BAGIAN KEDELAPAN: BICARALAH DENGANKU

"Hah!" Aku melihat di sekitarku, tempat ini asing, tepatnya ruangan ini. "Aku dimana?" Lalu terlintas ekpresi sedih Airi yang mengayunkan pedangnya kepadaku. Aku juga ingat, kalau pedangnya mengenai tepat di leherku.

Aku merasa di balik kesedihan Airi itu memiliki makna, aku tidak tahu apa maknanya. Tapi, yang aku yakini, dia mengalami masa yang berat antara sahabat dan pekerjaannya.

"Apa ada seseorang disana?" Aku langsung mengarahkan kepalaku ke sumber suara itu. Ternyata itu berasal dari seorang gadis kecil berambut putih panjang, dia mengenakan piyama merah muda, dan dia menutup kedua matanya. Dia membangunkan tubuhnya, lalu menyandarkan punggungnya di sandaran ranjang, setengah tubuhnya ditutupi selimut. "Disana ada orang?" Dengan mata tertutup, dia menggerakkan kepalanya ke segala penjuru.

"Ma-Maaf, apakah aku membangunkanmu?"

"Ano... Siapa Anda? Dari suaranya, Anda laki-laki, kan?"

"I-Iya, namaku Genoji Ouka."

"Namaku Kanade Furukawa. Jadi, kau Onii-san yang dicerita oleh Ai-chan."

"Ai-chan? Maksudmu Airi?"

"Iya. Jadi, kau yang bisa membantuku untuk menyegel kekuatanku ini?"

"Mungkin... Lalu, kekuatanmu apa?" Tiba-tiba di kakiku merasa lembut. Aku melihat kakiku, dan ada seekor kucing berbulu putih dan ada sedikit warna hitam. Kucing itu mengeluskan kepalanya ke kakiku. Aku langsung mengambilnya. "Lucunya."

"Namanya Popy, dia sangat suka dengan Onii-san. Dia bilang "salam kenal"."

"Oh, salam kenal Popy. Eh, apa kau bisa mengerti bahasanya?" Karena kebetulan saat dia bilang itu, kucing itu mengeong.

"Iya, itulah kekuatanku."

"Begitu, ya... Tapi, cara menyegelnya akan mengejutkanmu."

"Tidak apa-apa, aku sudah dengar dari Ai-chan. Oh iya, apakah kita pernah bertemu, Onii-san?"

"Kurasa tidak, memangnya kenapa?"

"Rasanya aku pernah mendengar suaramu di suatu tempat, dan suara Onii-san membuat perasaanku hangat."

Perasaan apa yang kurasakan saat ini? Ya, senang. Dipuji hal romantis oleh gadis kecil manis dan polos seperti dia memang membuatku senang. "Te-Terima kasih."

"Oi, Ouka. Kau dengar?"

"Furukawa-chan, maaf, aku harus mengangkat panggilan dulu."

"Iya."

Aku berdiri di sudut ruangan. "Ada apa, Itsuka?"

"Dari mana saja kau? Kami mencarimu kemana-mana."

"Maaf, aku kebetulan bertemu dengan Fiksi."

"Hah? Dimana?" Aku langsung menceritakan apa yang terjadi tadi. "Begitu, ya. Aku akan mengatur kau supaya bisa membantu dia dengan tenang."

"Maaf, ya, Itsuka."

"Tapi, berhati-hatilah, karena secara tidak langsung kau harus menghadapi KiF."

"Iya."

"Kalau begitu, aku beritahu yang lainnya."

"Tolong, ya, Itsuka." Lalu aku menghampiri Furukawa-chan.

"Onii-san, boleh aku minta tolong?"

"Apa?"

"Aku ingin jalan-jalan."

"Memangnya orangtuamu tidak ada?"

"Aku... Aku sudah lama ditinggal oleh kedua orangtuaku."

"Begitu, ya. Lalu, ini rumah siapa?"

"Ini bukan rumah. Tapi, asrama perempuan."

"Hah? Jadi, kalau aku ketahuan ada di sini..."

