18 ❄️ Watashi Janai

W a t a s h i j a n a i

❄️❄️❄️

Bodoh rasanya ketika kupikir gadis itu tiba-tiba muncul di depan rumah, karena berharap bertemu denganku secara sembunyi-sembunyi. Padahal ada hal lain yang membuatnya memberanikan diri kemari. Bukan karena aku, tapi karena makhluk buntal berwarna oranye yang saat ini ia angkat lalu ciumi.

"Rasanya duniaku akan segera kiamat karena tidak bertemu denganmu, Momiji!"

Yap, kedudukanku kalah dengan seekor kucing gembul.

Andromeda bahkan tidak mengalihkan pandangannya sama sekali dari Momiji. Ia sibuk melepas kerinduannya, dan mengabaikan keberadaanku.

"Hei, Andromeda."

Gadis dengan senyum yang masih mengembang di wajahnya itu, bergeser ke arah lain. Membelakangiku, seakan-akan sedang menguji kesabaran. Ternyata sifat menyebalkannya masih sama, meski kami sudah lama tidak bertemu. Atau jangan-jangan tingkat sifat buruknya itu jadi meningkat? Ah, sudahlah.

"Kau kemari benar-benar hanya ingin bertemu Momiji?"

Mio mengantarkan satu-satunya teman yang kumiliki ke rumah, di hari aku mengajak Andromeda untuk melihat penelitian di vila keluarga Akiyama.

Aku yakin hari itu ramalan cuaca mengatakan jika salju tidak akan turun kembali, dan sudah meninggalkan Osaka. Langit akan cerah, dan musim semi segera datang. Namun, malam ketika kami berpisah. Salju turun, meski tidak terlalu lebat. Hanya berselang beberapa jam, Mio datang ke rumah bersama Momiji.

Untuk beberapa minggu sebelum kejadian Onohara yang melayangkan tinjunya, aku memang menitipkan Momiji di rumah Otou-san. Pikiranku terlalu kacau karena ragu pada penelitian yang kulakukan. Keberadaan Andromeda pun turut mengusik rasa penasaranku yang tidak ada habisnya.

Jadi daripada Momiji semakin menderita karena tidak diurus dan diperhatikan, aku memutuskan untuk menitipkannya. Selama itu pula, Mio mengatakan jika Andromeda yang mengurus Momiji. Ia pula yang meminta Mio untuk memulangkannya, karena tahu aku sendirian.

Tidak terduga, hal yang selalu kudapatkan semenjak bertemu dengannya. Orang ini terlihat tidak peduli pada sekitar, dan terlalu sibuk untuk sekadar memperhatikan orang lain. Walau nyatanya, apa yang terlihat berkebalikan dengan apa yang sering terjadi.

"Rasanya kau jadi ringan setelah pulang ke pemilik asalmu ya. Apa dia tidak memberimu makan yang cukup?" sindirnya. Mungkin itu cara Andromeda untuk mencairkan suasana.

Ada sedikit rasa canggung di antara kami. Mau aku atau dia mencoba terlihat biasa saja, tetap saja ada atmosfer yang membuat lidah dan otakku-dan mungkin Andromeda juga-tidak bisa berpikir baiknya bertindak dan mengucapkan apa.

Keberadaan Mio tidak membantu sama sekali. Adikku itu malah sibuk membereskan beberapa bajuku ke dalam koper untuk dibawa.

Hari ini aku memutuskan untuk kembali ke rumah. Kembali dalam artian, hanya menginap beberapa hari saja sesuai permintaan Otou-san dan Mio. Kemudian, aku akan kembali kemari setelah menemukan tempat persembunyian Onohara. Pertengkaran kami harus segera diselesaikan. Aku sendiri sudah cukup muak bersikap seperti orang asing saat bertemu dengannya di kampus.

Namun sebelum itu, aku akan pergi menghadap Otou-san. Selama kurang lebih empat tahun ini, kami tidak pernah berakhir damai ketika ada di satu ruang yang sama. Baik aku maupun Otou-san, sama-sama gigih pada pendapat masing-masing.

Anak yang keras kepala, dan ayah yang tidak bisa bersikap lembut pada anaknya.

Aku menopang dagu dengan tangan. Memperhatikan wajah Andromeda dari samping yang nampak bahagia, seolah tidak pernah terjadi apa pun, tidak pernah mendengar apa pun, bahkan tidak pernah melihat apa pun. Kukira ia akan lari begitu melihatku, namun di luar dugaan. Gadis ini sama sekali tidak kabur. Ia bertahan di satu tempat denganku, meski merasa canggung.

"Ho, pemilikmu sepertinya akan kerasukan," katanya sembari menunjukkan wajah Momiji di depanku.

"Kau atau aku yang kerasukan?" balasku, yang ditanggapi senyum kecut dari Andromeda.

Ia sekarang mengalihkan pandangan pada Mio yang masih sibuk dengan koperku. Andromeda terdiam beberapa saat, sebelum ia kembali bermain dengan Momiji.

"Kau benar-benar akan pulang?"

"Memangnya aku tidak boleh pulang?"

Kepalanya menggeleng kecil. "Bukan itu maksudku. Tapi syukurlah kalau memang benar. Semoga berjalan dengan baik."

