#1 BINTANG KEMBAR

Isi langit itu begitu luas, bahkan lebih luas dari Bumi. Kamu pernah dengarkan sebuah teori ketika ada bintang kembar yang memulai kehidupan di seluruh tata surya ini? Ya, seperti namanya, bintang itu berubah menjadi surya atau kita menyebutnya sekarang, Matahari dan satunya terpecah menjadi planet-planet dan bintang lain. Di mana semuanya selalu terlihat cantik ketika kita melihatnya dari Bumi. -Surya-

Suara helaan napas, desingan instrumen musik yang muncul dari pelantang suara yang berada di kiri dan kanan ruangan, dinding kaca yang mengelilinginya, juga decitan sepatu kets dengan lantai kayu setiap kali kaki orang-orang itu berpijak atau berpindah ke posisi satu dan lainnya. Peluh yang menghiasi kening dan turun perlahan di sela-sela jambang, tak menyurutkan semangat mereka untuk mengikuti arahan instruktur di depan mereka.

"Ya! Mari kita sudahi latihan hari ini, terima kasih atas kerja kerasnya. Semangat menuju debut! Kajja~!" teriak si instruktur yang menggunakan kaus tanpa lengan itu.

"Terima kasih, Coach-nim. Kami akan kembali lagi besok," sahut beberapa pria muda yang memiliki rentang umur lima belas hingga dua puluh dua tahun itu.

Mereka saling mengangguk bahkan membungkuk sembilan puluh derajat untuk menunjukkan sisi hormat dan kesopanan mereka kepada yang lebih tua, beberapa sudah mengambil kembali tas dan jaket mereka, beberapa juga sudah meninggalkan ruangan dengan rencana membeli jajanan larut malam. Namun, masih ada satu orang yang menatap lama pada cermin dan fokus ke langkah kakinya yang masih tidak sesuai dengan irama yang ada di telinganya.

"Surya?" Pelatih menepuk pundak pemuda dengan earphone yang terpasang di telinganya.

"Oh? Ah, Pelatih?" Surya tersenyum kecil dengan gigi kelincinya yang semakin membuatnya tampak manis. Dia menurunkan earphonenya ke leher dan mematikan musik di ponselnya segera.

"Sekarang sudah jam sebelas malam, sebaiknya kamu kembali ke asrama bersama teman-temanmu. Kamu mungkin akan sulit mendapatkan bus," ucap pria itu sembari menarik topinya yang kini menutupi kepala botaknya.

"Oh, tidak apa-apa. Saya perlu latihan sedikit lagi, pikiran dan kaki saya tidak mau terhubung. Anda pasti melihat apa yang terjadi selama latihan tadi, bukan? Saya banyak salah dalam mengambil langkah." Surya menggerakkan kaki kiri dan kanannya seolah memberi demonstrasi kesalahan-kesalahan yang telah dia lakukan tadi.

Pelatih itu tertawa kecil dan menepuk pundak pemuda itu dengan sedikit gemas, dia bahkan hampir terkekeh, tapi cukup kuat ditahannya, takut Surya tersinggung, walau dia tahu Surya juga termasuk orang yang cukup santai untuk menerima ledekan kecil.

"Baiklah, tapi jangan lebih dari tengah malam. Kamu ingat 'kan, besok kalian akan melakukan photoshoot dan aku diminta perusahaan untuk tidak membuat kalian kelelahan hari ini. Jadi, jangan memforsir tenagamu dan bersiaplah untuk berpose besok, mengerti?" tanyanya lagi memastikan agar Surya tidak lupa jadwalnya dan tidak bersikap berlebihan.

"Ne! Arasseoyo, Coach-nim." Pemuda itu lantas membungkuk dalam-dalam, sampai instruktur meninggalkan ruang latihan malam itu.

Surya kembali menegakkan badan, sebelum benar-benar memulai latihan, dia menggapai sebotol minuman yang ada di lantai, membuka tutup botol dan perlahan meneguk isinya sampai tersisa setengah. Punggung tangannya dengan cepat menghapus sisa air yang merembes di ujung mulut dan tangannya yang lain sibuk memilih lagu yang akan dilatihnya malam itu. Ke kiri dan ke kanan, kadang dia melompat dan merentangkan tangan dengan cukup kuat sesuai ritme lagu yang didengarnya.

"Anak laki-laki Mamah, kata Mamah cepat tidur." Sebuah notifikasi pesan terdengar di antara musik dan kalimat itu muncul di layar ponselnya.

"Aku sedang latihan, sebentar lagi," balasnya cepat tanpa menghentikan gerakan kakinya yang kini sudah mulai terbiasa.

"Jangan berlebihan, kalau lo sakit, lo wajib pulang! Kalau enggak, enggak perlu debut!"

