Gagal Jalan

Author Pov

Pagi telah datang. Matahari mulai menampakkan dirinya malu-malu. Sinarnya memasuki cendela kamar Yesa.

"hoooammm. Jangan dibuka dong Bun tirainya". Kata Yesa ditengah-tengah nguapnya.

Mera tidak memperdulikan ucapan anaknya. Dia menghampiri tempat tidur anaknya dan menyibakkan selimut yang membungkus badan anaknya.

Acara tarik-menarik pun tak terhindarkan. Yesa masih ingin menggulungkan selimut ditubuhnya, sedangkan Mera menginginkan selimut tertata rapi.

"kamu bangun sendiri atau Bunda seret ke kamar mandi ?". Tanya Mera tegas.

Hanya denguran yang keluar dari mulut Yesa tanpa ada tindakan.

"Bunda masih kuat kok seret kamu ke kamar mandi". Lanjut Mera sambil mulai menarik tangan anaknya.

Yesa tak bisa berkutik lagi selain mengikuti kemauan Bundanya.

"iya Bun Yesa bangun sendiri". Kata Yesa malas sambil berjalan gontai ke kamar mandi.

Mera hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku anaknya. Berkali-kali dia mengingatkan Yesa untuk tidak kembali tidur setelah sholat subuh tapi tidak pernah diindahkan oleh Yesa.

Setelah selesai membersihkan kamar Yesa, Mera kembali ke kamarnya untuk menyiapkan keperluan sang suami.

Saat dirasa sudah lengkap, dia menuju dapur untuk menyusun sarapan yang sudah selesai di masaknya tadi.

Tak lama dia selesai menyusun menu. Terdengar suara tawa dari anak tangga. Mera yang sudah hafal suara itu tanpa menoleh hanya bisa menyunggingkan senyumnya. Tak ada yang lebih bahagia buatnya daripada melihat anak dan suaminya bercanda tawa.

"tumben Bunda masak nasi buat sarapan, biasanya cuma roti bakar". Kata Yesa heran.

"pesenan Ayahmu". Jawab Mera singkat sambil menaruh nasi ke piring suaminya.

"Bun tiap hari kayak gini pasti Yesa nggak cepet laper disekolah". Katanya sambil memasukkan sesendok nasi ke mulutnya. "masak masih jam 10 Yesa udah laper lagi". Lanjutnya setelah menghabiskan makanan didalam mulutnya.

"lho kenapa kamu nggak bilang sama Bunda, kalau Bunda tau pasti tiap hari Bunda bakal masak nasi buat sarapan bahkan Bunda bakal menyiapkan bekal juga buat kamu". Kata Mera.

"yaudah mulai sekarang Bunda masak nasi buat sarapan". Jawab Yesa semangat.

Mera menganggukkan kepalanya dengan semangat sambil mengulas senyum. Rangga mengusap kepala anaknya dengan gemas sambil tersenyum. Yesa yang diperlakukan seperti itu hanya cengar-cengir bahagia.

Tidak semua kebahagiaan diukur dengan uang. Memberikan perhatian kecil seperti itu juga sudah bisa membuat kebahagiaan tersendiri.

***

Tanpa sepengetahuan dan pemberitahuan sebelumnya ternyata hari ini pulang sebelum waktunya. Karena para guru ada rapat dadakan.

Yesa, Nadia, dan Karin keluar kelas. Sampai dilantai satu, mereka bertiga berpisah. Nadia yang menuju parkiran, Karin yang menuju gerbang depan karena sudah ditunggu oleh pacarnya dan Yesa yang menuju lobi.

Saat Yesa akan menghubungi Bunda nya untuk mengabarkan kalau ia sudah pulang, terdengar suara seseorang yang memanggilnya.

"Yes Yesa". Suara seseorang dari belakang nya.

Yesa menoleh kebelakang untuk mengetahui siapa orang itu. Ternyata dia adalah Adlan. Adlan yang sudah sampai didepan Yesa tampak ngos-ngosan.

"kenapa Lan ?". Tanya Yesa heran.

"aku nyariin kamu, tapi tadi ketemu Nadia di lapangan katanya kamu di lobi". Jawab Adlan susah payah sambil mengatur nafasnya.

Yesa diam saja. Dia merasa heran kenapa Adlan mencarinya. Dia tidak ingin baper dulu, takut kecewa.

"kita jalan yuk". Ajak Adlan setelah dia bisa mengatur nafasnya.

"kemana ? Aku juga belum izin sama Bunda". Jawab Yesa polos.

"nggak usah izin, Bunda kamu nggak bakal tau kok. Yang Bunda kamu tau sekarang masih jam sekolah". Bujuk Adlan.

Yesa tampak berfikir. Dalam hati dia ingin menerima ajakan Adlan tapi dia takut karna belum izin sama Bundanya.