"Mungkin Onii-san akan dilaporkan ke polisi."

Lalu terdengar suara ketukan pintu. "Furukawa-san, apakah di dalam ada seseorang? Kau sedang berbicara dengan siapa?"

"Onii-san, kau sembunyi di bawa ranjang."

"Ba-Baik." Aku langsung mendarat ke bawa ranjangnya.

"Aku masuk, Furukawa-san." Aku mendengar suara pintu terbuka. "Kupikir ada orang lain di sini."

"Tidak, tadi aku sedang bicara dengan Popy."

"Begitu, ya. Oh iya, mau jalan-jalan?"

"Iya, tapi nanti temanku yang menjagaku. Jadi, Kanashi-san istirahat saja."

"Oh, jadi nanti Ai-chan akan kesini. Baiklah, jangan jauh-jauh darinya, ya." Lalu tak lama kemudian suara pintu tertutup terdengar.

"Onii-san, sudah aman. Kau boleh keluar sekarang."

"Terima kasih, Furukawa-chan."

"Iya. Lalu, apakah Onii-san mau menemaniku jalan-jalan?"

"Mau, sih... Tapi bagaimana caranya aku keluar? Kalau ketahuan kan bisa gawat."

"Benar juga." Jadi, dia tidak punya ide rupanya.

"Tunggu sebentar, ya. Aku coba hubungi temanku, mungkin dia bisa membantu." Aku kembali berjalan ke sudut ruangan. "Itsuka, kau dengar?"

"Iya, ada apa?"

Aku menjelaskan situasiku sekarang. "Begitulah. Apa kau punya ide? Atau kau bisa mengalihkan perhatian penghuni asrama ini?"

"Kalau aku melakukan itu, kemungkinan kau ketahuan semakin besar. Tapi, aku punya satu ide."

"Apa itu?"

"Tapi... Aku kurang yakin dengan ide itu."

"Memangnya kenapa? Apa kemungkinan berhasilnya kecil?"

"Hmm... Tidak, kemungkinannya berhasil seratus persen. Tapi, aku kurang yakin apakah kau mau...?"

"Akan kulakukan. Aku tidak bisa berdiam diri kalau ada seseorang yang meminta bantuan. Walau kemungkinannya memang kecil, aku akan melakukannya."

"Baiklah, jadi ini idenya."

Lalu, kami berdua keluar. Furukawa-chan memegang tanganku, dan aku menuntunnya supaya berjalan dengan aman dan tidak menabrak sesuatu. Aku harus berhati-hati, karena selain tubuhnya yang kecil, aku tidak boleh terburu-buru dengan keadaanku sekarang.

"Ano... Anda siapa, ya?" Seorang wanita berpakaian suster yang di gereja, dia berdiri di depan kami.

"Kanashi-san, dia adalah temanku."

"Jadi, bukan Ai-chan. Lalu, namamu siapa?"

"A-Aku... Gina Okazaki, salam kenal."

Suster itu mengamatiku, dia mengamati penampilanku yang sudah berubah menjadi gadis SMA berambut ungu panjang sampai punggung. "Okazaki-san, tolong jaga Kana-chan."

"Ba-Baik." Lalu dia pergi melewati kami.

Setelah menghadapi suster asrama ini. Kami langsung keluar. Sesampainya di luar, aku bisa melihat hutan. Furukawa-chan menyuruhku untuk berjalan menuju belakang asrama.

Setelah mungkin beberapa menit berjalan, sampailah kami di sebuah tempat yang sangat indah sekali. Dari sini aku bisa melihat laut, dan hamparan rumput yang sangat hijau dan segar. Aku menuntun Furukawa-chan di atas hamparan rumput itu. Setelah sampai, Furukawa-chan menyuruhku untuk memposisikan dia duduk. "Bagaimana pemandanganya, Onee-san?"

"Kau tahu kan, aku ini laki-laki." Aku langsung mengubah penampilanku kembali ke Genoji Ouka.

