Rencana Satu
Yesa membuka matanya yang masih mengantuk. Dia masih belum rela meinggalkan mimpi indahnya namun Bundanya sudah meneriakinya untuk turun. Yesa melihat jam yang terpajang di tembok, sudah pukul 06.00 pantas saja Bundanya teriak-teriak.
Dengan mengumpulkan nyawanya, dia bangkit dari tidurannya dan berjalan sempoyongan ke kamar mandi. Sesekali dia menguap karena masih mengantuk.
20 menit kemudian Yesa sudah berada di ruang makan. Menikmati roti panggang dengan selai coklat dan minum susu putih yang sudah di sediakan oleh Bundanya. Yesa melahap sarapannya dengan semangat. Hari ini dia memilih makan roti dibanding nasi.
"Pelan-pelan kalo makan". Tegur Mera pada Yesa. Dia melihat pipi anaknya yang menggembung akibat melahap sarapannya.
"Udah siang Bun. Takut telat". Jawab Yesa setelah menelan roti di mulutnya. Kemudian dia minum susu dan mengusap bibirnya yang basah karena susu. "Berangkat yuk Bun". Kata Yesa sambil berdiri.
"Bentar dong Yes, Bunda kan belum selesai makan". Kata Rangga menegur Yesa.
"Tapi Yesa udah telat Yah". Jawab Yesa sambil melihat jam yang melingkar di lengannya.
"Itu salah kamu sendiri bangun siang banget". Jawab Rangga mengomeli. "Lihat Bunda jadi buru-buru kan makannya". Lanjut Rangga mengomeli anak gadisnya.
"Nggak papa mas, aku udah selesai kok". Kata Mera menengahi. "aku Jalan dulu ya mas". Kata Mera pamit sama suaminya. Begitu juga dengan Yesa yang menyalami tangan Ayahnya dengan hormat.
"Hati-hati nggak usah ngebut". Jawab Rangga berpesan.
"Iya mas".
"Iya Yah".
Mera melirik jam di tangannya. 15 menit lagi gerbang sekolah anaknya akan di tutup. Dia harus sampai di sana sebelum bel berbunyi. Dia mengendarai mobil dengan kecepatan yang lebih tinggi dibanding biasanya. Karena dia tidak ingin anaknya terlambat dan mendapat hukuman.
Yesa duduk dengan tenang. Matanya terus menatap lurus ke depan, walaupun sebenarnya dia takut karena sebelumnya Bundanya tidak pernah menyetir dengan kecepatan tinggi.
Hanya butuh 10 menit untuk Mera sampai di sekolah anaknya. Biasanya dia akan menghabiskan waktu 15-20 menit, namun kali ini dia sampai kurang dari itu. Yesa dengan segera melepaskan sabuk pengaman dan menyalami tangan Bundanya. Kemudian dia keluar dari mobil dan lari masuk ke dalam sekolah. Setelah dia berhasil melewati gerbang sekolah, dia memutuskan untuk berjalan saja sambil mengatur nafasnya yang ngos-ngosan.
***
Yesa, Karin, dan Nadia sedang menikmati sepiring gado-gado di kantin. Sambil sesekali melontarkan lelucon-lelucon yang membuat mereka tertawa sendiri. Hubungan persahabatan mereka membuat semua iri karena mereka selalu kompak dan tak pernah terlihat bertengkar. Ya walaupun dulu Yesa pernah cemburu pada Karin karena Bundanya begitu dekat dengan Karin, namun dia mampu untuk menghalau fikiran cemburunya itu karena dia yakin jika kasih sayang Bundanya terhadapnya tidak akan pernah berkurang.
Cowok tampan dengan postur tinggi dan badan yang seimbang dengan tingginya membuatnya terlihat seperti seorang atlet profesional. Dia memang salah satu anggota basket di sekolah ini yang beberapa kali pernah membawa medali emas untuk dia persembahkan untuk sekolah. Ya walaupun dia bukan kapten basket namun berkat ketampanannya dan tubuhnya yang bagus membuatnya di gandrungi oleh cewek-cewek.
Cowok itu mendekat ke arah Yesa dan dua sahabatnya. Dia mengambil duduk di depan Yesa dan di samping Karin. Karin dan Nadia memasang wajah jutek sedangkan Yesa tersenyum sumringah melihat Adlan di hadapannya.
"Aku lihat makin hari kamu makin cantik". Kata Adlan sambil tersenyum.
"Gombal nya basi". Jawab Karin dengan ekspresi seperti mau muntah.
"Rata-rata kalau udah jadi mantan ya terlihat makin menarik". Jawab Nadia cuek.
Adlan tidak menghiraukan ucapan kedua sahabat Yesa itu. Karena fokusnya hanya kepada Yesa. Yesa mengulum senyum mendengar ucapan gombalan dari Adlan.
