Menyusun Rencana (3)

Budayakan vote dan koment sebelum membaca 👌
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Hari mulai gelap. Cahaya matahari sudah mulai menghilang. Bulan mulai muncul malu-malu menggantikan tugas matahari. Angin sore yang meniup pepohonan membuat mereka bergoyang ke kanan dan ke kiri. Tak jarang pula beberapa daun jatuh dari pohon karena tak kuat menahan hempasan semilir angin.

Yesa mengusap keningnya sambil tersenyum. Ditatap nya meja makan di hadapannya itu. Di sana sudah terhidang beberapa menu favorit Ayahnya. Yesa dan Mera sengaja memasak makanan kesukaan Rangga. Semua masakan kesukaan Rangga tanpa terkecuali.

Setelah tadi pagi Rangga tak begitu menyukai masakan Yesa, membuat Yesa berfikir ulang untuk masak sendiri. Akhirnya dia memutuskan meminta bantuan Mera untuk membantunya memasak. Semuanya sudah siap. Mulai dari nasi, lauk pauk, buah-buahan, air minum, piring, sendok, garpu, bahkan teh kesukaan Rangga juga sudah terhidang. Yesa benar-benar bersungguh-sungguh untuk membuat Ayahnya luluh.

"sudah siap semuanya, kamu mandi gih dandan yang cantik". Kata Mera pada anaknya.

"Bunda juga". Jawab Yesa singkat.

Mera mengangguk sambil tersenyum. Dia menjauhi Yesa dan menuju kamarnya. Begitu juga dengan Yesa, dia menuju kamarnya untuk mandi dan membersihkan diri. Tak butuh waktu lama untuk Yesa melakukan itu semua. Karna memang Yesa bukan type cewek yang ribet dalam berdandan ataupun mandi.

***

Yesa duduk termenung di teras. Matanya tak henti-henti nya menatap gerbang depan. Menantikan suara klakson dari mobil Ayahnya. Sudah lebih dari 15 menit Yesa menunggu Rangga pulang. Perkiraan Yesa 10 menit lagi pasti Ayahnya sudah sampai di rumah.

Bukan karna Yesa menghafal kepulangan Ayahnya. Namun hal itu sudah tercatat sendiri di dalam otaknya. Setiap hari berjumpa membuatnya hafal kegiatan Ayahnya. Hanya saja beberapa hari belakangan ini, Yesa merasa sepi karena sikap dingin Ayahnya. Memang itu semua atas kesalahannya dan Yesa tak menyalahkan Ayahnya jika Ayahnya bersikap dingin terhadapnya.

Hari mulai gelap. Awan yang semula terang sudah berganti petang. Matahari yang semula muncul kini terganti oleh bulan. Terlihat pula beberapa bintang yang mulai muncul di langit senja sore ini. Yesa menengadahkan kepalanya ke langit sambil tersenyum.

Tinn tinnn..

Yesa segera sadar dari lamunannya. Berjalan tergesa membuka pintu gerbang untuk sang Ayah. Dia tak ingin membuat sang Ayah menunggu lama. Yesa tersenyum ke arah mobil Rangga dan dia tak tau balasan Rangga karena kaca mobil yang gelap. Setelah mobil itu masuk ke dalam halaman rumah, Yesa segera menutup kembi gerbang itu dan memasuki rumah.

Rangga duduk tenang di kursi makan. Menatap semua hidangan yang tersaji di hadapannya membuatnya meneguk ludah kasar. Pasalnya semua menu sore ini adalah menu favoritnya. Entah apa yang merasuki istrinya hingga memasak semua menu yang di sukainya.

"sini mas aku ambilin". Kata Mera meminta piring suaminya. Sudah menjadi rutinitas Mera, mengambilkan makan suaminya.

Rangga menyodorkan piringnya kepada Mera. "tambah lagi rendang nya". Kata Rangga kepada Mera.

Mera menambahkan dua irisan daging sekaligus. "nih aku tambahin + bonusnya". Kata Mera sambil mengangsurkan piring itu ke hadapan suaminya.

Rangga tersenyum menerima piring yang diangsurkan oleh istrinya. Keharmonisan dan keromantisan mereka membuat Yesa tersenyum senang. Yesa ingin selalu berada di situasi seperti ini.

"masakan kamu selalu lezat". Kata Rangga begitu memasukkan sesendok nasi dan rendang ke dalam mulutnya.

Mera tersenyum. Yesa juga ikut tersenyum. Mera menatap Yesa, begitu juga sebaliknya. Mera mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum. Yesa menanggapi itu dengan senyum yang semakin lebar.

