Bab 5 Percakapan di Perjalanan

Selama lima belas hari perjalanan menuju Sekte Gunung Hua, Zhao Yun dan Mo Shang banyak berbincang. Awalnya, Zhao Yun hanya mengamati sekeliling, menghafal rute yang mereka lalui, mencatat perubahan cuaca, serta mengamati bagaimana Mo Shang menghadapi alam liar. Namun, lambat laun, rasa ingin tahunya memuncak, dan ia mulai mengajukan pertanyaan.

Malam itu, mereka beristirahat di bawah langit berbintang, dengan api unggun kecil yang menghangatkan udara dingin pegunungan. Zhao Yun akhirnya membuka mulut setelah lama berpikir.

Sebagai mantan seorang Jendral Langit, tentunya Tian Zhao Yun ingin mengetahui tentang situasi perpolitikan di negeri ini. Dia hanya mendengar beberapa kabar mengenai carut-marutnya pemerintahan saat ini, karena banyak orang serakah yang ingin menguasai satu sama lain. Kekaisaran sekarang ini sedang berperang, yang mengakibatkan anak-anak berusia belasan sudah dikirim ke medan pertempuran. Tidak peduli laki-laki maupun perempuan, mereka pasti dikirim. Dan yang paling lebih banyak dipilih adalah mereka yang berada di panti asuhan. Tentu saja, karena kalau mereka mati tidak ada orang tua yang menangisi atau mencegah mereka untuk terjun ke medan pertempuran.

Hal itu terkadang membuat Zhao Yun bersedih. Ternyata peperangan dimanapun sama-sama menyedihkannya.

"Mo Shang, bisakah kau menceritakan tentang kekaisaran? Aku ingin tahu, dinasti mana yang sekarang berkuasa dan dengan siapa mereka berperang?"

Mo Shang menatap api unggun, seolah mengingat sesuatu yang jauh. "Kekaisaran saat ini diperintah oleh Dinasti Liang. Kaisarnya, Liang Xuande, dikenal sebagai pemimpin yang bijak, tetapi dia berada dalam posisi sulit. Kekaisaran berada di tengah perang dengan negara tetangga di utara, dan di dalam negeri sendiri, ada banyak pemberontakan."

"Pemberontakan? Itu berarti ada dari kalangan istana yang tidak suka dengan pemerintahan saat ini?" tanya Zhao Yun.

"Sebagian besar begitu, tetapi kaisar yang sekarang ini adalah kaisar yang lemah. Dia hanya dikelilingi oleh orang-orang kuat saja dan orang-orang serakah. Tinggal menunggu waktu saja hingga anak-anaknya menggulingkan kedudukannya. Para putra mahkota akan berebut takhta dan lagi-lagi rakyat yang menderita," ujar Mo Shang.

Zhao Yun mengernyit. "Jadi, dunia tidak hanya kacau di dunia persilatan, tapi juga di pemerintahan?"

Mo Shang mengangguk. "Benar. Ada masanya dimana kekaisaran dulunya mampu menekan dunia persilatan, tetapi kini situasinya berbeda. Banyak sekte yang tidak lagi tunduk pada aturan istana. Beberapa bahkan menantang otoritas kaisar secara terbuka. Namun, ada pula yang masih menjaga keseimbangan, tidak berpihak pada kekaisaran, tetapi juga tidak mencari permusuhan."

Zhao Yun termenung sejenak sebelum bertanya lagi. "Kalau begitu, apa saja sekte-sekte terbesar di dunia persilatan?"

Mo Shang tersenyum tipis. "Ada banyak, tetapi yang paling terkenal ada lima. Sekte Shaoyang di timur, terkenal dengan teknik pedang cepatnya. Sekte Wudang di barat, yang menguasai ilmu tenaga dalam yang mendalam. Sekte Gunung Hua, tempat kita menuju, dikenal dengan keseimbangan antara kekuatan dan strategi. Lalu ada Sekte Darah Hitam di selatan, yang penuh dengan ahli racun dan pembunuh. Terakhir, Sekte Hutan Malam, sekte bayangan yang hampir tidak pernah terlihat, tetapi memiliki pengaruh besar di dunia bawah."

