Seventh

Galea melirik jam di pergelangan tangannya, sudah pukul delapan lewat. Langit malam ini terlihat lebih terang dari biasanya, angin malam berhembus menerbangkan anak rambutnya yang tak terikat sempurna. Alvin masih diam, satu tangannya menggenggam ponsel sementara tangan lainnya menggantung di udara.

"Gal," bisik Alvin dengan suara rendahnya, suaranya nyaris tertelan oleh decitan ranting pohon yang bergoyang karena angin. Alvin bukan pria pecundang yang mengajak berkomitment saja tak mampu, ia hanya tak mau memaksakan kehendaknya hingga membuat pasangannya tak nyaman. "Jalani aja ya."

Dagu Galea terangkat, menatap penuh tanya sosok Alvin yang bahkan masih terasa jauh untuk digenggam, "Gue nggak mau."

Penolakan Galea harusnya membuat Alvin terkejut atau mungkin jengah dengan sikap Galea, tapi Alvin tidak begitu. Ia melangkah maju mendekati Galea hingga jarak di antara mereka hampir tereliminasi, "Jangan terburu-buru."

"Lo pikir gue akan percaya semudah itu? setelah hampir enam tahun lebih," Galea mendecih kesal, membuang muka kemanapun asal Alvin tak melihat wajah yang menyiratkan kesedihan mendalam. "Baru sekarang lo sadar ada gue?"

"Gue bukan cenayang, gue juga bukan pria yang percaya diri, mengasumsikan bahwa ada perempuan yang jatuh cinta sama gue dengan amat sangat." jemari Alvin menarik dagu Galea, "Gue bukan Lintang yang mudah menjatuhkan hati wanita, gue bukan Cakra yang selalu percaya diri jika ada perempuan yang suka sama dia. Gue cuman seorang Alvin, pria yang ragu jika ada perempuan hebat seperti lo jatuh hati sama gue."

"Lo cinta sama Senja," gertak Galea.

"Senja, gue suka dia. Mungkin waktu mengubah rasa suka gue bertransformasi menjadi cinta, tapi gue nggak sekuat lo," ucap Alvin dengan pandangan kagum luar biasa pada Galea. "Gue nggak sekuat lo yang bisa mencintai dengan konsisten tanpa ragu, lo tetep dengan pendirian lo. Gue tau rasanya cinta sepihak, sampai hati gue mengambil alih pikiran gue. Bahwa cinta tulus lo layak gue perjuangkan."

Tenggorokan Galea tercekat, masih memandang Alvin tanpa berkedip saat seulas senyum tulus tersirat di wajah Alvin.

"Jangan bingung," ucap Alvin, ibu jari Alvin mengurut ujung alis Galea. "Gue di sini buat yakinin lo, bukan malah buat lo bingung."

"Lo pikir, cewek mana yang nggak bingung kalau cinta terpendamnya tiba-tiba aja ngajak jadian. I don't believe it." Galea hampir saja memuntahkan kekesalannya, ia sendiri tidak tahu kenapa rasa kesal begitu merorongnya. Seharusnya ia senang, tapi saat melintas bayangan Alvin yang dulu begitu memuja Senja. Hati Galea merasa tersayat, ia percaya Senja takkan semudah itu hilang dari hati Alvin.

"Just feel it," ucap Alvin, pandangannya masih mengunci Galea. Sebelum Alvin berbalik meninggalkan Galea, pria itu mengecup sudut mata Galea. Menahan bibirnya lama di situ ketika Galea reflek memejamkan matanya.

"Good night," suara Alvin terdengar parau, nyaris tak terdengar jika Galea tak menajamkan pendengarannnya.

Alvin pergi begitu saja, dengan sisa-sisa tenaga Galea memasuki rumahnya. Masih tercenung akibat efek luar biasa yang diberikan bibir Alvin.


Galea memegang sudut alisnya, bekas kecupan bibir Alvin masih jelas terasa. Ia jelas tak mampu membalas ucapan Alvin, satu sisi ia ingin bahagia menyambut cinta sepihaknya yang kini berbalas. Tapi, Galea tak sepercaya diri itu, yakin jika Alvin benar-benar menginginkannya bukan hanya sekedar pelarian saja.

Setelah menyelesaikan ritual membersihkan badan Galea membaringkan tubuhnya, memandang langit-langit kamarnya yang berwarna coklat. Pikirannya menerawang memikirkan bagaimana selanjutnya hubungan dirinya dan Alvin.