Mera dan Yesa mengambil makanan dan melahapnya dengan tenang. Tak seperti Rangga, dia makan seperti orang yang sudah tak makan 2 hari. Rasanya dia ingin menghabiskan semua makanan ini sendiri. Yesa tak henti-henti nya mengulas senyum. Dia tak menyangka jika hasil masakannya akan di sukai oleh Ayahnya. Ya, walaupun masakan ini tak murni hasil masakannya sendiri, masih dibantu oleh Mera apalagi untuk memasukkan bumbu dan mencicipi semua dilakukan oleh Mera. Dia hanya mengaduk saja. Eh

Tapi itu semua sudah membuat Yesa senang. Semoga malam ini dia segera baikan dengan Ayahnya. Yesa benar-benar sudah tak sanggup jika harus di diamkan oleh Ayahnya lebih lama lagi. Lebih baik dia di caci maki dari pada seperti ini.

***

Yesa membaca 2 cangkir teh dan 1 cangkir kopi. Molen pisang satu piring yang masih terlihat asapnya. Ya, karna Yesa baru saja mengangkatnya dari penggorengan. Yesa meletakkan semua hidangan itu di hadapan Ayah dan Bundanya yang asik menonton tv dan sesekali bersenda gurau.

"makasih ya sayang". Kata Mera kepada Yesa.

Yesa tersenyum dan menyimpan nampan ke bawah meja. Duduk di samping kiri Ayahnya. "silahkan di cicipi Yah". Kata Yesa pelan. Yesa berharap Ayahnya segera mengambil salah satu kudapan yang di sajikan nya dan memasukkan ke dalam mulutnya. Sambil berkomentar jika ini sangat lezat.

Rangga fokus ke layar televisi tanpa menghiraukan anak perempuan nya. Namun dalam hatinya dia ingin mengambil kudapan itu dan komentar enak tanpa memikirkan rasanya. Sebenarnya Rangga sudah tak tega jika terus mendiamkan anak semata wayangnya ini. Namun apa boleh buat, dia ingin memberi Yesa pelajaran. Memberi Yesa rasa jera agar tak kembali mengulanginya.

Baginya, Yesa adalah berlian yang tak ternilai harga nya. Bahkan lebih mahal dari berlian jenis perfect pink diamond. Jadi karna itulah dia ingin Yesa tetap berada di jalur yang benar tidak seperti kebanyakan anak zaman sekarang.

"buka mulutnya Yah". Kata Bunda Mera menyuapi suaminya. Rangga menuruti permintaan istrinya. Kudapan hangat itu masuk ke dalam mulutnya, Rangga hanya mengunyah saja tanpa berkomentar apapun. Sedangkan Yesa menunggu tanggapan apa yang akan di berikan oleh Ayahnya.

Lama Yesa menunggu reaksi Ayahnya, namun tak ada reaksi apapun. Sehingga dia memberanikan diri untuk bertanya. "enak Yah ?". Tanya Yesa pelan.

"hemm". Gumam Rangga menanggapi.

"Yah maafin Yesa. Yesa tau Yesa salah, Yesa sudah keliru. Yeda janji nggak bakal ngulangin itu lagi". Kata Yesa meminta maaf. Dia sudah benar-benar tak sanggup jika terus seperti ini.

Rangga hanya diam saja. Dia masih ingin mendengar lanjutan ucapan Yesa. "Yesa tau Ayah dan Bunda sangat sayang sama Yesa makanya melakukan hal seperti ini. Yesa janji mulai sekarang Yesa akan nurut sama Ayah dan Bunda".

Mera melihat Rangga yang tak berkutik sama sekali. Rangga hanya menyimak apa yang dikatakan oleh anak perempuannya. Rasanya dia ingin merengkuh Yesa ke dalam pelukannya dan melupakan semuanya. Rangga ingin sekali bilang kepada Yesa jika dia sudah memaafkannya. Namun dia terus menahan hal itu.

Yesa lebih mendekat ke samping Ayahnya. "Yah maafin Yesa. Lebih baik Ayah mencaci maki Yesa atau pukul Yesa daripada bersikap dingin seperti ini".

"Yah tanggepin dong Yesa. Nggak kasihan apa". Kata Mera sambil menyenggol lengan suaminya.

"Ayah maafin kamu asalkan kamu menjauhi cowok itu". Kata Rangga akhirnya membuka suara.

Yesa yang mendengar itu sedikit tak percaya. Namun dia segera sadar dan bangkit dari duduknya. Berteriak gembira seperti anak kecil yang di belikan es krim oleh Ayahnya. Rangga dan Mera tersenyum senang melihat wajah ceria anaknya.

================================
Bojonegoro, 22 Desember 2019

Sesuai janjiku kemarin. Aku bakal update hari minggu setelah serangkaian ujian ku selesai😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top