Zhao Yun menelan ludah. "Sekte Gunung Hua... Apa yang akan kudapatkan di sana?"

Mo Shang memandangnya dengan penuh keyakinan. "Di Gunung Hua, kau akan belajar lebih dari sekadar bela diri. Kau akan belajar arti menjadi pendekar sejati. Kau akan diajari strategi, filsafat, dan cara memahami dunia ini. Jika kau berlatih dengan tekun, kau bisa menjadi lebih dari sekadar petarung. Kau bisa menjadi seseorang yang membawa perubahan."

Mata Zhao Yun berbinar. "Lalu, bagaimana dengan legenda? Aku pernah mendengar tentang Dewa Beladiri yang hidup 1000 tahun lalu. Apakah itu benar?"

Mo Shang menghela napas panjang. "Itu bukan sekadar legenda. Dewa Beladiri memang pernah ada, seseorang yang mencapai puncak seni bela diri hingga hampir melampaui batas manusia. Namun, keberadaannya diselimuti misteri. Ada yang bilang dia meninggalkan dunia ini, ada yang percaya dia masih hidup dalam bentuk lain. Ada juga yang mengatakan bahwa ajarannya tersebar dalam berbagai sekte, tetapi hanya sedikit yang bisa memahami esensinya yang sejati."

Beberapa orang memang penasaran dengan Dewa Beladiri yang hidup 1000 tahun yang lalu. Termasuk Zhao Yun yang mendengar cerita dari orang-orang dewasa di desanya. Bahkan anak-anak kecil terkadang bermain dengan berpura-pura menjadi Dewa Beladiri. Masih teringat di dalam benak Zhao Yun bagaimana dia dan Wei Han pernah memerankan Dewa Beladiri. Tinjunya bisa menghancurkan gunung, tebasan pedangnya bisa membelah lautan. Sesumbar itu terus terngiang di dalam benaknya.

Zhao Yun mengangguk perlahan, mencerna semua informasi. Namun, tiba-tiba dia bertanya dengan wajah polos. "Di Gunung Hua... aku makan apa? Tidur di mana? Apa yang harus kulakukan setiap hari?"

Mo Shang tertawa kecil. "Kau akan makan makanan sederhana, tetapi cukup untuk menguatkan tubuhmu. Kau akan tidur di asrama bersama murid-murid lain. Dan kegiatanmu? Tentu saja berlatih. Pagi berlatih fisik, siang belajar teori, malam berlatih teknik bela diri. Jika kau cukup berbakat, mungkin kau akan mendapatkan pelajaran khusus."

Zhao Yun mengangguk puas. "Baiklah, aku siap!"

Lima belas hari perjalanan berlalu dengan cepat, melewati hutan lebat, padang rumput yang luas, dan sungai yang deras. Dalam perjalanan, Mo Shang juga mengajarkan beberapa hal dasar tentang dunia persilatan—tentang bagaimana mengenali lawan dari cara mereka berdiri, tentang bagaimana membaca niat seseorang dari sorot mata mereka, dan tentang pentingnya disiplin dalam berlatih. Zhao Yun mendengarkan dengan seksama, menyerap setiap pelajaran seperti spons.

Akhirnya, mereka tiba di kaki Gunung Hua. Zhao Yun mendongak dan terkejut. Di hadapannya, anak tangga batu menjulang tinggi hingga ke awan.

"Kita harus menaiki ini semua?" tanyanya tak percaya.

Mo Shang tersenyum. "Pendekar sejati harus kuat, bahkan sebelum memasuki sekte. Ini adalah ujian pertamamu. Jika kau tidak sanggup, lebih baik kita pulang saja."

Zhao Yun menarik napas dalam, mengencangkan ikat pinggangnya, dan melangkah menaiki anak tangga pertama. Setiap langkah yang ia ambil terasa semakin berat, tetapi ia tidak menyerah. Mo Shang melangkah di belakangnya, mengawasi tanpa berkata apa-apa.

Setelah perjalanan panjang yang melelahkan, Zhao Yun akhirnya mencapai puncak. Di hadapannya, gerbang kayu besar dengan ukiran naga berdiri megah, menandai pintu masuk ke Sekte Gunung Hua.

Perjalanannya sebagai pendekar sejati baru saja dimulai.

* * *

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top