Fourth

Bibir Galea masih mengatup rapat sejak menaiki motor Alvin, tangannya masih betah melingkar di sepanjang pinggang Alvin. Galea sama sekali tak membalas perkataan Alvin soal lari, diam atau dikejar. Karena seperti apa yang diteguhkan Galea sejak awal, bahwa ia tidak ingin terlalu percaya diri. Hati tidak ada yang tahu pastinya, pagi masih saling menyayangi siang bisa jadi mereka putus.

Motor Alvin terparkir di sebuah rumah makan sederhana, "Makan di sini aja ya."

Satu yang masih mengganggu benak Galea, apa Alvin tahu perasaannya sejak dulu? atau lebih tepatnya kapan Alvin tahu jika Galea menyukainya dalam diam?

"Kok bengong terus sih, Gal?" Alvin meniup-niup kening Galea berharap perempuan yang duduk di sampingnya merespon ucapannya, bukan hanya bergumam tak jelas dengan anggukan malas.

"Nggak seru ah," Alvin mulai sedikit bingung ketika Galea lebih senang berkutat dengan pikirannya sendiri, bahkan ketika Alvin bertanya ingin makan apa Galea hanya mengucapkan kata terserah.

"Masa cuman karena gue bilang mau ngejar lo, sikap lo jadi gini." Alvin menyikut pelan tangan Galea.

"Berisik," ketus Galea dengan mata yang menyipit. Sesungguhnya ia bukan marah dengan Alvin, Galea hanya tidak tahu harus bersikap bagaimana. Setelah sekian lama ia pikir bahwa perasaannya tersimpan dengan apik tanpa diketahui, tanpa aling-aling Alvin mengungkapkan bahwa ia ingin berusaha meraih hati Galea. Bagaimana Galea tidak terkejut?

"Galea kembarannya Song Hye Kyo," ucap Alvin dengan nada merajuk. Ia bahkan tidak peduli ketika beberapa perempuan melirik ke arahnya.

"Gue bukan kembarannya Song Hye Kyo," akhirnya Galea mau menimpali ucapan Alvin. Tak apalah walau sedikit ketus, setidaknya Alvin masih mendapat feedback bukan komunikasi satu arah.

"Tapi kan gue kembarannya Song Joong Ki." dengan penuh percaya diri Alvin menarik kerah virtualnya, seolah-olah dirinya memang bagai pinang dibelah dua dengan artis kenamaan korea selatan itu.

"Ya masa bodo, mau lo kembaran siapa juga."

"Tapi kan kalau kita mau jadi pasangan lo harus jadi Song Hye Kyo,"Alvin memainkan alisnya naik turun membuat ekspresi yang menurut Galea sangat aneh.

"Lo salah makan ?" tanya Galea, ia menatap tepat ke wajah Alvin. "Atau demam?"

Punggung tangan Galea menempel di kening Alvin, memastikan jika pria konyol di depannya memang tidak sedang terserang demam.

"Bilang aja pengen pegang-pegang, 'Kan?" ucap Alvin dengan sedikit tertawa membuat Galea kembali merengut.

"Kan Kampret...," umpat Galea, niatnya hanya ingin memastikan. Kenapa hari ini Alvin senang sekali meracau mengatakan hal tidak jelas.

"Gal," baru saja Alvin akan mengatakan sesuatu tapi kalimatnya harus menggantung saat pelayan mengantarkan pesanan mereka. Membiarkan waktu terus bergulir, menikmati makan bersama yang cukup sederhama versi Alvin.

Galea makan dengan lahap tanpa malu sudah menghabiskan satu porsi gurame asam manis dengan kwetiawa goreng, Alvin bahkan sempat mengerut bingung bagaiamana perut Galea bisa seelastis itu. Menampung banyak makanan.

Setelahnya mereka tidak pergi ke taman bermain atau pergi ke tempat biasanya orang pergi kencan, Galea justru meminta Alvin menemaninya membeli beberapa stationery untuk keperluannya mengajar, sebenarnya ini bukan kencan menurut Galea. Bagaimana bisa dikatakan kencan ketika hubungan keduanya saja tidak jelas.

"Lucu mana, Pink atau Biru?" Galea menunjukan dua notes dengan warna yang baru saja ia sebutkan, sebenarnya Galea memang tidak terlalu menyukai warna Pink. Jawaban apapun yang diberikan Alvin ia akan tetap memilih biru, di antara Rak yang dipenuhi stationery mereka mulai mengurai kecanggungan.

"Biru, lo nggak cocok sama Pink." Alvin menunjuk note yang ada di tangan Galea."Lo sama warna Pink itu kayak air sama Minyak, musuhan."

Mata Galea membulat, "Bilang aja gue nggak feminin jadi nggak cocok sama Pink. Gitu aja kok repot."

"Sejak kapan warna pink menjadi tolak ukur feminin atau tidak?" tanya Alvin dengan sebelah alis yang terangkat. "Hanya karena warna pink terlihat girly terus lo pikir itu bisa dijadikan tolak ukur kefemininan cewek? lo salah Gal."