"Hihihi, maaf. Tadi aku terbawa suasana. Ano... Onii-san... maaf membuatmu kerepotan. Kau harus berubah menjadi wanita hanya untuk mengatarku kemari. Maaf."

"Tidak perlu minta maaf. Aku tidak keberatan, kok. Lagipula, aku kan sudah bilang, aku pasti akan membantumu bagaimana pun caranya."

"Terima kasih, Onii-san." Aku bisa melihat pipinya yang memerah, rambutnya yang terangkat oleh angin, dan wajahnya yang polos nan cantik. Kalau aku seorang lolicon, aku pasti sudah menculiknya. "Onii-san, ada yang ingin aku bicarakan..."

"Apa?"

"Sebenarnya.... Sebenarnya aku tidak ingin kehilangan kekuatan ini." Seperti di film-film, tiba-tiba angin menghembuskan beberapa rumput kecil, dan mengangkat rambutnya yang panjang itu. "Aku senang memiliki kekuatan ini. Aku tidak merasa kesepian lagi karena kekuatan ini. Dengan kekuatan ini, aku bisa mendengar hewan-hewan berbicara, bahkan lalat atau semut. Aku juga bisa mengajak mereka berbicara, jadi aku tidak akan merasa kesepian lagi."

"Furukawa-chan..."

"Kana-chan!" Aku melihat ke belakang, ternyata itu Airi.

"Oh, Ai-chan."

"Terima kasih sudah mengatarnya kemari, Ouka-senpai." Dia membungkukkan badannya di depanku.

"Ikut aku sebentar, Airi. Furukawa-chan, aku pinjam Airi dulu."

"I-Iya."

Kami berdua jauh di belakang Furukawa-chan, tapi kami masih bisa melihat dia, dan kalau terjadi sesuatu kami masih bisa berlari menghampirinya dengan cepat.

"Se-Senpai kenapa tiba-tiba menarikku seperti itu? Apa Senpai... Senpai mau melakukan "itu" denganku?"

Kalau saja aku tidak punya masalah dengannya, aku pasti dengan senang hati melakukan "itu" karena suaranya yang menggoda dan tingkahnya yang lucu. "Kenapa kau tiba-tiba membunuhku?"

"A-Apa maksud Senpai?"

"Kau membunuhku lalu membawaku ke kamarnya..."

"Oh itu... Itu adalah cara tercepat untuk membawamu."

"Sudahlah... Bukan itu yang ingin aku bicarakan. Tapi pertanyaan waktu itu, yang belum sempat kau jawab."

"Pe-Pertanyaan apa itu? Aku tidak i..."

"Tentang kau akan mem..." Belum aku menyelesaikan kalimatku, tiba-tiba dia mengayunkan pedangnya. "Serangan yang sama tidak akan mempan." Aku sudah menahannya dengan katana merahku. "Kalau dia lepas kendali, apa kau akan membunuhnya?"

"Tentu saja!" Dia mengatakan itu dengan kepalanya yang menunduk. Aku bisa melihat ada air mata yang menetes.

"Entah kenapa, aku merasa kesal melihat wanita yang berbohong tentang perasa..."

"DIAMMM!!" Dia memutar pedangku, dan melemparnya ke atas. Lalu dia mengayunkan pedangnya dari atas.

Aku berhasil menahan pedangnya dengan telapak tangan kananku. "Aku... Aku tidak akan membiarkan kau merasa kepedihan itu." Aku bisa melihat wajahnya yang sudah tidak bisa menahan kesedihannya, sampai-sampai air matanya keluar banyak, begitu juga dengan cairan di hidungnya. Perlahan dia mengangkat pedangnya, lalu pedangnya menghilang. "Airi, aku tahu sebenarnya kau tidak ingin membunuh Furukawa-chan. Maka dari itu, biarkan aku membuktikan kalau kau tidak perlu merasakan kepedihan itu."

Dia menundukkan kepalanya lagi. "A-Aku ini musuhmu, lho. Kau tidak perlu membantuku."

