Bab 3 Pertemuan

Pagi itu, aroma roti isi daging yang baru dipanggang menyebar di udara, mengundang anak-anak panti asuhan untuk segera berkumpul di meja makan panjang yang terbuat dari kayu tua. Suara riuh rendah percakapan mereka bercampur dengan bunyi dentingan piring dan gelas tanah liat yang saling beradu. Beberapa anak mengunyah dengan lahap, sementara yang lain bercanda satu sama lain, menikmati momen kebersamaan mereka.

Di antara mereka, Zhao Yun duduk dengan tenang, menikmati gigitan kecil dari rotinya, meskipun pikirannya masih dipenuhi dengan latihan semalam. Ia masih mengingat jelas bagaimana tubuh kecilnya bergetar saat mencoba meniru gerakan yang tertulis dalam buku-buku yang ia baca. Meskipun ototnya belum cukup kuat, semangatnya tidak pernah padam. Setiap tetes keringat yang jatuh adalah bukti tekadnya.

"Zhao Yun!" Sebuah suara ceria menyapanya. Seorang anak laki-laki berusia sekitar tujuh tahun duduk di sampingnya dengan wajah penuh rasa ingin tahu. "Aku melihatmu semalam! Kau sedang berlatih, bukan?"

Zhao Yun menoleh dan tersenyum kecil. Anak itu bernama Wei Han, seorang anak lincah dan penuh semangat yang sering berceloteh tentang banyak hal. Ia adalah salah satu dari sedikit anak di panti yang bersikap ramah padanya.

Tentu saja, Zhao Yun tidak akan bertanya lagi tentang seseorang yang mengamatinya malam-malam saat dirinya berlatih. Setidaknya Wei Han adalah anak-anak pada umumnya dengan rasa penasaran yang sangat tinggi. Bisa jadi saat Wei Han kebelet buang air, dia penasaran dengan keberadaan Zhao Yun dan mendapati Zhao Yun sedang berlatih.

"Aku hanya mencoba beberapa gerakan yang kupelajari dari buku-buku para pedagang dan pengelana yang singgah di desa," jawab Zhao Yun santai, mengunyah makanannya dengan tenang.

Mata Wei Han membesar. "Benarkah? Aku tidak tahu ada buku yang mengajarkan hal seperti itu! Aku kira kau sedang belajar dari seorang guru rahasia atau semacamnya."

Zhao Yun hanya tersenyum tanpa menjawab lebih lanjut. Ia tahu, tak mudah menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.

Wei Han menatapnya dengan kagum. "Aku juga ingin belajar! Tapi... apakah tidak terlalu sulit? Maksudku, tubuh kita kecil, bagaimana bisa bertarung melawan orang-orang besar?"

Zhao Yun menggeleng pelan. "Bukan hanya tentang kekuatan, tetapi tentang teknik dan pemahaman. Kadang, kecerdikan bisa mengalahkan tenaga kasar. Aku masih mencari cara terbaik untuk menguasainya."

Tiba-tiba, suara langkah kaki yang ringan tapi penuh wibawa terdengar mendekat. Semua anak menoleh ke arah pintu masuk panti. Seorang pria paruh baya dengan jubah Tao yang sederhana berdiri di sana. Rambutnya diikat ke belakang dengan kain putih, janggutnya panjang namun terawat, dan sorot matanya tajam tetapi penuh kebijaksanaan.

"Aku mencari seorang anak bernama Zhao Yun," ucapnya dengan suara lembut namun berwibawa.

Seluruh ruangan menjadi hening. Semua anak saling berpandangan sebelum akhirnya menoleh ke arah Zhao Yun, yang tetap duduk dengan tenang. Perlahan, ia bangkit dan menghampiri pria itu.

"Aku Zhao Yun, Guru," katanya dengan sopan.

Pria itu mengamati Zhao Yun sejenak sebelum tersenyum tipis. "Namaku Mo Shang. Aku seorang pengembara dari aliran Taoisme yang sering mengunjungi desa-desa untuk mengajarkan kebijaksanaan. Aku mendengar tentangmu, seorang anak yang gemar membaca dan belajar dengan cepat."

