2. Ghaly Abdullah Zaid


Silakan dibaca.. TELAH DIKONTRAK PENERBIT.
Dilarang keras! playgiat, copypaste dan sejenisnya ya. Ingat Allah maha tahu, meskipun Saya tidak tahu.
*****************************

2. Ghaly Abdullah Zaid

Illyana menggeliat saat merasa ada yang mengguncangkan bahunya. Rasanya ia baru saja memejamkan mata beberapa jam yang lalu, dan kini merasa tidurnya sangat terganggu. Mengerjap sesaat serta melirik ke arah jam di dinding tepat berada di atas ranjang susunnya. Jarum panjang tepat berada di angka 12 serta jarum pendek di angka 3. Itu artinya ini masih pukul tiga dinihari.

"Nau, apaansih. Masih jam 3, biarin aku tidur lagi ya." rengeknya pada Naura dengan mata setengah terpejam.

"Bangun Ly, kita harus cepat-cepat ke surau, ada kajian subuh setelah salat tahajjud."

penjelasan Naura masih samar-samar tak begitu terdengar oleh Illy. Lamat-lamat telinga gadis itu mendengar suara lantunan merdu yang  menggema dari surau, detik berikutnya mata Illyana sudah terbuka lebar, seakan terbius oleh merdu serta tartilnya suara lantunan ayat suci yang ia dengar.

"Nau, itu suara siapa sih yang lagi tilawah?" Illyana benar-benar penasaran rupanya.

"Emang kenapa Ly? pasti kamu mau bilang kalau suaranya syahduh sekali ya." tebak Naura tepat sasaran.

Illyana tak menjawab, tapi bergegas bangun, rupanya suara tartil nan merdu dari surau itu lebih menarik perhatiannya daripada guncangan Naura di bahunya. 'Pasti itu yang lagi tilawah kalau bukan santri putra, atau salah satu ustazd disini, semoga saja benar apa yang dibilang ummi sama abang Ilham kalau ustazd disini tuh ganteng-ganteng.' Illyana menggumam sendiri dalam hatinya, membayangkan jika ia sebentar lagi akan bertemu dengan ustazd yang ganteng. Hh..dasar gadis abege, yang dipikirkan hanya yang bening-bening saja. Illyana jadi melupakan nasihat abinya agar selalu menjaga pandangan.

"Ayo Ly, buruan. Nanti kita ketinggalan tausiahnya ustazd Ghaly Abdullah Zaid"

"Ustazd Ghaly? siapa itu Nau?" Illyana mengernyit saat mendengar salah satu nama ustazd yang disebutkan oleh Naura.
"Udah, nanti juga tau sendiri. makanya ayo buruan!"

"Iya bentaran Nau, aku ambil wudhu dulu."

Illyana tak mau kehilangan kesempatan, bergegas mengambil wudhu kemudian memakai mukena.
Melangkah bersama menuju surau, ternyata sudah banyak santri yang berkumpul disana. Naura serta Illyana langsung mengambil tempat duduk ikut menyimak tausiah yang tengah diberikan oleh salah satu ustazd muda itu.

Sepanjang penjelasan, Illyana bergeming, sibuk menyimak. Bukan menyimak isi dari ceramah yang tengah diberikan, melainkan sibuk mengamati wajah tampan sang ustazd. 'Ternyata benar kata ummi dan abang. Itu ustazdnya ganteng banget. Ya Allah, hamba rela jika harus berjodoh dengannya. Tolong jodohkan kami Yaa Rabb, tapi jika kami tidak berjodoh, pokoknya tetap jodohkanlah kami." diam-diam Illyana merapal doa konyolnya dalam hati. Menggigit bibirnya saat sadar apa yang ia gumamkan sungguh sangat tidak masuk akal.

Usai salat subuh berjamaah, semua sibuk dengan kegiatan masing-masing. Naura pun sudah bergegas akan ke pasar, hari ini adalah jadwalnya piket, untuk berbelanja serta memasak sarapan pagi  untuk lengseran atau makan bersama dalam satu wajah besar.

"Nau, mau kemana?"

"Ke pasar Ly, mau ikut?"

"Jauh ngga pasarnya?"

"Ngga, palingan cuma 15 menit dari sini."

"Kita jalan kaki gitu perginya?"

"Ngga. Naik motor Ly. Itu, pake motornya ustazd Ali, tadi aku udah ijin."

"Siapa lagi itu ustazd Ali?"

"Ustazd Ali yang tadi pagi ngasih tausiyah di suaru Ly, masa udah lupa aja sih."

Illyana agak bingung, bukannya yang tadi subuh itu namanya Ghaly, kok ini jadi Ali.

"Kan yang tadi pagi namanya Ghaly kata kamu?"

"Iya, namanya memang Ghaly, tetapi semua yang ada di sini manggilnya ustazd Ali. Beliau itu anak bungsunya abbah Zaid Ly."

Senyum mengembang di bibir Illyana begitu mendengar nama ustazd Ali. Rasanya gadis itu sudah benar-benar jatuh hati sejak pandangan pertama pada ustazd tampan itu. Muncul ide gila di otak Illyana untuk bisa mengenal lebih dekat dengan si ustazd. Nasihat abi Fariz seakan bagai angin lalu, menguap begitu saja.

"Nau, biar aku saja ya yang ke pasar. Kamu bantu anak-anak nyiapin yang lainnya saja."

Naura menatap Illyana sejenak, heran dan bimbang. "Tapi Ly, emang kamu tahu tempatnya? kan kamu baru disini."

"Iya tahulah, kan aku juga lumayan sering kesini," sahut Illyana agak gelagapan takut kalau-kalau Naura akan curiga dengan rencananya.
___

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Illyana rupanya benar-benar melaksanakan ide dalam otaknya . Dihampirinya sesosok yang kini tengah duduk di balai-balai sambi memegang buku tebal itu.

