15 ❄️ Bessoo
B e s s o o
❄️❄️❄️
Ada sebuah tempat, di mana aku dan keluargaku biasa berkumpul saat liburan musim panas dan semi. Kadang kami biasanya kemari untuk berburu momiji sesekali. Tapi semenjak Okaa-san pergi, Otou-san menjual vila milik keluarga ini. Aku juga tidak terlalu tahu apa tujuannya, padahal banyak sekali kenangan bersama Okaa-san di bukit dan vila kami.
Mendengar kata jual, membuatku mengambil semua uang tabungan yang sudah kukumpulkan bertahun-tahun yang lalu. Memang jumlahnya masih jauh dari cukup. Maka dari itu, aku pun mulai mencari uang tambahan dengan mengambil banyak pekerjaan paruh waktu di tahun kemarin. Sembari melunasi pembayaran vila, aku melakukan semua penelitian di sini.
Otou-san tentu tidak tahu jika vila yang ia jual jatuh ke tangan anaknya. Tidak terlalu rumit, aku hanya meminta salah satu kenalan untuk menjadi seseorang yang pura-pura ingin membeli vila itu.
Dua tahun yang lalu, aku tidak pernah terpikir akan membawa orang selain keluargaku kemari. Bahkan melihat hasil penelitian yang sempat ditentang oleh banyak orang. Akan tetapi hari ini, seorang gadis mengikutiku menaiki jalan setapak menuju vila tua yang tersembunyi di balik pohon-pohon yang tertutup salju.
Salju menutupi hampir sebagian jalan. Namun, Andromeda tetap bersikeras mengatakan ia bisa naik sendiri tanpa bantuan. Melihat keteguhannya cukup membuatku sakit kepala. Sampai akhirnya aku memberikan ide untuk mengikat tubuhnya menggunakan tali, agar aku bisa memastikan kalau dia tidak jatuh berguling selama perjalanan.
Dasar merepotkan saja.
Selama perjalanan, kami tidak saling melempar obrolan. Hanya sesekali aku melihat ke arah belakang, memastikan jika ia baik-baik saja. Gadis itu pun nampak tidak peduli ada atau tidak adanya suara di antara kami. Bola matanya terlalu sibuk menikmati dan takjub pada pemandangan salju yang menutupi bukit dan hewan-hewan musim dingin yang berani keluar untuk mencari makan.
Hingga tidak terasa, kami berdua sampai di tempat yang dituju. Vila musim panas yang nampak tua dimakan usia.
"Kirei," gumamnya terpaku sejenak. Pupilnya melebar seolah ia baru pertama kali melihat vila seperti ini di dalam hidupnya.
Menyenangkan ketika tahu Andromeda menyukai vila keluarga kami. Tapi ... Rasanya sedikit menjadi ragu saat mengingat apa yang ingin kutunjukkan di dalam sana.
Apakah dia juga akan membenciku sama seperti Onohara? Atau menentangku secara terbuka seperti Otou-san?
"Ryou, kau baik-baik saja?"
"A-ah? T-tentu," jawabku tidak terlalu yakin.
Andromeda melebarkan senyumnya. "Souka, yokatta. Apa kita akan masuk ke dalam?"
"Eh?" Aku mulai ragu. Apakah benar ide bagus membawanya ke tempat persembunyianku?
"Hee, kau membawaku sejauh ini hanya untuk melihat vila ini dari luar saja?" Raut wajahnya dibuat seakan ia setengah kecewa.
Aku membuang napas cukup panjang. Kami sudah sampai di sini. Tidak ada waktu bagiku untuk ragu. Seandainya gadis ini akan membenciku, memang sudah benar kalau tidak ada seorang pun di bumi ini yang mengerti arti kehilangan selain diriku.
Dengan melepas setengah harapan, aku membawanya menaiki anak tangga menuju pintu masuk. Pintu kayu tua itu, terbuka otomatis setelah melakukan scan pada bola mataku terlebih dulu.
Dan ini dia, program yang kuciptakan untuk memindahkan jiwa orang yang telah mati.
New World.
***
[Meda]
Kakiku melemas. Kalau saja tulang-tulang ini tidak kuat menopang berat badan dan kain-kain yang kukenakan, sudah bisa dipastikan aku akan jatuh terduduk di lantai kayu vila milik laki-laki di depan komputernya itu.
Sebisa mungkin, aku menyembunyikan keterkejutan atas apa yang bola mata ini lihat.
Takjub? Tentu saja! Baru kali ini aku melihat mesin-mesin yang hanya ada di imajinasi. Negeri modern dengan teknologi super canggih. Bukankah itu alasanku memilih melanjutkan pendidilan di sini?