Galea menyimpat satu note berwarna biru ke kerangjang belanjanya, membiarkan Alvin mengikuti langkahnya. "Kenyataannya begitu, pink itu sering dikaitkan dengan seberapa femininnya cewek."

"Bentar, kita harus satu pikiran dulu ngomongin warna pink ini." Alvin menahan lengan Galea agar berhenti sejenak mendengarkan ucapan Alvin. "Kalau maksud lo Pink itu simbol cewek feminin, menurut gue itu salah?"

"Yupp. Cewek dengan warna pink, cewek girly suka warna pink."

"Bukan, terus kalau cewek suka warna biru, merah, orange itu mereka nggak feminin menurut lo?" tanya Alvin, pembahasan keduanya sebenarnya tak cukup penting. Tapi Galea tahu Alvin bukan tipe orang yang akan diam saja menyetujui ucapan orang lain jika memang menurutnya cukup aneh, tapi Galea tahu niat Alvin bukan untuk mendebatnya. Hanya saling bertukar pendapat untuk mengetahui bagaiman pola pikir orang tersebut.

"Begitulah," Galea menggendikan kedua bahunya tak acuh, kenyataannya memang begitu. Banyak teman-temannya yang berjenis kelamin wanita memplokamirkan diri sebagai wanita seutuhnya atau feminin yang identik dengan warna pink.

"Berarti pikiran lo pendek," tandas Alvin tanpa peduli jika Galea akan marah dengan ucapannya. "Menurut KBBI, feminin itu yang bersifat seperti perempuan. Memangnya sifat perempuan cuman bisa terlukiskan dengan warna? c'mon, ada banyak hal yang menunjukan sisi kefemininan perempuan dibanding warna. Jadi jangan pernah menjudge kalau hanya dengan warna pink orang itu feminin, atau sebaliknya. Hanya karena cewek itu nggak suka warna pink lo bilang dia nggak feminin, bisa aja dia nggak suka warna pink tapi dia suka merajut dan memasak. Itu juga feminin, menunjukan sifat perempuan yang lembut. Jadi jangan mengunderestimate diri lo sendiri hanya karena lo nggak suka Pink."

Galea diam meneguk ludahnya yang entah kenapa terasa begitu kasar di tenggorokannya, ia cukup tahu diri untuk tak mendebat Alvin kembali karena percakapan mereka bisa panjang sampai melebar kemana-mana nantinya jika tak disudahi.

"Vin," Galea melirik Alvin yang diam setelah mengucapkan kalimat panjang tadi, bukankah yang harusnya terdiam itu Galea karena merasa tersindir. Tapi kenapa justru Alvin yang terdiam. "Are you okay?"

Alvin hanya menampilkan seulas senyum, ia tak cukup baik untuk mengeluarkan beberapa kata. Bahkan sampai keduanya selesai mengantre Alvin masih diam.

Terus saja seperti ini, pikir Galea.
Tadi dirinya yang diam karena bingung harus bersikap seperti apa setelah insiden Alvin yang menawarkan hatinya, lalu kenapa sekarang Alvin yang menjadi pendiam.

"Maaf."

Galea menghentikan langkahnya saat beberapa meter lagi mereka sampai di tempat motor Alvin terparkir, ada nada penyesalan yang terselip di sana yang membuat hati Galea sedikit terhenyak.

"Lo nggak marah soal pembahasan kita tentang feminin 'kan?" tanya Alvin khawatir, ia takut jika perkataannya melukai Galea. Alvin tahu jika selama ini Galea selalu merasa dirinya tak anggun dan tak sefeminin Senja, dan Alvin tak suka saat Galea harus mengunderestimate dirinya sendiri, seolah dirinya tak cukup layak untuk dikatakan sebagai seorang perempuan hanya karena dirinya jutek, sedikit galak dan tentu saja tak suka warna Pink.

"Nggak, itu kita cuman lagi bertukar pendapat. Terlepas dari pendapat lo yang sedikit menyentil hati gue. I think, everything's fine." inginnya Galea tersenyum, tapi sudut bibirnya tak tertarik sama sekali.

"Thanks." Alvin menarik napas lega, ia mendahului Galea untuk mengambil helm dan memasangkan helmnya di kepala Galea. "Gue harap lo mau sabar menghadapi gue, gue tau gue jauh dari kata layak untuk jadi calon imam lo."

Galea mematung, ia tak cukup kuat jika harus mendengar ucapan Alvin tentang perasaaanya. Atau tentang Alvin dan dirinya dalam satu ucapan yang keluar dari mulut Alvin.

"Gue tau, cinta aja nggak cukup untuk dijadikan alasan hidup bersama. Nyatanya beda pola pikir aja bisa jadi pemicu perpisahan kalau kita nggak saling mengerti, proses saling mengerti dan memahami itu yang sulit." Alvin menekan klip Helm nya, merangkum wajah Galea dengan tangan lebarnya. "Jadi, mulai sekarang bantu gue belajar mengerti dan memahami satu sama lain."

TBC

Tuhh Bang Alvin nongol, gue mah kalau digituin sama Alvin bawaannya udah pengen ajak dia ke KUA aja dahh 😂😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top