"Tidak, kau bukan musuhku. Kau Airi, seorang gadis SMP yang akan menjadi adik kelasku. Lagipula, aku tidak bisa diam melihat calon adik kelasku yang manis ini kesulitan."

"Dasar, kau ini Senpai yang merepotkan." Lalu dia memperlihatkan wajah cerianya. "Terima kasih atas bantuannya, Senpai. Sekarang kau bisa kembali ke acara sekolahmu."

"Eh? Bukannya kau menyuruhku menyegel kekuatannya?"

"Waktu masih panjang, Senpai. Kalau kau terlalu lama menghilang, nanti semua guru dan teman-temanmu mengkhawatirkanmu. Biar aku yang menjaga Kana-chan dari sekarang."

"Baiklah, besok aku akan kemari lagi." Aku berbalik dan hendak pergi, tapi sebuah tangan yang memegang lengan bajuku menghentikanku.

"Apakah, janji itu... bisa kau tepati?"

"Tentu saja." Dia melepaskan lengan bajuku.

Setelah cukup lama berjalan, aku baru menyadari. Kalau aku tersesat. Kalau diingat-ingat kembali, aku masuk ke asrama itu karena aku dibunuh dulu dan dibawa kesana. Jadi, aku tidak tahu jarak letak asrama itu dengan vila yang disewa oleh teman-temanku. Aku bisa saja kembali dan meminta bantuan kepada Airi, tapi rasanya sangat malu sekali. Jadi, aku putuskan untuk menghubungi Itsuka.

"Ada apa, Ouka?"

"Itsuka, apa kau bisa melacak keberadaanku sekarang?"

"Bisa. Memangnya kenapa?"

"Aku... Aku... tersesat..."

"Memangnya kau mau kemana sampai tersesat?"

"Kembali ke vila. Kau tahu kan, kalau aku dibawa ke asrama itu dengan cara yang "luar biasa"?"

"Oh iya, aku baru ingat. Tenang saja, nanti aku akan menyuruh seseorang untuk menjemputmu."

"Terima kasih."

Setelah menunggu beberapa saat, datanglah "seseorang" yang dimaksud Itsuka. Kurasa kurang tepat disebut seseorang, karena mereka ada empat orang gadis. Aku tidak tahu kenapa Itsuka menyuruh mereka untuk menjemputku, tapi yang pasti, kakiku harus bisa menahan tubuhku.

"Geno-kun, darimana saja kau?!"

"Tadi, aku..."

"Semuanya mengkhawatirkanmu!"

"Ma-Maaf..."

"Kau ini memang tidak bisa diandalkan, padahal hanya disuruh mencari kayu bakar, tapi malah bermalas-malasan dan tersesat?!" Yukimura, sebenarnya aku bukan bermalas-malasan, tapi aku sudah diculik dengan cara yang tidak biasa.

"Maafkan aku, Aya-chan, Yukimura, Ran-chan, dan Ca-chan."

Mereka menatapku, tanpa satu katapun. Lalu, mereka menghela napas. "Sudahlah yang penting kau tidak apa-apa," ucap bidadariku.

"Ma-Maaf... Oh iya, kenapa Ca-chan ada di sini?"

"Aku merasa kesepian, jadi aku meminta kepada Itsuka-senpai untuk membawaku kemari."

"Begitu, ya... Maaf, Ca-chan. Aku seharusnya mengajakmu..."

"Tidak perlu dipikirkan, Genoji-senpai."

"Kalau begitu, sebaiknya kita kembali. Kasihan Geno-kun, mungkin dia lapar."

Ingin sekali aku memeluk bidadariku saat ini, tapi itu kalau aku hanya berdua dengannya. Mengingat ada mereka, terutama Yukimura, sebelum aku merasakan pelukan bidadariku aku harus merasakan kematian dulu.

Lalu, kami berlima kembali ke vila itu. Awalnya aku mengira setelah kembali ke vila, teman-temanku akan datang menghampiriku dan mencemaskanku. Tapi, kenyataannya, aku disambut oleh tatapan berat dari laki-laki sekelasku. Lebih parahnya lagi, seseorang yang tidak kuharapkan malah membuatkan "obor".

