02

Esoknya setelah aku bangun dan sedikit bersiap, terdengar suara ketukan di pintu kamarku. Saat aku membuka ternyata itu adalah Morgan dengan salah tiangkahnya.

"Kenapa?" tanyaku geli melihatnya.

"Helena sudah bangun kan?" tanya Morgan takut-takut.

"Kalau aku belum bangun kenapa?" tanyaku kembali.

"Ya ... aku pikir mau ajak berkeliling, mumpung ini masih pagi. Atau Helena mau istirahat aja di kamar?" tanya Morgan.

"Kenapa tiba-tiba manggil nama kek gitu?" tanyaku jail.

"Habisnya aku lagi ngejaga anak orang, kemarin juga Helena terlihat kurang sehat. Sekarang sudah ga papa?" tanya Morgan khawatir.

Aku tertawa pelan. "Iya-iya, maaf, aku sekarang sudah ga papa kok. Kalau mau ngajak berkeliling aku ayo-ayo aja. Aku siap-siap bentar ya."

"Aku akan menunggu di bawah," kata Morgan yang aku balas dengan anggukan.

Di dalam aku mengambil tas ransel yang aku lipat dan taruh di tas ransel untuk baju. Aku memasukan minuman, obat-obatan yang mungkin diperlukan, makanan ringan, dompet, hp, powerbank, dan beberapa hal lainnya. Setelah itu aku turun dan menemukan Morgan yang sedang berbicara dengan pemilik penginapan.

"Selamat pagi Le-Helena," sapa bu Medira dengan senyuman. Itu, nama panggilan itu ... apa dia sengaja?

"Selamat pagi," sapaku kembali sambil menepis pemikiran aneh dari kepalaku.

"Bagaimana tidurmu? Apakah nyenyak?" tanya pak Azel yang juga dengan senyuman.

Aku mengangguk. "Terima kasih atas pelayanannya. Kamarnya sangat nyaman," balasku.

"Kalau begitu kami pamit dulu," kata Morgan yang langsung berdiri.

Aku mengikuti Morgan dari belakang setelah membalas lambaian tangan kedua pemilik penginapan. "Sekarang kita ngapain?"

"Sarapan dulu, lalu kita pikirkan di sana," kata Morgan yang melihatku sekilas lalu kembali melihat ke depan.

Saat sampai di meja kami sudah memesan makanan di tempat makan yang kemarin. Mataku mengintip wanita paruh baya itu yang sedang asik di dapurnya.

"Awalnya kukira makanan kita akan selesai dengan lama, tetapi kalau kecepatannya seperti itu sepertinya tidak akan lama," kata Morgan ke wanita itu yang bergerak sangat cepat. "Ngomong-ngomong aku penasaran." Aku melihat Morgan yang menatap ke arah belakangku, ke arah hutan. "Katanya pagi-pagi akan ada kabut, tetapi di sini sangat bersih."

"Benar juga." Mataku melihat sekeliling yang tidak terdapat embun sama sekali. Melihat ini aku merasa aneh.

"Padahal aku sudah tidak sabar masuk ke dalam hutan. Kenapa harus siang hari?!" geram Morgan yang menengelamkan kepalanya di lipatan kedua tangan.

"Bersabarlah. Anak muda sepertimu tidak perlu terburu-buru." Aku tersentak kaget karena kedatangan wanita itu tanpa suara. Piring sarapan untukku dan Morgan ia siapkan di depan kami. "Kalian ikut saja arahan Azel, dia yang paling mengerti mengenai hutan," katanya lalu pergi begitu saja.

"Aku merasa dia mengerikan," kata Morgan tertahan setelah wanita itu menjauh.

"Kita sependapat. Kayaknya itu sudah kebiasaannya," kataku yang melihat wanita paruh baya itu dari ekor mataku.

"Tahu dari mana?" tanya Morgan bingung.

"Garis wajah," kataku singkat sambil mulai mengambil sendokku.

Morgan terdiam. "Helena, sebenarnya kamu ambil jurusan psikolog ya?" tanya Morgan dengan wajah datar.

"Jurusanku desain. Jangan mengubah jurusan yang aku ambil," kataku kesal setelah menelan apa yang ada di dalam mulutku. Morgan hanya mengangguk-anggukan kepalanya acuh dengan mulut yang mengunyah.

"Ada usul mau melakukan apa untuk menunggu siang?" tanya Morgan setelah mulutnya kosong.

"Entahlah berkeliling?" jawabku asal. Terlihat ekspresi tidak suka dari Morgan. "Lalu apa? Melihat kembali tempat itu?" tanyaku sebelum kembali mengunyah.

"Itu bukan ide yang buruk sebenarnya," kata Morgan dengan nada yang digantung.

"Tapi?" tanyaku.

"Aku benar-benar penasaran dengan pohon merah itu!!" seru Morgan tertahan. Aku hanya bisa tertawa pelan mendengar kefrustasiannya.

"Kalian berdua yang dikatakan bu Medina?" Aku melihat ke samping dan dadaku kembali sesak. "Halo aku Josia, panggil aja Jo," kata laki-laki di sampingku dengan senyuman lebar.

"Halo, aku Morgan, panggil senyamannya saja karena sepertinya kita seumuran," kata Morgan sambil berdiri dan menyalami Jo yang diam saja dengan wajah tersenyum.

Mencurigakan.

"Jo! Jangan ganggu mereka yang sedang makan!" seru wanita paruh baya itu dari mejanya dengan lantang.

"Maaf bibi Em!" seru Jo yang langsung duduk di sebelahku dengan cepat sampai membuatku tersentak. "Oh maaf, kamu masih cepet kagetan ya," kata Jo pelan dengan tawa kecil.

Aku terdiam. Pikiran-pikiran aneh langsung masuk ke dalam pikiranku tanpa jeda.

"Oh iya, tadi aku tidak sengaja mendengar kalian ingin menghabiskan waktu sampai siang ya? Bagaimana kalau aku ajak untuk berkeliling?" tanya Jo. Karena pandangan mataku tetap ke arahnya, aku bisa melihat ekspresi seperti salah tingkah di sana.

"Itu bukan ide yang buruk. Bagaimana denganmu Helena?" tanya Morgan.

Pandangan mataku masih melihat ke arah Jo yang kini melihatku dengan senyuman gugup. "Aku ikut kamu aja Mor, kamu ketuanya," kataku sambil kembali menghadap ke depan.

Terlihat Morgan yang melihat jam tangannya. "Masih ada 2 jam sebelum jam 12. Jadi mohon bantuannya," kata Morgan dengan senyuman.

"Serahkan saja padaku," kata Jo ceria.

.
.
.
.
.

Jadi mulai sekarang saya akan update setiap 2x seminggu.

Ini dia list ceritanya:

1. The 7 Element Controllers

2. New Daily Life Royal Twins

3. A Little Hope [Revisi]

4. As Blue Sea

5. My Family is Perfect But I'm Not

6. Akar Merah

Itu dia urutannya, bisa dicari setelah saya posting.

Mungkin ada perubahan dari tata bahasa dsb-dsb tapi semoga kenyamanan dalam membaca masih bisa dinikmati yaa~

Sampai jumpa kembali :3

-(16/06/23)-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top