"ayolah Yes, kapan lagi kita bisa jalan. Pasti nggak bakal diizinin sama Bunda kamu". Kata Adlan lagi membujuk Yesa.

Yesa hanya diam. Dalam fikirannya dia membenarkan apa yang dikatakan Adlan. Setelah berfikir beberapa saat dan melihat raut wajah memelas Adlan, akhirnya Yesa menyetujui untuk jalan tanpa izin pada Bundanya.

"yaudah yuk. Tapi jangan lama-lama ya". Kata Yesa.

"iya nanti setelah jalan aku bakal nganterin kamu kesini lagi biar Bunda kamu nggak curiga". Jawab Adlan.

Yesa tersenyum sambil mengangguk sebagai jawaban . Adlan berjalan kebelakang untuk mengambil motornya yang ada diparkiran belakang, sedangkan Yesa berjalan menuju pos depan untuk menunggu Adlan.

Tidak lama menunggu, Adlan sudah sampai di pos depan. Saat Yesa berdiri dan melangkah menghampiri motor Adlan, terdengar klakson mobil yang sangat dikenalnya.

Yesa dan Adlan menatap ke sumber suara. Yesa dengan tatapan kecewa dan Adlan dengan tatapan penasaran.

Setelah seseorang keluar dari mobil, terdengar dengusan dari Yesa. Sedangkan Adlan hanya bengong tak percaya dengan yang dilihatnya.

Ingin sekali Adlan mengumpat di depan wajah perempuan itu, tapi dia masih ingat sopan santun.

"maaf ya Yes Bunda lama jemputnya". Kata Mera pada anaknya. "eh siAlan makasih ya sudah mau mengantar Yesa, tapi tidak perlu soalnya saya udah dateng". Kata Mera pada Adlan.

Adlan senyum canggung dan menggaruk kepala nya yang sebenarnya tidak gatal. "iya tan gapapa kok". Jawab Adlan dengan nada yang dibuat santai padahal dalam hati dia sudah mengumpat berkali-kali.

"kok Bunda bisa tau kalau Yesa udah pulang ?". Tanya Yesa sebal.

"tadi Bunda ketemu Nadia dilampu merah saat Bunda baru pulang dari rumah temen Bunda". Jawab Mera tenang. "dan setelah Bunda tanya, katanya sekarang pulang lebih awal karna ada rapat dadakan". Lanjutnya.

Terdengar dengusan dari Yesa dan mulut manyun.

"yaudah ayo kita pulang". Kata Bunda sambil menggandeng anaknya menuju mobil.

Yesa yang menurut tapi sambil menoleh ke arah Adlan dan mengucapkan kata "maaf" tanpa suara. Adlan menanggapi dengan anggukan dan senyuman serta mengacungkan jari jempolnya tanda "tidak apa-apa".

3 kali gagal pergi bareng Yesa tidak membuat Adlan menyerah.

***

Di mobil

"Bunda tau kamu nggak hubungin Bunda karna kamu mau jalan kan sama siAlan". Kata Mera tenang sambil tetap memandang jalanan.

Yesa tidak bisa membantah dan tidak bisa berbohong. Dia hanya bisa menundukkan kepalanya sambil bermain jari.

"Yes mestinya pulang sekolah itu langsung pulang nggak malah keluyuran nggak jelas kayak gitu". Kata Mera lagi tenang.

"Yesa udah besar Bun, Yesa pengen kayak temen-temen Yesa yang lainnya". Jawab Yesa.

"kayak temen kamu yang mana ?". Tanya Mera. "Nadia langsung pulang, Karin juga walaupun dia diantar pacarnya dia juga langsung pulang, tadi Bunda tau waktu mereka masuk perumahan tempat tinggal Karin". Lanjutnya.

"Bunda tau kamu udah besar, tapi Bunda juga harus tetep menjaga kamu, mengawasi kamu". Kata Mera lagi sambil mengelus lembut kepala Yesa.

Yesa melepaskan tangan Mera dari atas kepalanya. Mera hanya tersenyum melihat penolakan dari anaknya.

"Bunda nggak mau lagi lihat kamu kayak tadi. Itu yang pertama dan terakhir kamu melakukannya". Nasehat Mera lembut.

"mana mungkin aku bisa kayak tadi lagi, kalau tiap hari Bunda ngintilan Yesa terus". Jawab Yesa ketus.

Mera hanya tersenyum mendengar jawaban Yesa. Tidak ingin marah maupun berkata kasar.

Mera memiliki cara tersendiri dalam memberi nasehat dan mendidik Yesa. Tapi bagi Yesa, ia seperti burung dalam sangkar yang tidak bisa terbang semaunya.

-------------------------------------------------------------

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian 🙏😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top