04 🍁 Dare Desuka?

D a r e D e s u k a

🍂🍂🍂

Aku menaiki satu persatu anak tangga menuju kelas yang akan kuikuti hari ini. Setelah merenungkan cukup lama permintaan dari Akiyama-sensei, dengan berat hati aku memilih untuk menyetujuinya. Toh, aku tidak punya pilihan lain.

Memang benar, setiap hari aku selalu berpikir bagaimana caranya aku bisa membalas budi kebaikan keluarga Akiyama. Mereka menerima keberadaan orang asing di rumahnya. Memberi makan, tempat tinggal, dan mengakrabkan diri tanpa canggung.

Kehangatan merekalah yang membuatku betah dan cepat beradaptasi dengan lingkungan baru, saat kali pertama datang ke negeri sakura ini.

Namun, aku yang kurang suka ikut campur dalam permasalahan rumah mereka. Malah ditarik paksa untuk turut andil. Aku tidak yakin seratus persen akan berhasil. Tapi demi mengembalikan semua rasa berutangku, aku menyanggupinya saja.

Lagi pula, sensei tidak menekankan aku harus berhasil. Ia pun pasrah jika usaha ini pun berakhir nol.

"Oh, Meda-san."

Aku bertemu dengan Sayou-senpai di depan kelas. Mulutnya yang masih sibuk mengulum permen di dalam mulut, terasa aneh saat mengeluarkan sebuah kalimat.

"Senpai?" sapaku saat jarak kami cukup dekat. "Akhirnya Sayou-senpai masuk kelas juga ya."

Sebenarnya aku tidak tahu boleh bercanda seperti itu atau tidak pada orang yang belum sepenuhnya akrab denganku. Akan tetapi, Sayou-senpai menunjukkan reaksi positif. Ia tertawa kecil sembari menggeser pintu ruang kelas.

"Apa aku terlihat seperti mahasiswa malas karena jarang masuk?"

Bola mataku berputar untuk mengalihkan pandangan. "Maybe ...," ucapku tidak yakin. Bukan bermaksud menyindirnya, tapi tebakan senpai barusan juga tidak salah.

Ia melingkarkan lengannya di leherku. Lalu tertawa kecil sambil mengajukan pertanyaan, apa yang barusan kubilang. Ini mungkin cara bercanda beberapa siswi Jepang kebanyakan? Tapi percayalah, napasku jadi sesak karena kesulitan bernapas. Sekelebat pikiran tetang rumor yang beredar tentang Sayou-senpai memenuhi otakku.

Apakah setelah ini aku akan masuk berita korban kriminal dalam koran Jepang?

Oh, tidak! Siapa pun, tolong aku!

"Hei." Suara seseorang yang tidak terlalu asing memanggil. "Kau mau membuat anak orang pingsan?" katanya, berderap menghampiri kami.

"Oh, Ryou. Konnichiwa."

Orang yang dipanggil Ryou membantuku terlepas dari lengan Sayou-senpai. Secara tidak langsung, aku berterima kasih karena ia sudah muncul sebelum aku benar-benar pingsan.

Aku terbatuk kecil sembari menjauhkan diri. Lantas berbalik dengan niat ingin berterima kasih. Siapa tahu, orang yang dikenal senpai bisa menjadi temanku juga. Kita tidak pernah tahu kan? Memperbanyak relasi itu sedikit lebih baik daripada menyendiri loh. Meski kita punya pola pikir, sendiri pun semua bisa kita lakukan dengan sempurna. Tapi ada saat kita butuh orang lain dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

Mungkin hari ini kita bisa menolak pemikiran ini, tapi suatu saat? Tidak ada yang tahu akan jadi seperti apa. Masa depan itu penuh misteri.

Kembali pada orang di hadapanku dan Sayou-senpai sekarang ini. Setelah melihat wajahnya, mendadak aku menelan semua keinginan untuk berteman akrab. Sebatas mengenal tidak apa-apa, tapi jika menjadi lebih dekat daripada sekedar kenalan? Rasanya harus kupikir ulang.

"Konnichiwa, Sayou." Dia menyebut nama seniorku ini tanpa embel senpai, atau panggilan formal. Sama halnya dengan Sayou-senpai, yang memanggil orang ini dengan nama depannya.

Apa jangan-jangan mereka satu angkatan?

"Kau akhirnya mengikuti jejakku!" ucap Sayou-senpai dengan bangga. Sementara aku masih diam mengamati aura dari keduanya. Berusaha membaca situasi.

"Jangan besar kepala. Aku hanya ingin cepat-cepat keluar dari universitas ini."

Ketus. Kalimatnya tetap saja terdengar kasar seperti pertama kali kami bertemu di sekitar wilayah Namba. Memangnya dia tidak bisa lembut sedikit? Jauh berbeda sekali dengan seseorang yang kukenal.

