🥀Home 14🥀
"Alur misterius kehidupan akan membentuk kepribadian seseorang itu juga."
🥀🥀🥀
Kirei Liora
Ngapain sih ganggu gue mulu?
Fay menatap hampa pada layar ponsel yang menampilkan room chat Facebook dengan akun sang kakak.
Yah, salahnya sih karena sudah niat banget bikin akun baru untuk menghubungi ulang akun sang kakak.
Cha Eun Woo
Aku mau tanya sesuatu.
Kata Mama, aku bukan bagian dari kalian.
Katanya aku anak haram.
Katanya aku anak selingkuhan Mama.
Kirei Liora
Oh, akhirnya lo tahu.
Baguslah.
Emang lo pembawa sial buat keluarga gue.
Cha Eun Woo
Tapi emang ada bukti kuat?
Bisa jadi kan aku ini anak Ayah?
Kirei Liora
Bukan urusan gue!
Mana sini nomor WA lo!
Usai membaca pesan terbaru dari sang kakak, Fay langsung mengetikkan nomor WhatsApp-nya.
"Fay ...."
Ah, Fay baru sadar bahwa dia masih di ruangan kelas, tengah menghabiskan jam istirahat hanya dengan duduk diam di kursi. Tidak seperti yang lain, yang tengah asyik sibuk menghabiskan jajanan.
"Fay, kami mau minta maaf ...," sambung Sila dengan mata berkaca-kaca.
"Iya, Fay. Sikap kami kemarin udah keterlaluan mungkin sama kamu, tapi itu karena kami gak tahu-menahu tentang kamu." Ren juga ikut menambahkan.
Hela napas terdengar, lantas kursi yang diduduki Fay berderit begitu cewek berkerudung hitam itu mengubah posisi duduknya.
Tiba-tiba ponsel di tangannya berdering. Ada panggilan masuk dari nomor baru. Namun, dugaan Fay langsung mengarah pada satu nama, yang membuat jempolnya langsung menggeser tombol hijau.
"Gue harap setelah ini lo gak ganggu hidup gue lagi!"
Suara itu langsung menggelegar begitu telepon tersambung. Beruntung Fay sudah menempelkan ponsel ke telinganya.
"Lo tau gak, harusnya hidup gue sekarang tuh masih duduk diam enak-enak di rumah, atau kerja kantoran di kantor Ayah, tapi gara-gara wanita sialan itu, yang udah selingkuh, hidup gue berantakan sekarang!" sambung Kirei tanpa menurunkan intonasi suaranya.
Mulut Fay masih terkatup rapat, sementara tangan kirinya mengepal kuat di atas paha.
"Sekarang gue harus jadi perempuan yang dicap murahan demi bisa menuhi semua kemauan gue dan hidup sesuai impian gue!"
Fay menghela napas lagi. "Emangnya jadi aku juga enak, Kak?" Suaranya gemetar. Dia buru-buru menghela napas untuk menetralkan emosi yang makin menggelegak di hati.
"Urusan gue gitu?" Nada bicara Kirei terdengar sinis. "Emangnya lo ada kasih gue makan sampai gue harus turun tangan urus hidup lo?"
Ternyata ekspektasi Fay terhadap sang kakak itu terlalu jauh. Sia-sia. Dia kira kakaknya masih orang yang sama dengan anak manis 12 tahun lalu. Namun, alur hidup seseorang membentuk kepribadian orang itu juga, kan?
"Kan, kita saud-"
"Bukannya lo anak haram?"
Hati Fay rasanya akan meledak saat mendengar Kirei dengan mudah mengucapkan dua kata yang paling dibencinya itu.
Padahal itu masih asumsi.
"Kakak tahu di mana Ayah berada?" tanya Fay, berusaha tenang.
Di belakangnya, Disya dan yang lain secara perlahan-lahan kembali ke kursi masing-masing, tak ingin mengganggu. Mereka sadar, Fay tengah terlibat pembicaraan serius. Namun, gestur cewek itu membuat mereka penasaran.
"Heh?" Kirei tertawa sinis. "Gue gak tahu. Lo pikir gue juga gak penasaran?"
"Terus kenapa gak cari tahu?" tanya Fay lagi.
"Gak penting."
Jawaban Kirei makin memicu ledakan amarah di dada Fay.
"Aku mau tes DNA, buat cari kebenaran," kata Fay tanpa basa-basi.
"Lakuin mau lo. Setelah ini, gak usah ganggu hidup gue lagi. Mau lo adek gue, mau ibu gue gimana pun, gue gak akan pernah peduli lagi!" Ucapan Kirei penuh ultimatum. "Jadi, lo jangan pernah aduin apa pun lagi tentang hidup lo itu ke gue. Gue bukan emak lo, paham?"