Tapi, dari mana Ryou mendapatkan uang untuk membuat ini semua? Ah, lupakan. Uang tidak penting. Inti dari situasi sekarang adalah, apa tujuannya menciptakan ini semua.
"Kau terkejut?" tanya orang itu. Ini hanya pendapatku saja, Ryou yang sekarang seakan lebih hati-hati menjaga ucapannya. Ada gelagat takut, dan enggan. Apakah menunjukkan ini adalah sesuatu yang sulit baginya?
Aku berdeham sebentar sebelum menjawab. Kaki ini mengarah ke sofa panjang yang diletakkan di dekat pintu menuju balkon. Kemudian mendudukkan diri di sana.
"Sedikit," jawabku masih mengedarkan pandangan. Menjelajah seisi ruang vila yang hanya berisi mesin dan tabung besi. "Kau sedang meneliti apa?"
Sepuluh detik berlalu, pertanyaanku dibiarkan menggantung di udara. Menyadari raut wajah Ryou yang berubah tidak nyaman, aku tahu jika pertanyaanku sedikit sensitif untuknya.
Penelitian yang membuat Onohara dan dirinya babak belur. Penelitian yang menjauhkan ia dan keluarganya. Aku sudah tahu semua penyebab kekacauan ini. Tapi tentang apa yang Ryou teliti, mereka memintaku untuk mendengarnya langsung dari pemuda itu.
Tenang, santuy, Me. Sabar, tunggu saja sampai Ryou mau memberitahumu. Jangan terlalu memaksanya.
"Menurutmu jiwa manusia akan pergi ke mana saat ia mati?"
Aku menatapnya sejenak. "Kalau kau tanya tentang apa yang kuyakini, jiwa manusia akan pergi ke alam berikutnya."
"Ke mana?"
"Alam barzakh."
Ryou mengangkat alisnya, mungkin ia bingung karena baru kali pertama mendengar kata itu. "Barzakh? Bukan alam baka?"
Aku menggeleng dengan tawa kecil. "Dalam kamusku, alam baka adalah tempat roh hidup kekal di dalamnya. Sedangkan barzakh, alam di mana jiwa manusia menunggu hingga dibangkitkan kembali di hari akhir. Jadi barzakh menjadi alam penantian, sementara baka adalah akhir dari semua alam."
"Apa yang jiwa manusia tunggu?"
"Hancurnya semesta."
"Kenapa harus ditunggu?"
"Supaya bisa diadili secara bersama."
Ryou menjeda. Mulutnya mengatup dengan pandangan lurus ke arahku. "Kenapa jiwa menusia tidak diadili lebih dulu? Bukankah waktu menunggu kehancuran semesta masih sangat lama?"
Bibirku menyungging. Merubah posisi dengan tangan sebagai tumpuan dagu, aku balik bertanya padanya. "Kalau begitu, kenapa manusia tidak dilahirkan serentak di waktu yang sama? Atau, kenapa manusia hari ini di seluruh penghujung dunia mati secara bersamaan? Dengan begitu, mereka yang meninggal tidak perlu terlalu lama menunggu bukan?"
Pemuda yang berdiri kaku di sana, mengerutkan alisnya. "Apa maksudmu—"
"Kau penasaran?" Aku membalas tatapan matanya dengan senyum cerah. Berharap bisa terus menggiring rasa ingin tahunya agar terus mengikuti alur pembicaraan.
Namun Ryou yang nampak sadar akan, memilih untuk mengalihkan pandangannya ke arah lain. Aku tahu ia sedang mencoba mencari topik lain untuk dibahas. Sayangnya, aku tidak tertarik.
Berjalan santai ke arah komputer yang menyala, aku coba mengartikan bahasa pemrograman juga beberapa bahasa jepang yang tampil di layar. Pengetahuanku tidak sedalam dan seluas Ryou, akan tetapi aku masih bisa membacanya meski butuh waktu yang cukup lama.
New World, dan nama seseorang juga tercantuk sebagai subjek.
"Ngomong-ngomong kau membawaku kemari bukan hanya ingin menunjukkan ini kan?" Aku mengajaknya bicara, sembari otak terus memproses. "Apa yang sedang kau teliti?"
Bias bayangannya di layar terlihat panik. Ia bahkan menggigit bibir bagian bawahnya, seolah sedang berusaha keras memberitahukan sesuatu padaku.
"Penelitian untuk menghidupkan orang yang sudah mati."
Apa?
