05 🍁 Himitsu

H i m i t s u

🍂🍂🍂

Sepuluh menit yang lalu, aku pikir telingaku ini salah mendengar. Mungkin dari saking frustasinya mencari cara untuk menemukan seseorang yang bermarga Akiyama, aku sampai salah mendengar marga laki-laki yang duduk tiga baris di depanku.

Tapi ternyata aku tidak sedang berhalusinasi.

Setelah ia memperkenalkan diri dengan sangat singkat, Sayou-senpai memperkenalkan ulang dengan cara yang lebih sopan tentunya.

Aku masih menolak pikiran, jika ia adalah kakak dari Mio dan anak sulung Akiyama-sensei.

Berbeda? Tentu orang ini sangat berbeda dengan adik dan ayahnya. Dua orang Akiyama yang kukenal adalah orang yang ramah dengan senyum hangat. Sungguh berbeda sekali dengan orang ketus di hadapanku.

Mungkin hanya marganya saja yang sama. Toh, pasti banyak keluarga di Jepang yang punya marga Akiyama kan? Pasti hanya kebetulan!

Akan tetapi, informasi tambahan yang dibisikkan Sayou-senpai di telingaku, lagi-lagi membuat mataku berdelik.

"Satu tambahan untukmu, Meda-san," bisiknya di telingaku. "Kalau kita sedang bersamanya, jangan pernah menyebut nama Akiyama-sensei."

Keningku mengernyit. "Doshite?"

Ia kembali menunduk untuk menyejajarkan mulutnya dengan telingaku. "Aku tidak tahu kenapa. Pastinya, sejak ibunya meninggal empat tahun lalu, hubungan ayah dan anak itu tidak pernah akur."

"Ha?" suaraku terpekik. Untungnya, tidak banyak pasang mata yang melihat ke arah kami. Akiyama Ryou terus berjalan ke kursi bagian depan. Bergabung dengan teman-temannya.

Usai memastikan si empunya inti pembicaraan tidak akan menoleh. Aku menarik lengan Sayou-senpai ke meja pojok, pas di dekat jendela.

"Jelaskan padaku!" aku memelankan suara. "Akiyama Ryou anak dari Akiyama-sensei?"

Sayou-senpai membuat mimik heran. "Kukira kau tahu karena kudengar, dulu kau pernah tinggal di kediaman Akiyama-sensei."

"Tidak!" Aku memijat bagian pangkal hidung. Setelahnya, aku menceritakan panjang lebar. Mulai dari bagaimana aku tinggal di sana. Dan pertemuanku dengan anak sulung sensei yang hanya pernah terjadi satu kali. Itu pun berpapasan, aku yang ingatannya memang tidak cukup bagus merekam wajah seseorang. Jadi selintas hanya merasa tidak asing, tapi entah siapa atau bertemu di mana.

"Kukira anak pintar sepertimu tidak punya kekurangan, ternyata kamu masih manusia ya." Sayou-senpai melipat kedua tangannya. Dengan mata terpejam, ia mengangguk-anggukkan kepala.

"Tapi memang benar. Sejak setahun bibi pergi, Ryou sudah keluar dari rumah itu dan tinggal sendiri."

Nampaknya gadis di depanku ini tidak hanya menjadi teman seangkatan Akiyama Ryou, kalau melihat seberapa tahu kisahnya tetang pemuda itu. Apa mungkin mereka sudah berteman sedari kecil? Aku ingin bertanya tapi kurang nyaman juga, karena kupikir itu sudah masuk ke ranah privasi.

Mungkin suatu saat. Ketika aku sudah sangat dekat dengan Sayou-senpai dan butuh informasi lebih untuk menjalankan misi dari Akiyama-sensei.

Kembali pada realita sekarang. Aku masih duduk di kursi paling pojok. Kukira senpai akan pergi menuju meja Akiyama Ryou, tapi ternyata ia tetap bertahan di kursi sebelahku.

Dari jarak yang cukup jauh ini, aku terus memperhatikan punggung laki-laki itu. Saking tajamnya tatapanku pada punggungnya, Akiyama sempat menoleh ke arah belakang. Mungkin dia sadar sedang diperhatikan seseorang. Padahal kukira ia tipe yang cuek dan tidak peka pada lingkungan sekitar.

Sejenak aku menarik napas. Lelah.

Bertemu dengan pemuda itu saja sudah menghabiskan setengah energi yang kupunya. Apa lagi harus melakukan itu?

Tidak hanya menjalankan saja kan? Aku juga harus mulai menyusun rencana.

Kuyakin setiap orang tidak suka jika ada orang yang tidak ia kenal, tiba-tiba saja datang dan memaksanya untuk melakukan sesuatu. Sama seperti Akiyama Ryou.