"Ada yang mau aku omongin sama kamu". Kata Adlan pelan.
Yesa menatap kedua sahabatnya. Namun Karin dan Nadia tak sadar dengan tatapan Yesa. Akhirnya Yesa menyenggol lengan Nadia dan menginjak kaki Karin dengan pelan.
"Awww". Teriak Karin dan Nadia bebarengan.
Adlan menoleh ke arah Karin dan Nadia bingung. Sedangkan Yesa menatap kedua sahabatnya itu dengan pandangan menyuruh mereka untuk pergi meninggalkannya dan Adlan.
"Iya deh". Kata Nadia sambil bangkit dari duduknya. Kemudian di susul oleh Karin di belakangnya.
Kini hanya ada Yesa dan Adlan di meja pojok kantin. Ya walaupun kantin sedang ramai namun meja yang ditempati Yesa dan Adlan terasa hening.
"Mau ngomong apa ?". Tanya Yesa penasaran.
"Aku udah nyusun rencana". Jawab Adlan singkat.
"Apa ?". Tanya Yesa semakin penasaran.
"Jadi nanti kamu aja Bunda kamu makan di luar, terus kamu ambil dompet Bunda kamu biar Bunda kamu nggak bisa bayar. Dan di situ aku bakal dateng dan nolongin kalian". Kata Adlan menjelaskan.
"Lalu ?". Tanya Yesa sambil mengangkat sebelah alisnya.
"Ya dari situ aku berharap Bunda kamu bisa bersikap hangat denganku setelah aku menolong kalian". Jawab Adlan penuh harap.
"Jadi kamu mau bersikap pahlawan gitu ?". Tanya Yesa pelan.
Adlan menganggukkan kepalanya. "Gimana menurut kamu ?". Tanya Adlan meminta pendapat.
"Gapapa sih. Ntar sore lah sebelum ayah pulang aku ngajak Bunda makan di luar". Jawab Yesa sambil tersenyum.
"Eh tapi ntar kalo pesen makan jangan mahal-mahal ya". Kata Adlan sambil nyengir.
Yesa tersenyum lebar. Dia tahu mantan kekasihnya ini memang dari keluarga kaya, namun dia sudah punya penghasilan sendiri jadi dia tidak mau membebani orang tuanya lagi. Bahkan dia sudah tidak meminta uang saku lagi pada orang tuanya.
***
"Bun jalan yuk". Kata Yesa sambil bergeyut manja di lengan Bundanya.
"Kemana ?". Tanya Mera singkat. Pasalnya nggak biasanya Yesa ngajak keluar.
"Ke mall, cari barang terus makan". Jawab Yesa dengan tersenyum. Dia sudah menyusun rencana dengan Adlan tadi, dan sekarang dia akan menjalankan usahanya.
"Ntar ya nunggu Ayah pulang. Sekalian pergi bertiga". Jawab Mera.
"Aku pengennya pergi berdua aja sama Bunda". Kata Yesa cepat. Pasalnya jika mereka pergi dengan Rangga pasti akan berantakan rencananya.
Mera menatap anaknya dengan seksama. Tidak biasanya Yesa seperti ini. Kalau lun di manja, dia akan manja dengan Ayahnya, jika dengannya pasti akan ribut saja. Namun dia menghapus semua kebingungannya, mungin memang anaknya lagi ingin menghabiskan waktu dengannya.
"Bunda siap-siap dulu". Kata Mera berlalu ke kamarnya.
Yesa tersenyum senang. Kemudian dia mengambil handphonenya dan mengetikkan sesuatu kepada Adlan. Setelah itu dia mencari kunci mobil Bundanya dan dia letakkan di ruang keluarga. Sedangkan dia saling berbalas pesan dengan Adlan sembari menunggu Bundanya selesai siap-siap.
"Ayo Yes, Bunda udah siap". Kata Mera sambil menenteng tasnya.
"Ayo". Jawab Yesa semangat.
Mereka berdua berjalan beriringan keluar dari rumah, Mera mengunci pintu rumah sambil mencari kunci mobil di tasnya, namun tidak dia temukan.
"Kunci mobil Bunda ketinggalan kayaknya". Kata Mera. Kemudian dia kembali ke dalam rumah. Namun sebelum dia kembali ke rumah, Yesa memanggilnya.
"Bun biar tasnya Yesa aja yang bawa". Kata Yesa sambil tersenyum.
Mera tampak berfikir sejenak. Kemudian dia menyerahkan tasnya kepada anaknya dan setelah itu masuk ke dalam rumah. Saat dirasa Mera sudah tak terlihat dari pandangannya, Yesa cepat-cepat membuka tas Bundanya dan mengambil dompet hitam milik Bundanya. Setelah itu dia masukkan ke tasnya sendiri. Yesa tersenyum penuh arti setelah berhasil menyelesaikan tugasnya.
================================
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top