Kalimat terakhirnya sedikit tersirat, namun masih bisa kutangkap maksudnya. Ia mencemaskanku, walau juga berusaha terlihat tidak peduli. Kurasa ia pun sudah tahu rencanaku untuk bertemu Otou-san. Dasar gadis ini, kalau khawatir bisa bilang saja langsung kan. Menggemaskan sekali.

Hanya ada satu hal yang mengganjal. Andromeda memang nampak biasa saja. Air mukanya juga setenang danau. Ia sama sekali tidak memperlihatkan perilaku tengah bersedih atau memikirkan sesuatu. Semua terlihat baik-baik saja, tapi kenapa aku merasakan ada hal yang sedang ia sembunyikan? Sorot matanya tidak berbinar. Raganya memang bersama kami sekarang, namun pikirannya tidak ada di tempat.

Apakah ada masalah dengan tugas penelitian akhirnya?

"Hei, kau baik-baik saja?" Pertanyaanku mungkin terdengar aneh untuk Mio, dan mungkin sedikit terlalu ikut campur dalam urusan gadis ini.

Namun, aku hanya ingin membantunya jika menemui kesulitan. Sama seperti ketika dia membantuku mencari jawaban waktu itu, aku ingin setidaknya membalas kebaikannya meski hanya menjadi pendengar untuk masalahnya.

Andromeda menatapku dengan alis berkerut sebelah. Ekspresinya seakan bertanya, 'memangnya aku kenapa?' padaku.

Aku jadi ragu, apakah tebakanku salah?

Berusaha untuk terlihat tidak terlalu peduli, aku menjawab kebingungannya. "Aku tidak bermaksud ikut campur. Tapi dari tadi pandanganmu terlihat kosong. Kupikir kau ada masalah di tugas akhir?"

Ruangan hening. Bahkan Mio yang sedari tadi grasak-grusuk di kamarku, mendadak berhenti melakukam kegiatannya. Kepalanya mengintip kecil di ambang pintu, berusaha melihat ekspresi Andromeda yang membisu di tempat.

Sepertinya Mio tahu apa yang dipikirkan gadis ini sedari tadi. Buktinya? Anak itu langsung bereaksi ketika aku bertanya mengapa pandangan Andromeda kosong. Ruang tengah dan kamarku tidak jauh, hanya dipisahkan oleh dua pintu geser khas rumah tradisional jepang. Jadi, sudah pasti Mio mendengar pertanyaanku.

Ada apa? Cuma aku satu-satunya orang yang tidak tahu. Apa hal yang gadis ini pikirkan sangat berat?

Andromeda membuang napasnya. Tidur terlentang dengan kedua tangan mengangkat badan Momiji tinggi-tinggi. Ia tersenyum tipis.

"Apa ini? Kenapa tiba-tiba kau mencemaskanku?"

Menyebalkan, apakah itu jawaban yang pantas untuk orang yang mengkhawatirkannya?

Gadis itu tertawa setelah melihat wajahku, mungkin ekspresi masam sangat kentara sampai-sampai membuatnya tersedak karena air liurnya sendiri.

"Aduh, kau ini menggemaskan sekali!"

Sedikit memalukan ketika dia mengatakannya. Aku mengembuskan napas gusar, sembari mengacak rambut bagian belakang. Terserah dia saja lah, yang terpenting gadis itu sudah kembali tertawa.

"Aku baik-baik saja. Hanya sedikit memikirkan keberangkatanku yang tinggal menghitung hari saja."

Keningku mengernyit. Ia memusingkan masalah keberangkatannya ke Indonesia? Kenapa harus sampai dipikirkan, jika dirinya sudah sering bolak balik Jepang-Indonesia? Apakah pengelamannya selama kurang lebih empat tahunan ini masih belum bisa membuatnya terbiasa menaiki pesawat?

Adikku keluar dari kamar dengan menggeret koperku, lalu meletakkannya di dekat lemari sepatu dan sandal.

Mio nampak tidak senang, terlihat sekali dari raut wajahnya yang tertekuk kecewa.

"Apakah Onee-san jadi pergi ke sana?"

Ke sana? Ke sana ke mana? Hei, kalian bahkan tidak memberitahuku topik apa yang sedang dibicarakan.

Andromeda bangkit dari posisinya, dengan seruan "Yah" yang cukup panjang. "Aku ingin mencarinya, Mio. Walaupun dia memintaku menunggu, bisa saja orang itu malah kabur kan?" katanya diakhiri tawa.

Ada nada tidak terlalu yakin pada kalimatnya. Aku juga tidak tahu siapa yang ia cari, tapi apakah ini berhubungan dengan kejadian ketika gadis itu tiba-tiba berlari dan hampir tertabrak? Apakah orang yang dicarinya waktu itu adalah orang yang sama dengan topik pembicaraan hari ini?

Ah, menyebalkan. Kukira setelah selesai dengan keraguan pada penelitian dan menyelesaikan urusan keluarga, aku bisa mendekati gadis ini dan mendapatkan hatinya. Apa benar sudah terlambat? Atau memang kesempatan itu tidak pernah datang?

***

Nb:

*Watashi janai: bukan saya

*Terima kasih yang sudah mampir ❤️ maaf beberapa hari kemarin ga up lagi karena masih dalam keadaan berduka. Mohon dimaklumi ya. Sekali lagi terima kasih.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top