Aku perlu pendekatan, tapi memikirkan harus bersikap manis dan sok akrab dengan orang itu membuat kepalaku jadi pening.

Lagi pula, bagaimana aku yang orang asing ini bisa membuat orang lain mendengarkanku? Jika apa yang dikatakan oleh Akiyama-sensei tidak bisa membuatnya tergerak, memangnya aku bisa?

Keberadaanku juga hanyalah orang yang numpang tinggal sebentar, lalu pergi karena semua sudah selesai.

Bagaimana cara orang asing yang hanya bertemu sekali dan mendapat kesan buruk di awal pertemuan ini menjadi akrab?

Kebanyakan mikir membuatku makin stres.

"Meda-san, Meda-san, Meda-san!"

Aku berjengit kala sebuah senggolan menubruk bagian lengan. Beruntungnya aku tidak latah, jadi suasana kelas masih aman terkendali. Hanya ada yang berbeda. Suasana kelas menjadi sedikit lebui ramai, beberapa ada yang berpindah tempat duduk dan membentuk sebuah kelompok. Sementara aku masih plonga-plongo mencerna keadaan.

Sial, sepertinya aku telat mencari teman kelompok.

"Kau mau sekelompok dengan kami?" Sayou-senpai menawarkan sebuah pertolongan untukku yang telat bereaksi. Kerena terlalu fokus pada suara-suara di kepala, membuatku tidak fokus pada apa yang disampaikan oleh sensei di depan.

Tapi tunggu dulu, kami ini siapa saja maksudnya?

Pertanyaan itu pun menemukan jawabannya. Ketika orang yang tidak pernah kuharapkan datang bersama teman satu mejanya barusan, ke meja di barisan kami.

Kebetulan? Tidak. Kurasa inilah akibat jika aku menjadi dekat dengan senpai, otomatis aku juga akan sering bersinggungan dengan Akiyama Ryou.

Entah harus kusyukuri atau tidak. Tapi kali ini, aku tidak punya pilihan lain. Daripada tidak punya kelompok, aku akhirnya mengiyakan saja. Toh, kelompok ini akan segera berakhir juga.

"Jadi pembagian tugas sudah selesai. Mau kita kerjakan kapan dan di mana?" Sayou-senpai mengedarkan pandangannya pada kami bertiga. Di sini, ia yang lebih mendominasi. Sementara dua laki-laki di meja kami tidak menyumbangkan banyak suara selain mengangguk dan memberikan sedikit saja saran.

Aku mengacungkan tangan ke udara, saat sebuah ide terlintas. "Bagaimana sabtu dan minggu ini di tempatku?"

"Di tempatmu?" Teman Akiyama Ryou mengulang kata terakhir. Aku tahu secara tidak langsung dia meminta detail lokasi yang kumaksud. Tapi, aku lebih memilih membalasnya dengan sebuah senyuman lebar.

"Akan aku beritahukan lokasinya di grup chat kita!"

"Ah, benar! Kenapa aku baru ingat."  Senpai mengambil satu kertas dari bindernya. Lantas kami menulis ID masing-masing.

Kelas selesai. diskusi kami seputar pembagian tugas, bahan dan lokasi untuk mengerjakannya sudah tercatat rapi di buku masing-masing.

Namun, hal mengejutkan datang setelah Sayou-senpai meninggalkanku lebih dulu. Akiyama Ryou, lagi-lagi datang ke mejaku. Ia mengetuk meja untuk mengambil alih perhatianku.

"Doshite?" Keningku mengernyit.

"Aku membutuhkanmu untuk memberikan seseuatu pada Mio," ucapnya tanpa basa-basi.

Jadi selama ini dia mengenaliku? Apa mungkin yang di Istana Osaka juga dia sengaja membuntuti kami?

Aku jadi menduga-duga kalau pertemuanku dengan Akiyama Ryou memang bukan karena disengaja.

"Mau memberikan apa?" ketusku, tidak memperhatikannya. Sok sibuk dengan memasukkan buku.

Sementara Akiyama sudah menyodorkan kotak beludru coklat kecil dengan pita satin berwarna emas. Aku mengambilnya dan mengamati tiap sisi.

"Apa ini?"

"Himitsu," katanya sembari menyampirkan tas di punggung. "Pastikan barang ini sampai padanya. Kalau hilang, kau harus bertanggung jawab. Ya sudah ya. Jaa."

"Ha? Hei! Aku belum selesai bertanya! Akiyama Ryou!"

Astagfirullah, orang itu bahkan tidak memberikanku celah untuk bersuara. Menyebalkan!

***

Nb:

*Doshite: kenapa?

*Himitsu: rahasia

*Jaa: kayak orang bilang daaah gitu wkwk

*Mon maaf, kurang satu part ya :') sabar ya agak lelet. Karena tanganku masih sakit.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top