"Wahhh, senangnya dijemput oleh empat bidadari!" teriak Itsuka. Kekuatan tatapan mereka semakin kuat, ditambah dari tatapan jijik para wanita.

Aku hanya bisa menghela napas. "Hah..."

***

Aku membuka mataku perlahan, sekarang aku bisa melihat ada cairan merah yang mewarnai jalan aspal ini. Entah kenapa aku tidak bisa menggerakan tubuhku, tubuhku terasa sangat basah, dan sakit dimana-mana. Pandanganku terasa sempit dan cukup samar.

"O...O...Onii-samaaaa!!" Teriakan itu terdengar samar-samar. Tapi, yang pasti, seseorang yang berteriak itu merasakan kesedihan yang sangat dalam.

Aku ingin sekali mencari orang yang berteriak itu, tapi jangankan tubuh, bola mataku sulit digerakkan. Lalu, samar-samar aku melihat seseorang mendekatiku. Dia jongkok di depan mataku, lalu mengangkat kepalaku. Samar-sama aku melihat bibirnya mendekat, semakin mendekat.

"HAH!" Tubuhku terasa sangat basah, penuh dengan keringat. "Mimpi itu lagi..."

Sebelumnya aku pernah bermimpi seperti itu, aku tidak ingat sudah berapa kali. Tapi yang pasti, itu bukan mimpi biasa. Aku tidak terlalu yakin, tapi aku merasa itu bukan mimpi biasa. Saat aku mencoba mengingat kembali, kepalaku langsung terasa sakit. Akhirnya aku menyerah dan mengganti baju.

Aku berjalan menuju ruang makan, mereka semua sebagian sudah menyimpan sarapan mereka di meja mereka.

"Genoji-kun!" Tiba-tiba lengan kiriku merasakan sesuatu yang empuk. Ternyata Ran-chan memeluk lenganku, dan kebetulan lenganku ada di tengah-tengah "itu". "Selamat pagi!"

"Ra-Ran-chan... apa yang kau lakukan?!" Akibat itu, aku merasakan tatapan dan udara yang tajam.

"Genoji-senpai." Lalu lengan kananku merasakan sesuatu yang empuk, tapi tidak seempuk lengan kiriku. "Selamat pagi."

"Ca-Ca-Ca-chan, apa yang kau lakukan?!" Udara di sini bagiku terasa semakin berat, dan tatapan mereka semakin terasa sensasi mengutuknya.

Seperti sebelumnya, seseorang yang tidak diharapkan berdiri, dan akan menyiapkan "obor". "Ouka, bagaimana rasa "itu" mereka?" teriaknya. "Obor" pun sudah menyala besar-besaran.

"Bagaimana apanya?!!"

"Genojiiii!!" Yukimura ternyata sedang berlari menuju ke arahku.

Sekarang situasi ini terasa seperti seorang bos yang siap menyerang musuhnya, lalu musuhnya itu sudah ditahan oleh dua anak buahnya. Aku bisa saja melepaskan diri dari pegangan mereka, tapi karena caranya agak kasar, aku lebih memilih pasrah.

Yukimura sudah dekat, dan entah kenapa kakinya saling mengadu dan membuat dia jatuh ke depan. Secara ajaib, dia jatuh mendarat di badanku. Kami bertiga pun ikut jatuh.

Kepalaku sakit, pandanganku gelap, dan kedua tanganku merasakan sesuatu. Saat aku mencoba menggerakkan jari-jariku, aku merasa ada sensasi yang "bulat". Bukan hanya tanganku, tapi wajahku juga merasa empuk. Secara cepat, aku bisa melihat lagi. Aku bisa melihat Yukimura duduk di atas perutku, dia menutup dadanya dengan satu lengan. Mungkin kalian tahu bagaimana ekpersi wajahnya? Iya, wajahnya memerah dan ada sedikit air mata.

"He-He-HENTAIII!!" Lengan yang satunya terayun ke arahku.

"AAAAA!!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top