Surya hanya tertawa skeptis menanggapi pesan itu, tanpa sedikitpun berniat untuk membalasnya. Dia lebih memilih kembali fokus ke tariannya dan mulai menghangatkan pita suaranya untuk latihan vocal terakhir sebelum benar-benar pulang ke asrama.

~oOo~

Pagi itu seperti hari-hari biasanya sebagai seorang trainee di perusahaan hiburan Korea, Surya bersama teman-temannya bangun dan segera membereskan diri untuk bersiap menuju lokasi pemotretan untuk profil debut mereka. Benar, dia adalah salah satu trainee K-Pop Idol yang sudah ditunggu-tunggu waktu debutnya, pemuda ini menjadi viral di media sosial karena berasal dari Indonesia dan dia Idol laki-laki pertama berkebangsaan negeri ini yang masuk line debut di sebuah agensi yang merupakan salah satu dari perusahaan Big 3 di Korea, EsEm Plus Entertainment.

"Surya, sudah kepikiran nama panggung nantinya? Soalnya kalau pakai nama aslimu sekarang, orang-orang mungkin akan menjulukimu alkohol," ucap Young Hoo dengan nada jahil. "Mereka akan memanggilmu, Sul, Sul. Bukan Surr, seperti dalam bahasa Inggris."

Surya mengetatkan bibir sembari menahan tawa, Young Hoo ada benarnya, dari awal dia datang ke Korea, Surya sudah sering ditertawakan karena tiga huruf awal namanya itu. Jika ditulis dalam hangul maka akan menjadi 수르야 dan orang-orang sebagian mengucapkan huruf ㄹ bukan dengan 'R' melainkan 'L', maka saat memanggil Surya kebanyakan akan mengucapkan수르야~ (red: Sulya~) yang bisa disalahartikan sebagai 'Hei, Alkohol'.

"Bagaimana lagi, Hyung? Aku bukan orang Amerika, bukan juga Jepang atau Korea. Namaku ini sangat Indonesia, rasanya terlalu sayang harus menggantinya agar mudah diterima orang banyak. Seperti kebanggaanku harus dihapus begitu saja, Hyung juga pasti tidak akan suka 'kan namanya berubah?"

"Apa? Aku punya nama Inggris, jadi tidak terlalu memusingkan nama panggung. Bagaimana denganmu mau coba diubah ke bahasa Inggris. Eh, tapi memangnya Surya ada artinya?" Young Hoo melipat tangannya di dada dengan senyum skeptis yang mengarah pada Surya. Pemuda itu balas memutar bola mata karenanya.

"Pertanyaanmu bisa membuat tersinggung, tapi ya ... Surya ada artinya. Matahari, kami dinamai dengan arti matahari, karena kata Mama kami lahir untuk menyinari kehidupannya." Surya menyahut dengan nada yang cukup dinaikkan di awal, meski dia lebih muda, tidak menjadi alasannya untuk bisa direndahkan oleh yang lain.

"Kami?" Kini Young Hoo mengernyitkan dahi.

"Hm, saudari kembarku, Mentari. In case you forget about her." Bibir Surya mencibir, dia tahu pria di hadapannya ini kadang seolah pura-pura lupa. Padahal dia yang paling sering menghubungi Mentari saat luang, bahkan paling sering membocorkan aktivitas Surya yang sebenarnya tak ingin dia ungkapkan pada keluarga, takut mereka akan khawatir padanya.

"Ah, benar. Aku lupa kalau kamu punya kembaran seorang perempuan. Katakan saja sekarang ... namamu adalah Sun, kita hanya perlu tambahkan kata lain agar panggilanmu tidak terdengar cringe atau semacamnya." Young Hoo kini menopang dagu dengan jemari panjangnya, wajahnya tampak serius berbanding terbalik dengan Surya yang terus-terusan mengejeknya karena terlalu terpaku dengan hal sepele.

"Bagaimana kalau Sunny?" lanjut Young Hoo.

"Sudah ada."

"Sunnu?" Mata Young Hoo tampak bersinar.

"Sudah ada," sergah Surya lelah.

"Suneo?"

"Memangnya kamu mau aku diejek sebagai teman Nobita sepanjang karirku? Pikirkan yang lain." Pria itu mengembuskan napas frustrasi.

"Bagaimana kalau Sol? La Sol?" Seseorang menimpali dan dia adalah salah satu head producer sekaligus pemegang saham terbesar di perusahaan ini, Lee Myeon atau mereka memanggilnya Guru Lee.

"Oh, itu terdengar mulus. Selamat datang Guru Lee, kabar Anda baik 'kan?" Young Hoo bertepuk tangan, sekaligus membungkuk sembilan puluh derajat.

"Ya, tentu saja. Aku sudah tidak sabar, tiga bulan rasanya terlalu lama. Bisakah kalian debut besok saja? Konsep debut kalian yang unik ini, rasanya ingin sekali aku bocorkan, tapi kita tidak bisa." Dia menghela napas dengan mengatur kacamata di tulang hidungnya, dahinya bahkan ikut berkerut karenanya.