"Iya, ada yang bisa dibantu Dek?"

"Iya Ustazd, saya santri baru di sini, tadi dapet tugas belanja ke pasar, tapi saya tidak tahu tempatnya." Bualan Illyana di depan si ustazd. Ah, andai saja abi Fariz melihat tingkah putrinya itu, entah hukuman apa yang akan Illyana dapat.

"Lalu?"

"Bisa minta tolong anterin ke pasar nggak Ustazd?

Dasar Illyana modusnya ngga tanggung-tanggung. Serangan pertama tak bisa ditunda baginya. Kesempatan tidak datang dua kali kan. Begitu pikir gadis itu. Lagipula ummi sendiri yang bilang, siapa tahu nanti ketemu jodohnya disini Ly. Sekarang Illy ingin sekali menyorakkan jika ia sudah bertemu dengan seseorang yang dipilih sebagai jodohnya.

Dipilih? memangnya jodoh bisa dipilih? Kan yang menentukan akhirnya juga Allah SWT mana bisa memilih.

"Memangnya santri yang lainnya kemana? kenapa tidak minta antar salah satu dari mereka?" lembut suara si ustazd tampan saat bertanya pada Illy.

"Semuanya sedang sibuk, jadi saya disuruh pergi sendiri Ustazd." nah loh, kebohong satu kini mulai bertambah dari Illyana.

"Yasudah, saya antar kamu. Kita pergi sekarang, tapi dengan satu syarat ya."

Illyana bersorak dalam hati. Akhirnya ide dan rencananya berhasil.

"Apa Ustazd?"

"Jangan pegangan kalau nanti saya bonceng.

Illyana menggangguk patuh. Tak apalah tak bisa pegangan, yang penting bisa dekat dengan si ustazd ganteng begitu pikirnya.

"Ustazd, kenapa milih jadi ustazd sih?" pertanyaan konyol serta tidak penting meluncur begitu saja dari bibir tipis Illyana saat sedang dalam perjalanan.

"Memangnya kenapa? ada yang salah dengan profesi sebagai ustazd?"

"Ngga sih, kata abi Illyana malah profesi ustazd itu sangat mulia."

"Illyana sendiri kenapa mau dikirim ke pesantren?" pertanyaan balik dari ustazd Ali pada gadis yang diboncengnya itu.

"Illyana sih awalnya nggak mau Ustazd, abi sama ummi yang memaksa. Tetapi sekarang Illyana senang tinggal disini. Apalagi sejak ketemu sama Ustazd." jawaban yang sangat jujur dari gadis itu. Sampai-sampai si ustazd terlihat beberapa kali menggelengkan kepalanya, heran, mungkin dengan tingkah gadis satu ini. 

"Kenapa dengan saya Ly?"

"Ustazd ganteng sih. Benar kata abang Ilham sama ummi, kalau ustazd disini ganteng-ganteng." entah saking polosnya atau benar-benar tidak tahu malu, Illyana menjawab dengan sangat jujur menurut hatinya.

Sementara si ustazd hanya tersenyum sambil kembali menggelengkan kepalanya saat mendengar penuturan polos dari gadis itu. Baru kali ini dia bertemu dengan gadis yang polos dan sangat cerewet sekali seperti Illyana. Jika kebanyakan para santri putri akan jaim atau malu-malu jika berhadapan dengannya, tapi tidak untuk gadis yang satu ini.

"Illyana umur berapa memangnya sekarang?" pertanyaan dari sang ustazd.

"Baru 18 tahun sih bulan depan. Kalau Ustazd umur berapa?"

"Saya sudah tua Illyana. Bukan abege lagi seperti kamu."

"Ih, nggak kok. Keliatanya masih muda banget, ngalahin abege lagi. Ustazd sudah punya pacar belum?" tanya Illyana lagi dengan tak tahu malunya.

"Saya nggak pacaran Illyana."

"Maksudnya ngga pacaran itu gimana ya Ustazd? Eh, tapi ustazd ini normal kan? maksud Illy, masih suka sama perempuan kan!?"

"Astagfirullah, kamu kira saya homo!? prinsip saya memang ngga mengenal apa itu yang namanya pacaran, di dalam Islam ngga ada istilah pacaran Ly, kalau sudah ketemu yang cocok taaruf, khitbah dan langsung saja dihalalin." sepanjang perjalanan mereka, Illyana tak bosannya untuk melempar pertanyaan pada lelaki yang bersama itu. Jawaban dari si ustazd menambah decak kagum bagi Illyana.

"Iya sih, kata abi juga begitu. Lebih baik langsung nikah daripada pacaran, lebih banyak mudharatnya."

"Nah itu kamu tahu."

"Ustazd, boleh bertanya satu lagi ngga?"

"Apa Ly?"

"Ustazd udah punya calon istri belum?"

"Kalau belum kenapa? kalau sudah juga kenapa?"

"Kalau belum, Illyana mau kok jadi calon istrinya Ustazd."

Illyana menggigit bibirnya saat mengungkapkan langsung isi hatinya  di depan si ustazd. Katakanlah gadis itu tidak tahu malu, tetapi Illyana memang seperti itu, tidak bisa memendam apa yang ada di dalam hatinya. Maklum, anak baru gede kalau lagi jatuh cinta pasti maunya langsung memiliki, tak ingin kehilangan kesempatan. Apalagi baru kali ini Illyana benar-benar merasa jatuh hati pada seorang lelaki, dulu sih waktu masih di sekolah pernah suka dengan salah satu kakak kelas, tetapi tidak sampai terang-terangan seperti sekarang.
#####

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top