Home - 🥀

"Kalau ... kalau aku tidak diinginkan, kenapa kalian membuatku lahir ke dunia ini? Kenapa Tuhan tetap membiarkanku hidup dengan semua penderitaan ini?"

🥀🥀🥀




GEMA TAKBIR YANG mengalun merdu di luar sana terdengar bersahut-sahutan dari masjid-masjid sekitar. Tak ketinggalan, televisi yang menyala di ruang tengah juga menayangkan berita-berita berbau suasana Lebaran.

Seorang gadis tampak duduk di depan televisi, bersila dengan nyaman di atas sofa empuk, dan memangku stoples keripik singkong hasil tangannya. Kedua matanya terfokus pada televisi yang sekarang menayangkan iklan.

Lalu, tanpa aba-aba, sepasang matanya yang sipit itu teralih pada ponsel. Layarnya masih menyala, menampilkan room chat WhatsApp dengan sebuah kontak.

Mama
Km jga rumah, y.
Jangan mcm-mcm apalagi smpe ada yg hilang

Anda
Mama emang ke mana?

Mama
Mama mau lbrn di rmh org tua papa km.

Anda
Kenapa aku ga diajak, Ma?

Mama
Mbl Papa penuh. Saudara-saudara km ikut semua.

Anda
Aku doang ya yg ga diajak?

Mama
Sadar diri aja.
Mama malu klo bawa km
Keluarga papamu org berada semua
Lagian apa susahnya, cm jaga rumah kok?
Tapi awas aj, jgn smpe ada yg hilang.

Anda
Ok.

Layar ponsel itu memang sengaja dibiarkan menyala sejak sejam lalu, meski jelas langsung mengundang air matanya setiap tak sengaja atau sengaja kembali melihat riwayat pesan dengan sang mama.

Rasanya sakit. Sakit saat sadar dirinya dibuang, sesak saat tahu hadirnya tak diinginkan, dan pedih saat mengalami pengabaian bahkan dibuang oleh orang tua sendiri.

Fairy Erica Rikawa kembali menatap televisi ketika tayangan beralih pada anime kesukaannya. Tangan kirinya yang memegang stoples bergerak mengusap sudut mata, mengusir jejak basah di sana.

Takbir terdengar makin riuh di luar sana. Suasana ini harusnya dinikmati dengan keluarga atau orang terdekat, mungkin sambil kumpul-kumpul ngobrol, makan-makan, temu kangen. Minimal suasana rumah terasa hangat saat momen-momen Lebaran tiba.

Namun, itu tak terjadi padanya. Meski sekarang dia sudah punya keluarga yang "utuh" sesuai mimpinya di tahun-tahun sebelumnya, faktanya sekarang dia melalui Lebaran sendirian.

Ah, ini bukan kali pertama.

Tahun-tahun sebelumnya juga sama. Dia hanya mendapat tugas jaga rumah setiap ada acara keluarga.

Pastinya, selalu ada ucapan menyakitkan yang keluar dari mulut ibunya, wanita yang telah melahirkannya, orang yang harusnya menerima dan memberinya rasa aman.

Isakan mulai terdengar di ruangan yang lengang itu. Isakan yang menyayat, mendefinisikan kepedihan hati dari seorang anak yang mentalnya telah hancur.

Fay berusaha menghalau setiap bulir-bulir bening yang berjatuhan dengan cepat dari kedua matanya. Mendadak rasa gurih keripik singkong itu tak selezat tadi. Perutnya juga langsung kenyang begitu saja, padahal dia belum makan seharian.

"Kalau ... kalau aku tidak diinginkan, kenapa kalian membuatku lahir ke dunia ini? Kenapa Tuhan tetap membiarkanku hidup dengan semua penderitaan ini?" Fay menangis sesenggukan dan menunduk dalam. "Kalian pikir aku kuat? Kalian pikir aku mau jadi diriku yang menjijikan begini?"

Suara televisi seolah-olah tenggelam oleh tangisannya yang menyayat. Namun, pertanyaan memilukannya tak mendapat jawaban, tak ada yang mendengar.

"Kalian pikir ... aku masih sanggup untuk bertahan esok hari?"

Tangis Fay makin menjadi. Biarlah, biar untuk saat ini dia meluapkan semua duri di dalam hatinya. Meski rasanya sia-sia karena tangisan ini tak akan mengubah apa pun.

🥀🥀🥀

Terima kasih untuk vote, komen, share, dan semua dukungan teman-teman. Itu sangat membantu dan berarti buat penulis.🌻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top