Tidak tahu jelas bagimana ekspresi yang kutunjukkan sekarang. Namun, tubuhku sama sekali tidak bisa digerakkan. Napas bahkan terhenti di tenggorokan. Penelitian tidak masuk akal ini, cukup membuatku ingin mematahkan lehernya.
Hanya saja, coba pikir kembali. Kenapa Ryou melakukan ini semua? Apa yang ingin dia tuju?
"Doshite?" Aku bertanya tanpa membalikkan badan. Sisa keterkejutanku cukup membuat sulit mulut untuk bergerak. Namun, otakku terus memaksakan agar tubuh ini tidak terlalu tegang. "Kenapa kau melakukan penelitian ini?"
Dapat kudengar dengan jelas jika pemuda yang hanya berjarak beberapa senti di belakangku itu menelan ludah. Apakah sebenarnya Ryou sendiri mulai goyah untuk menghentikan rencananya?
Lama menunggu, Ryou bergumam yang hampir tidak bisa kutangkap indra pendengar. "Untuk menghidupkan ibuku."
Ah, begitu rupanya. Cukup jelas untuk menjabarkan keadaan. Laki-laki ini, ternyata benar-benar terjebak kecewa di masa lalu ya. Melihatnya yang berusaha keras kabur dari kenyataan, mengingatkan pada diriku empat tahun lalu.
"Souka," responsku dengan nada lega. "Jadi, apakah ibumu akan hidup kembali dalam dunia virtual ini?"
"Ya," balasnya singkat. "Di dunia ini aku bisa kembali bertemu dengannya."
Mengerikan. Otak manusia yang melampaui cerdas, didampingi keserakahan dan rasa kecewa. Bisa juga untuk melawan takdir Tuhan dengan cara seperti ini ya. Aku bergidik.
"Kau akan mengenalkan dunia ini pada orang lain?"
"Tidak! Aku membuat ini tentu hanya untuk diriku sendiri."
Egois, tapi aku cukup bersyukur. Setidaknya orang tidak ikut-ikutan gila karena enggan mati.
"Apakah jiwa manusia yang masuk ke dalam akan kekal?"
"T-tidak, tidak seperti itu."
Tidak seperti itu?
"Jiwa manusia akan mati walaupun sudah disalin dalam program yang kubuat."
Ha? Melucu ya?
"Lalu apa gunanya kau menghidupkan manusia yang sudah mati kalau akan berakhir sama?"
"Tidak! Jelas beda! Di New World, aku bisa memperpanjang umur ibu! Aku juga bisa memperlambat waktu antara dunia itu dan di sini, dengan begitu Okaa-san tidak akan cepat bertambah tua."
"Jadi kau akan terus berada di sini selama ibumu hidup?"
"Apa?"
Badanku berbalik karena rasa kesal mulai mencapai ubun-ubun. Kuakui Ryou memang pintar, sampai memikirkan program seperti ini, kepintarannya sudah di luar jenius. Ia bisa saja bertindak sebagai Tuhan di dunia yang dibuat, tapi bagaimana dengan kehidupannya sendiri?
"Jika saja ibumu bisa dihidupkan kembali. Apakah kau akan terus-menerus di sini? Memantau semua sendiri? Bukankah pada akhirnya kau juga akan mati? Lantas siapa yang akan menjalankan program ini?"
Pupil mata Ryou mengecil. Anak ini seolah dipukul oleh kenyataan karena pertanyaan yang kuajukan. Aku yakin Ryou hanya membuat, tanpa memikirkan bagaimana nantinya.
Kasihan, dia benar-benar tersesat karena kehilangan.
"Ryou," panggilku padanya yang tertunduk karena syok. "Kalau pada akhirnya bibi sama-sama akan pergi. Bukankah kau hanya memperlambat kematiannya?"
Ia masih bergeming. Atmosfer di sekitar kami pun rasanya sangat berat, sampai kupikir bisa menghancurkan Ryou menjadi berkeping-keping.
"Tidak peduli siapa yang akan mati lebih dulu. Kau atau bibi yang hidup di dunia virtual. Tapi, apakah kau lagi-lagi akan hancul misal ia pergi lebih dulu sama seperti di dunia ini?"
***
Nb:
*Bessoo: vila
*Yokatta: syukurlah
*Souka: begitu ya
*Doshite: kenapa?
*Kemarin aku lupa dan ga sadar kalau ga pernah nerjemahin judul tiap part 😂 alhamdulillah pembaca baik ngingetin buat cantumin terjemah judulnya juga. Untuk part sebelum2nya nanti coba aku cek juga. Terima kasih yang sudah ngingetin ❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top