Lantas, telepon terputus. Disusul dengan profil Kirei yang berubah abu-abu.
Air mata Fay nyaris jatuh.
Kenapa keluarganya begini?
Kenapa hidupnya tak pernah sampai di titik kebahagiaan?
Sementara di sisi lain, melihat Fay yang tertunduk dengan kedua pundak gemetar, Disya dan yang lain tampak kebingungan. Haruskah mereka datang dan menghibur? Namun, bukankah Fay hanya akan kembali marah pada mereka?
"Fay ...."
Cewek itu tiba-tiba bangkit berdiri dari kursinya dan berjalan terburu-buru meninggalkan kelas.
"Kayaknya ... dia lagi ada masalah," kata Sila dengan gumaman ragu.
Upi menatapnya, Ren mengangguk lesu, Nana diam membisu, sementara Disya tampak berniat menyusul kepergian Fay.
***
"Udah jam sebelas malam lho, Neng, gak pulang?" tegur Bu Asih begitu melihat Fay masih fokus bekerja di antara tiga karyawan lain yang masih bertahan.
Cewek itu bersikap aneh sejak tadi. Seperti tengah menyimpan masalah.
"Gak apa, Bu, lagi pengin kejar target. Toh, sekolah juga masih santai setelah UTS," jawab Fay dengan senyum dipaksakan.
Sebenarnya itu hanya alasan saja. Aslinya, Fay hanya tak ingin terus-terusan terpikirkan pertengkarannya dengan Kirei tadi siang. Itu hanya menyakiti hatinya dan membuat amarahnya makin tak terkendali.
Jadi, Fay lebih baik menyibukkan diri di sini. Toh, setiap detik waktunya dibayar di sini. Yah, meski hanya tersisa satu jam lagi untuk waktu lembur.
Dugaannya benar, setelah tiba di kontrakan, pikiran Fay langsung dipenuhi banyak hal. Tangannya tanpa sadar langsung mengambil ponsel yang tergeletak di pinggir kasur, menyalakan data, dan langsung membuka Facebook.
Demi memperlancar pencariannya, Fay juga mengunduh aplikasi Instagram dan TikTok. Sialnya, Fay tak punya foto sang ayah. Album keluarga juga entah di mana karena sejak kecil Fay sudah pindah ke beberapa tempat.
Fay hanya mengandalkan ingatan dan karena itulah pencarinya selalu berujung sia-sia.
"Tuhan ... kenapa?" Kesedihan Fay sudah tak tertahankan lagi. Air matanya berjatuhan dengan deras, dadanya sesak seiring tangis yang makin menjadi.
"Kenapa ....?" Suara pelannya itu mengisi keheningan kamar.
Pertanyaannya tak mendapat jawaban. Kebingungannya tak menemukan solusi. Sementara itu, rentetan pertanyaan terus memberondong kepalanya.
Fay mengarahkan tatapannya yang sudah bersimbah air mata itu ke atas, pada langit-langit ruangan yang disinari cahaya putih dari lampu. Namun, tujuannya adalah Sang Pencipta di atas sana. Dia ingin protes, dia ingin memberondong-Nya dengan pertanyaan-pertanyaan memuakkan ini.
"Tuhan ..., aku bahkan tak diinginkan kedua orang tuaku? Lalu kenapa Kau masih memercayaiku untuk bertahan?" Fay berusaha mati-matian untuk meredam tangisannya, meski hal itu terasa amat menyakitkan. "Tuhan, aku mendengar sendiri bagaimana aku sebagai anak dimaki dan dianggap sampah oleh wanita yang telah melahirkanku. Tuhan, bukankah ...."
Fay menangis tergugu. Meski dia sendirian di kosan itu, tetap saja tangisan memilukannya ini tak boleh didengar siapa pun.
"Bukankah Engkau Maha Adil? Lalu kenapa aku merasa Kau tidak adil padaku? Kenapa kau terus mengujiku? Apa salahku di masa lalu, Tuhan, sampai di kehidupanku yang sekarang, hanya ada tangis dan luka di setiap hariku?" lanjut Fay yang kembali meratapi takdir memuaskannya.
Takdir? Bukankah semua yang terjadi adalah takdir-Nya? Bukankah Dia Yang Maha Tinggi tak akan menguji di luar batas kemampuannya? Namun kenapa, kenapa di saat Fay begitu lelah, hidupnya justru dirundung masalah?
🥀🥀🥀
Terima kasih untuk vote, komen, share, dan semua dukungan teman-teman. Itu sangat membantu dan berarti buat penulis.🌻🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top