Ponsel Galea yang sedang dicharge berdenting pertanda pesan masuk, tubuh Galea merangkat menilik notifikasi yang tampi di ponselnya.

Kecebong Anyut : Jangan lupa berdo'a sebelum tidur biar nggak mimpi buruk, cukup mimpiin masa depan kita berdua aja.

Tanpa sadar sudut bibir Galea tertarik membaca pesan dari Alvin, kenapa pria itu selalu bisa membuat Galea tersipu bahkan tanpa harus bertatapan langsung.

*****

Dua hal yang sering Galea keluhkan akhir-akhir ini, kemacetan Jakarta yang semakin meradang dan ucapan Lintang yang tiba-tiba selalu seperti motivator gagal saat menceramahinya.

Pukul dua siang, jam mengajar Galea sudah habis. Sinar mentari cukup terik hingga pelipisnya bercucuran keringat, di sudut halte Galea menunggu Lintang menjemputnya. Pria itu mengajak Galea makan siang sambil rapat terselubung soal acara Reuni.

Klakson dari mobil berwarna hitam metalic menyadarkan Galea, mobil yang sudah tak asing lagi di netranya. Lintang menurunkan kaca mobilnya, Pria itu mengenakan kacamata hitam terbaru keluaran Giordano.

Ini Jakarta, terik matahari menyengat minta ampun. Dan melihat Lintang yang tersenyum menjengkelkan adalah kombinasi yang pas menciptakan rasa kesal.

"Gue mau makan salad, gue mau diet." Galea duduk di samping mengemudi, memakai seatbelt setelah Lintang memanuver mobilnya.

"Dietkan biasanya cuma wacana tanpa laksana." Lintang terkekeh, badan Galea kurus. Cukup kurus untuk perempuan dengan tinggi 167 centimenter, berat badan Galea hanya mencapai 51 kilogram. Kalau Galea menyebut dirinya gendut, mau disebut apa wanita di luar sana yang berat badannya lebih dari 60 kilogram.

"Diem," Galea menyalakan tape dalam mobil, memilih lagu yang sedang ingin dia dengar. Pilihannya jatuh pada lagu beauty and the beast dari Ariana Grande Feat John Legend, kombinasi yang pas mengalun dengan indahnya.

"Both a little scared, neither one prepared, Galea and Alvin." Lintang menyenandungkan penggalan lagu itu dengan mudah, hampir membuat Galea tersedak ludahnya sendiri.

"Kalau gue milih," Lintang mulai berbicara serius saat pandangan Galea menyipit. "Gue mau jatuh cinta sama lo, Gal. Biar gue bisa jagain lo terus, biar gue tau bagaimana mencintai perempuan yang tegar seperti lo."

Traffic light menghentikan laju mobil Lintang, mobilnya masih berderu. Keduanya masih menikmati alunan lagu, sebelum Lintang kembali melanjutkan ucapannya. "Usaha gue sia-sia, selama ini gue selalu berusaha biar gue bisa jatuh hati sama lo. Nyatanya itu nggak mudah, gue tetep nggak bisa cinta sama lo padahal gue pengen."

"When you fall in love, the natural thing to do is give yourself to it. That's what I think. It's just a form of sincerity," ucap Lintang, mengutip kata-kata dari novel Norwegian Wood karya Haruki Murakami. "Dan gue nggak punya ketulusan itu, mungkin cuman dimiliki Alvin. Makanya gue pikir lo dan Alvin itu sama-sama orang tulus yang layak bahagia."

TBC

A/N : Pendek banget yaaa?
Gue berasa melankolis nulis ini TT. Kayak beda dari cerita-cerita yg gue tulis sebelumnya aja, yang ringan dan gampang dicerna 😜

Gue di sini cuman mau nunjukin apa yahh, kayak kalau lo suka sama orang yah bilang. Nggak ada salahnya bilang sama dia meski lo cewek, lo bilang suka juga belum tentu ngajak jadian kan?

Seenggaknya walau cinta lo nggak berbalas, dia tau kalau lo pernah suka sama dia.

Gue pernah bilang dicerita mana yaa lupa, hal yang lebih menyakitkan dari patah hati (cinta ditolak) itu cinta yang tak terungkapkan. Menyukai dalam diam tanpa pergerakan.

Seketika gue berasa penasehat Cinta wkwkwkwk 😂😂 Kayak bukan gue jirrr.

Bubay.

Senin, 16-10-2017.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top