Irit bicara, kalimat yang selalu menenangkan, aura positif yang sering terpancar, dan perhatiannya yang kurindukan tanpa sadar.

Haft. Bagaimana kabarnya? Aku bahkan belum sempat bertemu dengannya. Ia tiba-tiba saja menghilang dan pergi tanpa pamit. Kira-kira, kapan kami akan bertemu lagi?

"Oi, anata wa daijoubu desuka?" pemuda tadi bertanya padaku.

Aku mengangguk tidak terlalu antusias. Hanya menjawab sebagai sopan satun saja. "Daijoubu," singkatku.

Sementara Sayou-senpai kembali merangkulku dengan senyum lebar. "Nani desuka? Kalian sudah saling kenal?" tanyanta dengan nad apenasaran dan mimik wajah menyebalkan, tentu saja.

Satu hal yang baru kuketahui tentang senior yang terkenal memancarkan aura dingin saat berada di kelas ini adalah, ternyata ia yang mudah akrab dan bergaul. Meski dengan orang yang baru diajaknya berbicara satu kali. Atau mungkin sebenarnya ia pilih-pilih teman juga? Entahlah, aku juga masih belum terlalu jauh kenal.

Laki-laki berambut sedikit panjang itu mengedikkan bahunya. Ia lantas mengingatkan Sayou-senpai tentang seorang gadis yang hampir membawa nekonya kabur, dan sok menjadi pahlawan dengan mengejar seorang pencuri di daerah Namba.

Dari ceritanya, tidak ada hal plus tentangku di pertemuan pertama kami. Hanya penuh dengan pandangan negatif. Padahal aku kan berniat menolong, bukan hendak mencuri kucingnya atau bersikap sok jagoan. Suasana hatiku jadi makin memburuk karena ucapannya barusan.

Aku jadi makin yakin untuk tidak mengucapkan kata terima kasih, dan sebisa mungkin menghindari bertemu makhluk bernama Ryou ini.

"He? Hontou desuka? Meda-san adalah orang yang berlari bersamamu itu?" Sayou-senpai terbelalak dengan wajah cerah. Ia kemudian tertawa dan mengatakan jika aku benar-benar keren sekaligus aksiku cukup berbahaya.

Dia belum tahu saja, kalau aku sering menjadi tumbal anak Geng Micin untuk memanjat pohon mangga. Hanya demi memuaskan keinginan kami menikmati rujakan bersama Ustazah Windy.

Seakan baru tersadar dari sesuatu, Sayou-senpai menepuk pelan pundakku. Dan membawanya lebih dekat ke tubuhnya. Ia memperkenalku pada orang yang tidak tertarik untuk kukenal.

"Ryou, kenalkan. Dia Ganeeta Andromeda. Salah satu asisten dosen dan satu lab denganku," katanya dengan pengucapan namaku yang agak kacau.

Aku menunduk, menjalankan tata krama saja meski sedikit malas.

"Ga-nee-ta An-dro-me-da desu. Yoroshiku onegaishimasu," ejaku supaya mereka mengingatnya.

Ryou terlihat tidak minat.

"Nah, Meda-san. Kenalkan, ini Ryou teman satu angkatanku yang ikut cuti tahun kemarin."

Dalam hati, aku berharap dia hanya satu angkatan dengan Sayou-senpai. Bukan satu jurusan juga, jadi aku tidak perlu sering-sering berada dalam satu ruangan dengannya. Toh mungkin cuma di kelas Bahasa Inggris saja kami sekelas? Mengingat, aku dan senpai sedang berada di depan kelas itu sekarang.

Ryou tidak membungkuk. Ia malah mengangkat dagunya seperti menantang. Seolah tidak terlalu suka, atau mungkin ogah juga memberitahukan namanya padaku.

Siapa juga yang ingin tahu namanya?

"Ryou," ucapnya singkat yang mampu membuat pandangnku fokus lagi padanya. "Akiyama Ryou, jurusan teknik. Yoroshiku."

Bola mataku mendelik. Telingaku seketika tuli, tidak dapat mendengar apa yang Sayou-senpai katakan setelah itu. Bukan, aku bukan terkejut karena mendengar jurusannya. Tapi lebih pada namanya.

Dari ujung rambut hingga kaki, aku menelitinya sambil menahan napas.

Apakah orang ini?

Kakak dari Akiyama Mio?

***

Nb:
*Konnichiwa: selamat siang

*Anata wa daijoubu desuka? : Apakah kamu baik-baik saja?

*Nani desuka? : Apakah ini?

*Hontou desuka? : Benarkah?

*Yoroshiku onegaishimasu: senang berkenalan denganmu (dalam situasi meda, tapi artinya bisa beda lagi jika digunakan pada situasi² tertentu)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top