"Benar sekali, saya juga sangat berdebar-debar dan ingin mempercepat waktu. Tapi, kami sangat bersyukur diberikan waktu lebih agar kami bisa latihan lebih banyak." Surya meletakkan tangannya di dada, lalu membuat ekspresi yang menunjukkan dirinya hampir menangis saat mendengar ucapan dari Guru Lee.

"Baiklah, aku akan selalu mendukung kalian dan jangan lupa, bekerja keras itu baik, tapi jangan lupa dengan kesehatan kalian. Mengerti? Kalau sudah mengerti, aku akan menunggu kalian di perusahaan untuk makan malam bersama."

"Woah! Keren, apa kita akan makan daging sapi Korea yang terkenal itu?" Surya membuka mulutnya cukup lebar sampai tangannya sendiri tak bisa menutupi semuanya.

"Tentu saja, makanlah sepuas kalian nanti. Sekarang fokuslah ke pemotretan." Guru Lee menepuk pelan bahu Surya dan Young Hoo yang memiliki perbedaan tinggi badan yang lumayan besar itu.

"Terima kasih, Guru Lee." Semuanya serempak membungkuk dengan wajah semringah.

Ketiga belas orang itu tampak bersorak bahagia sepeninggalnya Guru Lee, Surya bahkan memeluk Young Hoo dengan erat seolah ini makan malam spesial yang hanya terjadi sekali seumur hidupnya. Setelahnya, semua orang kembali fokus ke pekerjaan masing-masing. Para calon idol kembali berpose di depan kamera, diiringi musik yang membuat bersemangat dan betah berada di studio yang seperti rumah hunian estetik itu.

Surya kini mendapat gilirannya, dengan kemeja biru muda dan celana pendek selutut juga topi berwarna putih, dasi kupu-kupu berwarna biru tua melingkar di kerah bajunya, memberi kesan cheecky dan tentunya menambah ketampanannya. Pemuda itu memegangi dasinya dengan ekspresi malu-malu, tapi itu justru membuat wajahnya terlihat lebih manis, belum lagi gigi kelinci yang muncul setiap dia tertawa, hingga para fotografer dan staf berseru riang memuji keahliannya dalam berpose.

"Good, good. Very nice." Seperti itulah kira-kira ucapan yang bergema di sana.

Fotonya pun berulang kali masuk ke dalam layar di belakang fotografer dan setiap detik berganti dengan foto baru yang terlihat eye-catching.

Ditengah-tengah keriuhan itu Young Hoo yang diperbolehkan untuk mengecek ponsel tampak menatapnya dengan ragu, apalagi saat dia melihat semua panggilan tidak terjawab dari nama yang sama. Mentari. Dia pun mengambil inisiatif untuk melihat ponsel milik Surya yang dititipkan pada manajer, bahkan lebih banyak lagi panggilan tidak terjawab pada ponsel pemuda delapan belas tahun itu, notifikasi pesan yang sepertinya tiap menit masuk, membuat Young Hoo berani untuk mendekati manajer dan memintanya untuk menghentikan pemotretan Surya untuk sementara.

"Ada apa, Hyung? Kata Manajer Noona, kamu ada perlu denganku." Surya datang dengan sebotol air putih dingin yang setengahnya sudah diminum di tangan kanannya.

"Aku pikir kamu harus memeriksa pesan-pesan penting yang masuk, Mentari ... aku tidak tahu, sepertinya ada hal yang penting sampai dia meneleponku berkali-kali dan saat kutelepon balik, tidak ada sahutan." Tangan Young Hoo terulur pelan dengan sebuah ponsel android yang tampak sesekali menyala karena sebuah pesan baru.

Surya menyambutnya dengan perasaan campur aduk, dia selalu berharap hal penting yang membuat semua pesan dan panggilan tak terjawab itu adalah hal yang baik, yang mungkin tidak bisa lagi ditahan untuk tidak dikabarkan sekarang. Perasaannya tercampur, tapi pikirannya tak semudah itu untuk larut pada hal-hal buruk, Surya berusaha sepositif mungkin. Namun, nyatanya yang terpampang bukanlah hal yang diinginkan.

Surya, Mentari kecelakaan dan sekarang berada di rumah sakit. Kata dokter dia perlu operasi karena ada pendarahan otak, peluang selamatnya hanya empat puluh delapan persen. Mama harap kamu bisa telepon Mama setelah jadwalmu selesai, ya? Mama takut.

Seperti sebuah bom atom dilemparkan ke tempat itu dan membombardir semua hal yang ada di sekitar Surya, dengungan yang entah muncul dari mana mulai mengisi gendang telinganya, bahkan botol yang dipegangnya seketika terlepas. Dia berusaha menutup salah satu telinganya yang terus berdengung hingga terasa menyakitkan kepala dan setelahnya gelap. Surya tak sadarkan diri.

~oOo~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top