#4
Diandra mendekati Keysa, ia duduk di samping tempat tidur anaknya. Mengusap lengan Keysa perlahan, hatinya berdenyut sakit karena merasa bahwa sepanjang hidup Keysa hanya penderitaan yang ia rasakan. Sejak kecil terpisah dari Al, papanya, lalu bertemu kembali namun ada kisah menyedihkan baru saat tanpa sengaja tertembak karena Saga yang saat itu tidak mampu mengendalikan emosi antara obsesi atau cinta yang semu pada Diandra, juga kelainan jantung bawaan yang ia derita seolah menambah deretan panjang derita Keysa yang tiada berujung. Seketika meluncur air mata tanpa ia minta, Diandra mengusap air matanya dan berusaha mengatur napas, menghentikan tangis agar tak semakin menambah derita Keysa.
"Mau mama teleponkan dia, Sayang?" tanya Diandra mencoba menawarkan kedamaian pada Keysa agar hatinya tenang.
Keysa menggeleng dan air matanya mengalir. Diandra melihat lelah dan sedih yang teramat sangat di wajah anaknya, air matanya sendiri telah jatuh sejak tadi mengalir tanpa bisa ia bendung, sekuat tenaga Diandra menahan namun air mata itu tetap mengalir juga meski tanpa isak . Ia usap pipi Key seolah ingin mengalirkan kekuatan agar tidak rapuh.
"Nggak Ma, aku yang sudah menyuruhnya pergi, aku yang mengusirnya, ia takkan kembali lagi," sahut Keysa pelan, lebih menyerupai bisikan, air matanya mengalir semakin deras.
"Dia pasti memaafkanmu, tadi kamu memanggil namanya, kamu kangen kan?" tanya Diandra dan Keysa mengangguk.
"Aku kangen Ma, sangat, tapi jangan kabari dia apapun, aku tahu dia marah padaku makanya dia menjauh, aku merasa bersalah telah mengusirnya, aku kangen sama Mas Saga Ma, tapi jangan kasi tahu dia, aku akan mencoba benar-benar melupakannya, kami hanya saling menyakiti Ma, mungkin kami memang ditakdirkan bukan untuk bersama sebagai suami istri," ujar Keysa dengan suara lelah.
"Tenangkan hatimu Sayang, kamu lelah, capek pikiran, tidurlah lagi," ujar Diandra dan Keysa kembali memejamkan mata dan air mata kembali mengalir dan terus mengalir, melewati pipinya jatuh ke bantal hingga meninggalkan jejak basah, Diandra mengusap pelan seolah tidak menyentuh pipi Keysa, namun karena air mata Keysa terus mengalir mau tak mau Diandra mengambil tisu.
Apa pun akan aku lakukan untuk kebahagiaanmu anakku, maafkan mama jika tak bisa menjadi mama yang baik
***
Saga tersentak dari tidurnya, meski kamarnya dingin namun keringat terasa di kening mengalir ke pelipisnya, badannya pun terasa basah, ia bermimpi aneh, melihat raga Keysa yang semakin tak terlihat dan semakin jauh lalu Saga berteriak sekuat tenaga meraih tangan Keysa yang hampir lenyap dari pandangan matanya, Saga bersyukur di mimpi itu ia bisa menggenggam tangan Keysa, meski ia tak mampu melihat wajahnya dengan jelas.
Ada apa denganmu Sayang? Kamu pasti bahagia karena jauh dari orang yang hanya mendatangkan derita dan kesakitan ...
Dan ponsel Saga berbunyi nyaring, Saga bangkit, menyeret langkahnya menuju meja kerjanya, duduk di sana sebentar menarik napas dan melihat nama mamanya .... Ia mengerutkan kening, menempelkan ponsel ke telinganya.
Ya Maaa
Pulanglah Ga
Mama sakit?
Keysa yang sakit, sudah seminggu sejak tahu kau pindah ke Singapura, dia pikir kamu ada di sini, di sekitar sini, ternyata saat tahu kau ada di Singapura dia langsung ambruk
Aku nggak berani menemuinya lagi Ma, aku ingat tatapan marah dan bencinya padaku saat dia mengusirku
Nggak Gaaa, nggak gitu, tadi dia manggil nama kamu begitu membuka mata kata Diandra
Gaaa
Ya Maaa
Pulanglah
Saga nggak janji Ma
Kau akan menyesal jika nanti hanya bisa melihat jasadnya
Maaaa jangan bilang gitu, aku yakin dia akan hidup lebih lama
Pulanglah, mama yang meminta
Saga tak menjawab, dia hanya diam dan panggilan dari mamanya menghilang dengan sendirinya. Saga hanya bingung sejujurnya sebulan jauh dari Keysa batinnya tersiksa. Ia mulai terbiasa melihat raga Keysa, rambut panjangnya yang selalu tergerai indah melewati punggungnya, kulit putih bersihnya, serta wajah cantiknya membuat Saga sering sulit tidur, dan tanpa Saga sadari berat badannya mulai menyusut.
