Beda Argumen
~Author Pov~
"malam Bun, pagi Ay". Sapa Yesa saat baru tiba di meja makan.
Mera tampak mengerutkan keningnya tanda dia sedang berfikir. "kok Ay ? siapa Ay ?". Tanya Mera bingung pada anaknya.
Yesa yang ditanya seperti itu menoleh ke arah Bundanya. "Ay itu Ayah". Jawab Yesa disertai cengiran tak berdosa.
Mendengar jawaban Yesa, Mera dan Rangga terkekeh sambil mengacak-acak rambut Yesa gemas. Yesa hanya cemberut saja diacak-acak begitu rambutnya.
"Bunda fikir Ay itu Ayang". Celoteh Mera sambil duduk di sisi kanan meja makan. Setelah ia mengambilkan lauk untuk suaminya, Rangga.
"iya Ayah kan ayang nya Yesa". Jawab Yesa lagi sambil menyuapkan nasi kr mulutnya.
"terus kalo Bunda ayang kamu juga nggak ?". Tanya Mera penasaran.
"enggak". Jawab Yesa singkat tanpa menatap Bundanya. Mera mengerucutkan bibirnya mendengar jawaban dari putri tercintanya.
"Bunda tuh kayak bayangan aku, kemana aku pergi pasti Bunda disamping ku". Kata Yesa setelah meneguk setengah gelas air putih.
"Bunda tuh cuma pengen lindungi kamu aja. Pergaulan jaman sekarang tuh gak bisa hanya dipandang sebelah mata. Apalagi kamu anak perempuan, jadi Bunda harus meningkatkan level untuk menjaga kamu". Jawab Mera memberi pengertian pada Yesa. Dia mengerti yang dirasakan Yesa, pasti anak itu merasa risih saat dia ikuti kemanapun ia pergi.
"ya tapi kan nggak gitu juga Bun. Yesa udah besar, Yesa juga udah bisa nentuin mana yang benar dan mana yang salah". Kata Yesa membela diri.
"namanya dunia luar tuh kayak dunia penuh setan Yes. Di rumah kamu udah dididik dan dikasih tau mana yang harus dilakukan dan mana yang gak boleh dilakukan tapi namanya orang yang udah dihasut oleh setan bisa aja kan putar haluan semudah membalikkan telapak tangan". Mera tak mau kalah dengan Yesa.
Yesa yang mendengar penuturan dari sang Bunda menghela nafas kasar. Baginya ucapan sang Bunda sama saja seperti pernyataan jika sang Bunda tak mempercayai nya kalau ia sudah bisa menjaga diri sendiri. "dengan ucapan Bunda yang seperti itu sama aja Bunda nggak memberi kepercayaan sama aku. Bunda selalu saja berfikir kalo aku masih anak kecil yang harus terus didampingi. Padahal aku udah punya KTP, bukan KTA lagi". Jawab Yesa menggebu-gebu. Rasanya dia ingin mengeluarkan semua unek-unek nya. Rasanya dia ingin menghentikan sifak over Bundanya.
Rangga yang sedari tadi hanya diam, kini membuka mulut untuk ikut terjun ke pembicaraan serius antara Anak dan Istrinya. Sebenarnya dia sudah tak kaget dengan situasi ini, dia sudah sering sekali mendengar kedua perempuan berbeda usia ini dalam perdebatan beda argumen. Dan jika terus dibiarkan mungkin akan semakin panjang dan tak berujung. Atau kemungkinan besarnya, bisa menimbulkan perang dingin diantara mereka berdua.
Mereka memiliki sifat yang sama. Yaitu keras kepala dan kadang lebih condong ke sifat egois.
Rangga mengerti maksud dari sikap Mera selama ini. Dia tak ingin anak yang sangat dicintai nya masuk ke dunia yang akan menghancurkan masa depannya nanti. Setiap orang tua tak akan mengharapkan sang anak terjerumus ke dunia yang salah. Pasti semua orang tua mengharapkan kehidupan sang anak akan lebih bahagia, lebih baik, lebih sukses dari orang tuanya. Hanya saja, Mera salah dalam pengungkapan kasih sayang nya. Kasih sayang yang seharusnya bisa diterima dengan hati terbuka, justru bagi Yesa itu adalah sebuah kekangan, sebuah penekanan sehingga dia tak punya ruang gerak yang bebas.
Rangga menghembuskan nafas panjang sebelum dia mulai bicara. Bicara dengan kedua perempuan ini membutuhkan kata-kata yang mudah dimengerti agar mereka tak salah paham. "Bun, Yes dengerin Ayah bicara". Rangga mulai bicara.
Yesa dan Mera seketika diam tak bersuara. Kini Rangga seolah Hakim ketua yang akan menentukan argumen siapa yang akan dia setujui. Yesa dan Mera memperhatikan Rangga dengan tatapan penuh permohonan untuk membela salah satu dari mereka.
"Bun, Ayah tau maksud Bunda selama ini adalah bentuk kasih sayang Bunda untuk Yesa. Tapi cara Bunda menyampaikan kurang tepat. Jadi, tak salah jika Yesa sering kesal, sering ngambek sama Bunda karna dia merasa seperti tahanan yang harus dikawal". Kata Rangga hati-hati. Yesa yang mendengar ucapan Rangga tersenyum bangga karna dia fikir Ayahnya membelanya. Sedangkan Mera hanya bisa diam tak berkutik, dia tak punya cukup keberanian untuk membantah sang suami.
"Yesa kamu harus tau. Kamu adalah anak perempuan dan anak satu-satunya yang Bunda dan Ayah miliki. Jadi, Bunda dan Ayah mengingkan yang terbaik untuk kamu untuk kehidupan kamu ke depan. Dunia anak remaja sekarang ini semakin membahayakan. Banyak sekali remaja yang tak bisa meraih cita-cita dan masa depan yang cemerlang karna salah pergaulan. Itulah mengapa Ayah dan Bunda seakan² meminimalisir kamu untuk terjerumus ke dunia yang penuh jebakan ini". Seketika senyum Yesa hilang saat dia mendengar nasehat dari sang Ayah.
Yesa melihat tangan sang Ayah yang digenggam erat oleh Bunda nya. Terukir senyum yang menandakan terimakasih untuk sang suami karna sudah membantunya untuk memberi pengertian pada anak semata wayang mereka. Mera begitu bahagia memiliki suami seperti Rangga. Tak selalu mengedepankan ego saat menanggapi masalah. Selalu sabar menghadapi dia dan Yesa saat mereka bertengkar. Dan tak pernah lelah menasehatinya saat dia keliru.
-------------------------------------------------------------
Bjn, 20 Agustus 2019
Maaf ya part nya pendek.
Jangan lupa tinggalkan vote dan koment kalian😊🙏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top