Zhao Yun menundukkan kepala dengan hormat. "Aku hanya ingin memahami dunia ini dengan lebih baik."

Mo Shang mengangguk penuh penghargaan. "Itu adalah keinginan yang baik. Lalu, katakan padaku, Zhao Yun... apa cita-citamu di masa depan?"

Zhao Yun terdiam sejenak, merenungkan pertanyaan itu. Ia tahu tugas yang diberikan kepadanya oleh Dewa: menemukan makna kekuatan sejati dan menuliskannya untuk generasi mendatang. Tapi bagaimana cara mengungkapkannya?

Akhirnya, ia menatap Mo Shang dengan mata penuh keyakinan. "Aku ingin menjadi seorang penulis yang dapat mengubah dunia."

Keheningan menyelimuti ruangan. Anak-anak lain menatapnya dengan ekspresi bingung. Wei Han bahkan hampir tersedak roti yang sedang dikunyahnya.

Mo Shang tidak tertawa, tidak pula menunjukkan keterkejutan. Sebaliknya, ia justru semakin tertarik. "Kata-kata adalah senjata yang lebih tajam daripada pedang, jika digunakan dengan benar. Tetapi untuk mengubah dunia, kau harus memahami dunia lebih dalam lagi."

Zhao Yun mengangguk. "Itulah yang ingin kupelajari."

Mo Shang tersenyum. "Jika demikian, aku ingin menawarimu sesuatu. Aku berasal dari sebuah padepokan ilmu di puncak Gunung Hua. Di sana, kami tidak hanya mengajarkan kebijaksanaan dan filsafat, tetapi juga seni bela diri, strategi, dan pemahaman mendalam tentang dunia. Aku yakin, kau akan belajar banyak di sana."

Zhao Yun menatap pria itu dengan mata penuh pertimbangan. Tawaran ini adalah kesempatan besar. Dengan pergi ke padepokan, ia bisa mengembangkan kekuatannya, mempelajari lebih banyak ilmu, dan menemukan jalan menuju tugasnya yang sesungguhnya.

"Jika kau bersedia, aku akan membawamu ke sana besok pagi," lanjut Mo Shang. "Pikirkanlah dengan baik."

Zhao Yun menarik napas dalam-dalam. Namun, sebelum ia sempat menjawab, Mo Shang melanjutkan, "Aku melihat semangat di matamu. Kau bukan anak biasa. Dunia ini menyimpan banyak misteri, dan aku percaya kau adalah bagian dari takdir yang lebih besar."

Wei Han yang mendengarkan dari meja makan, berbisik, "Zhao Yun, ini kesempatan besar! Padepokan di Gunung Hua terkenal sebagai tempat para pendekar dan cendekiawan belajar. Kau bisa menjadi orang hebat!"

Zhao Yun merenung sejenak. Ia memikirkan kehidupannya di panti asuhan, kerja keras yang telah ia lalui, dan rahasia yang hanya ia ketahui sendiri. Ini bukan sekadar kesempatan belajar—ini adalah awal dari perjalanan yang telah ditakdirkan.

Akhirnya, Zhao Yun mengangkat kepalanya dan berkata dengan tegas, "Aku akan ikut denganmu, Guru. Aku ingin belajar dan memahami dunia lebih dalam."

Mo Shang mengangguk, matanya berbinar. "Bagus. Besok pagi kita berangkat. Siapkan dirimu, Zhao Yun. Perjalanan ini akan mengubah hidupmu."

Malamnya, Zhao Yun duduk di bawah cahaya bulan, menatap langit yang luas. Ada perasaan aneh dalam dadanya—antara kegembiraan, ketakutan, dan harapan. Dunia yang baru akan segera terbuka untuknya, dan ia harus siap menghadapi segala kemungkinan. Ia mengepalkan tangannya. Apa pun yang terjadi, ia akan berjalan di jalannya sendiri dan menemukan takdirnya.

Dan dengan itu, takdir Zhao Yun mulai bergerak ke arah yang lebih besar dari yang pernah ia bayangkan.

* * *

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top