Prolog
Malam itu angin bertiup dingin, membawa bau kematian.
Jenderal Tian Zhao Yun menunggang kuda melewati gerbang rumahnya, pikirannya masih dipenuhi bayangan pertempuran. Pedangnya masih hangat oleh darah musuh, tubuhnya terasa berat setelah berhari-hari berada di medan perang. Kemenangan telah mereka raih—musuh telah dipukul mundur, perbatasan kembali aman.
Namun, begitu ia memasuki halaman rumahnya, jantungnya seolah berhenti berdetak. Mayat!?
Darah mengalir di sepanjang anak tangga menuju aula utama. Pelayan-pelayan yang telah mengabdi seumur hidup, para prajurit yang menjaganya dengan setia—semuanya tergeletak dengan mata terbuka, seperti tak percaya pada kematian yang menjemput mereka.
Jenderal melompat turun dari kudanya. "TIDAK!"
Langkahnya gemetar, tangannya mencengkeram gagang pedangnya hingga buku-buku jarinya memutih. Tubuhnya ingin berlari ke dalam, tapi kakinya terasa seberat gunung.
Sebuah firasat buruk menusuk dadanya.
Dengan napas tersengal, ia memasuki aula utama.
Di sana, di atas kursi kehormatan yang seharusnya kosong, duduk seseorang yang tak pernah ia sangka akan menemukannya di tempat ini.
Kaisar.
Jubah hitam keemasannya memantulkan cahaya lentera, wajahnya tanpa ekspresi. Di sekelilingnya berdiri para pejabat tinggi dan pengawal bersenjata lengkap.
Namun, mata Zhao Yun tidak terfokus pada mereka.Di lantai aula, bersimpuh di hadapan Kaisar, adalah satu-satunya orang yang tersisa dari keluarganya.
Istrinya, Yue Lian.
"Lian'er!" Zhao Yun berlari, tapi tombak-tombak segera diarahkan ke dadanya, menghentikannya beberapa langkah sebelum mencapai istrinya.
Yue Lian mengangkat wajahnya. Matanya yang dulu sehangat rembulan kini penuh luka, namun ia tetap tersenyum lembut.
"Kau kembali, Yun-ge." Suaranya lirih, namun masih seperti yang selalu ia kenal—hangat dan tenang, seakan mencoba meredakan badai yang berkecamuk di dadanya.
Zhao Yun menatapnya tak percaya, lalu matanya menyapu ruangan. "Apa arti semua ini?!"
Salah satu pejabat melangkah maju, membuka gulungan sutra dengan suara berat. "Jenderal Tian Zhao Yun, kau dituduh berkhianat. Bukti telah ditemukan di rumahmu—plakat kerajaan musuh, serta beberapa peti emas yang berasal dari istana mereka."
Seseorang mendorong peti-peti ke hadapannya. Lambang musuh terukir jelas di atas emas yang berkilauan. Di sampingnya, ada plakat kayu yang hanya diberikan kepada bangsawan tinggi dari negeri lawan.
Dunia seakan berhenti berputar.
"Ini bohong!" Zhao Yun menggeram. "Aku tidak tahu dari mana semua ini berasal! Yang Mulia, aku telah berjuang demi kerajaan ini sepanjang hidupku! Aku telah menumpahkan darah demi Anda! Mengapa aku harus mengkhianati negeri yang telah kubela dengan nyawaku?!"
Kaisar tetap diam. Wajahnya tidak menunjukkan kemarahan ataupun belas kasihan. Hanya kehampaan.
Zhao Yun merasa napasnya tersengal. Ia melihat ke sekelilingnya—tidak ada satu pun wajah yang ia kenal di antara pejabat yang berdiri di sana. Orang-orang yang dulu ia percaya, yang dulu bersulang bersamanya atas kemenangan di medan perang, kini hanya menatap dengan mata penuh tuduhan.
"Seseorang telah merencanakan ini..." gumamnya. Ia menatap Kaisar. "Dan Anda mempercayai kebohongan ini?"
Kaisar tetap diam.
Keheningan itu adalah jawaban.
Dada Zhao Yun terasa seperti dihantam ribuan pedang. Semua yang ia bangun, semua yang ia pertahankan dengan darah dan kehormatan, hancur dalam sekejap.
Tangannya mengepal. Jika ia bertarung, ia mungkin bisa melarikan diri. Namun...
Ia menoleh ke Yue Lian. Jika ia memberontak, istrinya akan mati lebih dulu. Semua orang juga tahu pengkhianatan kepada kekaisaran sudah pasti adalah hukuman mati, bahkan bukan saja untuk si pelaku tetapi juga seluruh keluarga dan keturunannya akan dihabisi.
Masalahnya adalah siapa yang tega melakukan ini semua? Saat Zhao Yun menebak-nebak, seberkas senyuman tertangkap dari sudut matanya. Seseorang yang tentu saja dia kenal. Seseorang yang menjadi pesaingnya sekaligus iri terhadap pencapaiannya. Jendral Wang Hubei, salah satu jendral yang pangkatnya ada di bawahnya. Sudah sejak lama mereka bersaing, tak pernah disangka oleh Zhao Yun kalau Hubei melakukan cara licik seperti ini. Meihat apa yang ada di hadapannya, sepertinya Jenderal Hubei sudah mempersiapkan segalanya sejak lama. Tidak mudah untuk mendapatkan plakat dan uang-uang emas dari kerajaan musuh.
"Hukum mati mereka," Kaisar akhirnya bersuara.
Dingin. Tanpa keraguan.
Zhao Yun menghela napas panjang. Tali kasar diikatkan ke pergelangan tangannya. Ia tidak melawan. Yue Lian juga tidak berontak, hanya berjalan perlahan di sisinya, mengikuti prajurit yang menggiring mereka ke panggung eksekusi.
Di tengah alun-alun ibu kota, di bawah tatapan ribuan pasang mata, mereka berlutut. Langit di atas mereka gelap tanpa bintang. Zhao Yun menoleh ke istrinya, melihat wajahnya sekali lagi. Mata itu masih hangat, seperti sinar rembulan di malam sunyi.
"Kau tidak takut?" suaranya pelan, hampir berbisik.
Yue Lian tersenyum. "Jika bersamamu, bahkan kematian pun bukan sesuatu yang kutakuti."
Zhao Yun tersenyum miris. "Aku gagal melindungimu."
"Tidak, Yun-ge." Yue Lian menggenggam tangannya erat. "Kita akan bertemu lagi... di kehidupan berikutnya."
Jenderal Tian Zhao Yun menutup matanya.
Di kehidupan berikutnya... ya. Jika surga memberinya kesempatan, ia akan menemukan wanita ini lagi. Ia akan melindunginya.
Ia akan mengembalikan semua yang telah direnggut darinya.
Pedang algojo terangkat tinggi.
Mereka berdua tersenyum.
Saat pedang itu jatuh, hanya ketenangan yang menyelimuti mereka.
Dan di bawah langit yang bisu, Jenderal Langit menghilang dari dunia ini.
* * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top