Menjauh

Sudah seminggu sejak kejadian malam dimana Yesa ketahuan nonton berdua dengan Adlan. Ayah Rangga sama sekali tak tegur sapa dengan Yesa. Walaupun Yesa masih bersikap seperti biasa seperti tak ada masalah apapun. Masih tetap mengucapkan selamat pagi saat akan sarapan, masih tetap berpamitan dengan Ayah Rangga saat akan pergi ke sekolah, dan masih tetap mengucapkan selamat malam saat akan tidur. Tapi itu semua tak mendapat balasan dari Ayah Rangga.

Yesa tak menyalahkan jika Ayahnya bersikap seperti itu, karena dia sadar jika dia memang bersalah dan pantas diperlakukan seperti itu. Namun dia ingin semua ini segera berakhir. Dia tak betah di diamkan terus menerus seperti ini.

Ini adalah pertama kalinya Ayahnya mendiamkan dia seperti ini. Sebelum-sebelumnya jika dia berbuat salah, Ayahnya hanya menegur sekali dan setelah itu kembali bersikap seperti biasa. Tapi kali ini, Ayahnya benar-benar marah padanya.

Bunda Mera merasa canggung dengan keadaan yang terjadi diantara Anak dan Suaminya. Dia tak benar-benar mengerti dengan apa yang terjadi. Suaminya hanya menceritakan sekilas dan tak lengkap. Sedangkan ia tak mau bertanya dengan Anaknya karena Anaknya terlihat murung jika hanya berdua dengannya. Bunda Mera takut jika dia bertanya, akan membuat Yesa semakin murung.

Suaminya hanya menceritakan jika dia memergoki Yesa dan Adlan dijalan saat dia perjalanan pulang. Dia merasa ganjil dengan keadaan itu, karena dia sangat tau jika istrinya tak suka dengan Adlan, lantas bagaimana bisa mereka bisa pergi hanya berdua ?. Dengan pemikiran itu, membuat Ayah Rangga balik setir membuntuti mereka. Sampai mereka tiba di salah satu mall besar di Jakarta Ayah Rangga masih tetap mengikuti mereka tanpa sepengetahuan mereka.

Bunda Mera tampak bersyukur karena suaminya mengikuti mereka berdua, jika tidak mengikuti pasti Yesa sudah masuk salah satu pergaulan yang dikhawatirkannya. Namun dia juga sedih melihat interaksi antara anak dan suaminya. Hanya bertegur sapa sebelah pihak saja.

***

Yesa duduk dibangku salah satu perpustakaan dengan tangan memegang sebuah buku dan mata tertuju di obyek yang ia pegang. Namun pikirannya tak sesuai dengan apa yang ia lakukan saat ini. Orang yang melihatnya pasti akan mengira jika dia sedang membaca, tapi nyatanya, dia sedang memikirkan bagaimana caranya bisa baikan dengan Ayahnya. Bercanda tawa seperti biasanya, bercerita tentang aktivitas yang telah mereka alami hari itu, dan saling menggoda atau bahkan nonton tv bersama.

Yesa benar-benar kangen dengan itu semua. Dia benar-benar tak betah dengan keadaan ini. Rasanya ia lebih memilih dicaci, maki, ataupun dipukul sekalian daripada hanya didiamkan. Dipukul hanya akan terasa sakit sekilas namun didiamkan membuatnya canggung dan tak enak hati saat akan melakukan apapun.

"Yes". Sapa seseorang dari arah samping kanan. Yesa menengokkan kepalanya ke asal suara. Terlihat Adlan sedang berdiri disana. Yesa hanya menyunggingkan senyum sekilas.

"boleh aku duduk disini ?". Tanya Adlan pelan yang hanya diangguki kepala oleh Yesa. Tak menunggu lama setelah mendapat persetujuan dari Yesa, ia segera menempati kursi kosong disamping Yesa.

"gimana kabar kamu ? Seminggu ini kamu menjauh dari aku". Tanya Adlan lembut sambil menatap wajah sayu Yesa.

Yang ditatap hanya memalingkan muka ke arah buku seperti apa yang dia lakukan dari tadi. Ya, selama seminggu ini memang Yesa menjaga jarak dari Adlan. Dia merasa lebih baik menjauh dulu dari Adlan sampai perasaannya kembali normal seperti dulu. Dia mulai mengabaikan telepon atau pesan yang dikirim oleh Adlan, menghindar jika akan berpapasan dengan Adlan, atau langsung pergi begitu dia dipanggil oleh Adlan. Itu semua dia lakukan bukan karena dia marah, hanya saja dia belum siap ketemu kembali dengan Adlan. Karena hubungannya dengan Ayahnya menjadi renggang juga karena Adlan, ya walaupun bukan sepenuhnya salah Adlan namun tetap saja ada sangkut paut nya dengan Adlan.

"aku baik kok". Jawab Yesa singkat sambil tak memalingkan wajahnya sama sekali.

