana Vaan? Aku tidak melihatnya di sekitar sini. Oh iya, sekarang aku berada di ruang kantor markas Vaan.

Sudahlah, tidak penting untuk memikirkannya. Sekarang yang penting aku berhasil menolong Lulu-san.

"Ayo, kita per-"

"Jangan lihat ke sini!"

Sebuah pukulan keras berhasil kudapatkan setelah hendak melihat ke arah Lulu-san dan mengajaknya pergi, tepat di wajahku. Pukulannya cukup menyakitkan dan berhasil membuatku tersungkur.

Kuharap nantinya diatidak menjadi algojo untukku...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top