Aku merindukanmu Sayang ...
Batin Saga kembali menjerit, ingin segera pulang menemui Keysa, memeluk tubuh ringkihnya dan membawa ke dalam dekapan hangatnya, hal yang sangat disukai Keysa, meringkuk dalam pelukannya hingga pagi menjelang, dan saat matanya terbuka selalu menemukan tatapan memuja Keysa, senyum lembutnya mengantarkan pagi yang menyapa, selalu mendamaikan jika mengingat kenangan manis itu, namun ingatannya kembali pada mata penuh amarah Keysa dan menciutkan hatinya untuk kembali pulang.
Saga kembali tersentak saat ponselnya berbunyi nyaring.
Diandra, ada apa?
Yaaa, Diii
Pulanglah Gaaa, pulang, Keysa kembali kehilangan kesadaran
Iya, aku pulang Di
***
Langkah Saga yang terburu-buru saat menuju ICU sempat terhenti saat melihat Gavin berbicara dengan Al. Sejujurnya ia tak ingin lagi bertemu Gavin setelah terakhir mereka terlibat situasi yang tak mengenakkan itu. Namun ia kembali melanjutkan langkah saat Al melambaikan tangan, juga Diandra yang bangkit dari duduknya saat tubuh tinggi Saga mulai terlihat.
"Kami menunggumu Ga, dia hanya bisa sembuh jika melihatmu, kami salah menyetujui permintaannya dulu untuk berpisah denganmu, dia akan lebih lama bertahan hidup jika kau di sisinya," Al menatap penuh harap pada Saga. Sedang Diandra hanya bisa menangis.
"Maafkan kami Kak, dulu kami memang benar-benar marah saat tahu Keysa tak bahagia hidup dengan kakak, tapi ternyata berpisah dari kakak, hidupnya semakin rapuh, jangan pernah jauh dari Key, dan mama pun begitu, sejak kakak pindah mama sudah dua kali sesak karena hipertensinya yang sering tidak terkontrol, kepindahan kakak menyakiti keduanya," ujar Diandra sambil terisak.
"Aku pikir ada yang bisa membuatnya bahagia saat ia mengusirku," ujar Saga tanpa melihat Gavin.
"Tidak ada yang bisa membuatnya bahagia selain kakak, aku mohon bertahanlah meski ia mengusir kakak, aku yakin kakak bisa paham, jarak usia kalian yang jauh aku pikir bisa membuat kakak mengerti dan mengalah," pinta Diandra.
"Gaaa.."
Semuanya menoleh saat mendengar suara mama Dini yang baru sampai di depan ruang ICU. Mempercepat langkah dan mengulurkan tangannya. Saga segera memeluk mama Dini, mendekap erat dan mendengar isak wanita paruh baya itu.
"Jangan pergi lagi Ga, jangan pergi, kau menyakiti Keysa dan menyiksa mama juga, Keysa sakit jika jauh dari kamu, dan mama .... mama jadi benar-benar sendiri, tak ada yang menemani mama ngobrol karena Keysa jadi semakin pendiam, tak ada yang menemani mama makan karena Keysa makan di dalam kamarnya, kau memang tak lahir dari rahim mama, hubungan kita pun baru mesra setelah kau ada di penjara tapi mama merasakan perhatianmu seperti anak kandung bagi mama, jangan buat mama sakit Ga, jangan pergi lagi,"
Saga mengusap punggung mamanya, matanya berkaca-kaca, saat ia melepas pelukan wajah mama Dini telah penuh air mata.
"Saga janji nggak akan jauh dari mama lagi," sahut Saga dengan suara serak menahan tangis.
"Ga, masuklah ke ruang ICU, ia hanya kehilangan kesadaran, siapa tahu jika kau ada di dekatnya ia membuka matanya," pinta Al dan Saga mengangguk lalu melangkah masuk ke ruangan ICU, sekali lagi ia tak mempedulikan Gavin.
***
Saga melangkah pelan, matanya nanar dan telah penuh air mata, menatap wanita yang sangat ia cintai kembali terbaring, dengan alat bantu pernapasan, selang infus juga alat pemantau jantung,
Saga menguatkan langkah mendekat dan semakin ingin memeluk wanitanya saat wajah cantik itu semakin tirus. Rasa bersalahnya muncul mengapa ia menurutkan emosi dan menjauh.
Ia hanya yakin bahwa dengan menjauh maka wanita yang kini berwajah lelah dihadapannya akan bahagia.
Ia usap lengan halus Keysa perlahan, berharap ada respon dan membangkitkan kesadaran Keysa.
"Aku pulang Sayang, aku akan berada di dekatmu lagi, meski seberapa keras kau mengusirku," bisik Saga menahan sesak di dadanya. Ia melihat mata Keysa yang bergerak perlahan, lalu kelopak mata itu mulai terbuka, menatap lurus ke langit-langit kamar ....
"Mas ...," suara lirih Keysa terdengar.
"Yah, aku pulang Sayang,"
***
12 April 2020 (09.47)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top