"maafin aku tentang kejadian kemarin". Kata Adlan lagi. Jelas terlihat jika dia begitu menyesal.

"gapapa, aku juga salah kok".

"kamu udah baikan sama Ayah kamu ?". Tanya Adlan lagi. Yesa menggeleng pelan sebagai jawaban.

Adlan menundukkan kepalanya. Dia semakin menyesal sekarang. Dia tak hanya membuat kekasihnya dimadahi oleh Ayahnya, namun juga sudah membuat hubungan kekasihnya dengan Ayahnya renggang.

"maafin aku ya. Aku bener-bener ngerasa bersalah banget".

"gapapa kok. Nggak usah dibahas lagi". Jawab Yesa sambil menutup buku dan berlalu pergi meninggalkan Adlan.

***

"mau mampir ke Star Caffe ?". Tanya Bunda Mera saat mereka berada didalam mobil perjalan pulang sekolah. Yesa menggelengkan kepalanya lemah.

"beli es krim kesukaan kamu. Udah lama loh kita nggak kesana". Kata Bunda Mera semangat.

"nggak pengen Bun". Jawab Yesa singkat.

"Bunda nggak tau apa yang terjadi diantara kamu dan Ayah, tapi Bunda lihat sepertinya kamu melakukan kesalahan yang sangat fatal". Kata Bunda Mera tak betah lagi untuk tetap diam.

"lagian kemaren Bunda kan udah bilang sama kamu, selama Bunda keluar kamu baik-baik aja dirumah. Eh malah keluyuran nggak pamit Bunda lagi". Omel Bunda Mera. "Bunda nggak ngajak kamu ke reuni bukan karena Bunda ingin memberimu kebebasan sendiri, tapi Bunda mikirin suasana hati kamu. Jika Bunda ngajak kamu, pasti kamu akan merasa bosan kumpul sama orang-orang yang sudah berkepala 3". Ocehnya panjang lebar. ''kalau tau bakalan kayak gini, mending Bunda ngajakin kamu. Nggak peduli kamu bosan atau nggak". Lanjutnya.

Omelan dan ocehan terus keluar dari mulutnya. Namun tak ada sahutan sedikit pun dari Yesa, sedari tadi Yesa hanya memandang keluar jendela.

"dengan keadaan yang sekarang membuat Bunda bingung akan bersikap seperti apa. Rasanya mau ini, mau itu salah terus, canggung. Ngomong gini nggak ada yang nyautin, ngomong gitu nggak ada yang merhatiin. Susah harus bersikap kayak gimana. Bukan Bunda yang salah, tapi rasanya Bunda ikut kena imbasnya".

Yesa sudah tak betah mendengar omelan dari Bundanya. Dengan omelan sang Bunda membuat pikirannya semakin runyam. Namun setelah mendengar ocehan Bundanya kalau dia tak nyaman, akhirnya dia menemukan ide untuk memperbaiki hubungannya dengan Ayahnya kembali.

"Bun bantuin aku baikan sama Ayah lagi dong". Rengek Yesa sambil menggoyangkan lengan kiri Bundanya.

Bunda Mera hanya menoleh sekilas kemudian kembali fokus ke jalanan.

"katanya Bunda juga ngerasa nggak enak dengan keadaan yang sekarang ?".

Dijawab dengan anggukan kepala oleh Bunda Mera.

"makanya bantuin aku buat baikan lagi sama Ayah, biar Bunda juga nggak ngerasa canggung lagi". Rengeknya lagi.

Bunda Mera tampak berfikir dengan apa yang diucapkan anaknya. Ada benarnya juga apa yang dikatakan anaknya. Jika mereka sudah baikan pasti suasana rumah akan kembali seperti semula. Tak ada lagi tegur sapa secara sepihak, tak ada lagi sikap dingin yang ditunjukkan oleh salah satu anggota keluarga. Pasti semuanya akan kembali harmonis seperti sedia kala.

"ok. Tapi Bunda nggak bisa bantu banyak. Kamu juga harus berusaha". Kata Bunda Meta setuju membantu Yesa.

Yesa tampak sumringah setelah mendengar jawaban dari Bundanya. "siap Bun". Jawab Yesa sambil memposisikan tangannya seperti orang hormat.

Bunda Mera tersenyum sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku anaknya.

"makasih ya Bun. Yesa tambah sayang sama Bunda". Katanya lagi sambil memeluk Bundanya dari samping.

"iya iya Bunda juga sayang sama kamu. Udah ah peluknya, Bunda lagi fokus nyetir nih". Jawab Bunda Mera sambil merenggangkan lengannya supaya Yesa melepaskan pelukannya. Yesa yang diperlakukan seperti itu hanya nyengir saja lalu melepaskan pelukannya dan menghadap ke depan dengan senyum yang terus terlukis dibibirnya.

-------------------------------------------------------------

Bojonegoro, 2 November 2019

Update lagi...
Tinggalkan Vote dan Koment kalian😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top