Cuplikan ExtraPart

Hari ke tiga sebagai menantu tentunya Hairil masih belum terlalu terbiasa di lingkungan keluarga barunya tersebut. Banyak hal yang membuat pria itu cukup terkejut. Terutama tentang kebiasaan sang istri yang cukup unik.

"3 hari kamu bersama Aisyah dalam satu ikatan, satu rumah, satu kamar, bahkan satu dalam penyatuan dua fisik, Ibu yakin banyak hal yang cukup bikin kamu kaget sama kebiasaan Aisyah."

"Uhukk!!"

Khawatir, Aisyah segera mengulurkan segelas air putih pada Hairil yang terbatuk kecil. "Kenapa? Pedes? Atau keselek terasinya? Duh, maaf, ya. Mungkin ada terasinya yang nggak ancur tadi.”

“Uhukk!” Kali ini bukan hanya terbatuk biasa. Hairil benar-benar tersedak oleh air yang berusaha melawati tenggorokannya.

Terasi katanya? Akibat perkenalan singkat yang dijalani, mereka tidak sempat bercerita tentang kebiasaan hingga makanan yang tak bisa mereka makan.

Selama ini Hairil tidak pernah menyentuh yang namanya terasi, atau makanan apapun yang berbahan dasar udang. Jika tidak gatal-gatal, maka perutnya akan berulah alias muntah. Namun, karena tak ingin mengecewakan sang istri yang telah susah payah memasak nasi goreng sederhana tersebut, Hairil tetap harus menuntaskan nasi goreng di piringnya.

Sarapan yang istrinya siapkan tak bisa dikatakan sangat enak. Hanya nasi goreng biasa yang diberi potongan bawang merah dan juga ikan teri goreng. Rasanya hambar. Tapi, itu lebih baik daripada asin. Namun awalnya, bukan nasi goreng Aisyah yang membuatnya tersedak, melainkan perkataan penuh makna sang ibu mertua.

Otaknya dengan cepat memproses makna kata 'satu dalam penyatuan dua fisik' yang ibu mertuanya lontarkan. Bila mengingat malam penyatuan itu, Hairil merasa menjadi pria paling hebat sejagat raya. Ia menjadi pria pertama dan satu-satunya yang berhasil menembus benteng suci yang Aisyah jaga selama 28 tahun.

Pria itu melirik Aisyah yang memperlihatkan wajah santai seolah perkataan sang ibu tak bermakna apa-apa. "Dasar wanita polos." Hairil sempat berujar dalam hati.

Bu Imah dan Pak Yusuf melirik Hairil melalui ekor mata mereka, lantas mengetap bibir menahan senyum.

"Biasa aja kali, Ril. Nggak usah malu gitu. Aisyah aja masang raut santai, masa mukamu lebih merah dari tomat matang, sih?" Bu Imah sengaja menggoda sang menantu.

Hairil berdehem. Usai meletakkan gelas minumnya ke meja, ia kembali melanjutkan sarapannya dalam diam.

"Jadi, setelah kamu mengetahui sebagian yang ada di diri Aisyah, Ibu harap kamu bisa menerima semua tanpa menuntut apapun. Aisyah itu cengeng, keras kepala, punya tanda lahir item di pinggangnya, terus kalo tidur suka ngorok sama ileran. Kamu maklumin, ya?"

Kali ini Aisyah dibuat malu setengah mati oleh sang ibu. Ibunya bisa menyebutkan kekurangan apapun di diri Aisyah, tapi apakah ibu juga perlu menjelaskan tanda lahir di pinggangnya segala? Aisyah malu, sungguh. Meskipun malam itu mereka buka-bukaan, tapi Aisyah yakin Hairil tak sempat melihat tanda lahir di pinggangnya. Sepertinya, sih.

Namun, dugaan Aisyah salah besar ketika Hairil berkata, "Saya udah tau semua yang Ibu sebutkan." Aisyah tak tahu harus menyembunyikan wajahnya di mana. "Dan saya sama sekali nggak mempermasalahkan itu semua, karena sejak awal saya udah berikrar di hadapan Bapak bahwa saya akan menerima semua yang ada di diri Aisyah. Nggak hanya kesempurnaannya, tapi juga kekurangannya."

Aw, aw, aw ... Aisyah meleleh, ya Allah.

Aisyah tak salah melabuhkan cintanya untuk pria itu. Ia berharap, semoga Hairil akan tetap mempertahankan janjinya tersebut hingga akhir hayat mereka.

"Alhamdulillah kalo kamu mau menerima Aisyah apa adanya. Kalo misal Aisyah bandel, nggak taat sama suami, atau jika dia melalaikan tugasnya, tegur dan nasehati aja dia, Ril. Bapak nggak larang. Sekarang Aisyah udah jadi istrimu. Segala tentang dia menjadi tanggung jawabmu. Bapak sama Ibu udah lepas tangan. Kami serahkan semuanya sama kamu,” ujar Pak Yusuf. Perkataan beliau mengundang haru di diri Aisyah. Beliau seolah ingin pergi jauh meninggalkannya.

"Bapak jangan bilang gitu. Bapak sama Ibu akan terus sama-sama Aisyah, ya? Jangan bilang kalian akan melepaskan Aisyah. Aisyah sedih dengernya."

Plaak ...

Sendok nasi sukses melayang di dahi Aisyah dan membuat wanita itu meringis. Hairil yang melihat apa yang ibu mertuanya lakukan tersebut hanya meringis. Ia tak ingin ikut campur dalam pertengkaran kecil ibu dan anak itu.

"Kamu itu udah punya suami. Semua tentang kamu menjadi urusan dia, bukan kami lagi. Jadi, kamu itu nggak pantas merengek lagi sama Bapak dan Ibu. Bikin malu." Bu Imah memberikan lirikan tajam. Beliau memberi peringatan melalui tatapan matanya.

Bibir Aisyah mengerucut. Ia bertingkah sangat manja usai disahkan menjadi istri Hairil. Bu Imah saja tak paham dengan tingkah anaknya yang satu itu. Padahal selama ini Aisyah yang selalu berusaha menasehati orang tuanya. Lantas, entah kenapa sekarang sikap kekanakan Aisyah muncul dan sangat menyebalkan di mata Bu Imah.

"Oh ya, Ril. Kamu juga harus tau, bahwa Aisyah itu nggak pinter masak. Dia cuman bisa masak sayur tumis, oseng, goreng ikan sama telur doang. Jadi, jangan heran kalo nanti kamu bosan makan makanan yang sama setiap hari, ya? Nasi goreng ini pun, Aisyah yang bikin. Bawangnya aja masih mentah. Ibu nggak tau gimana kalo nanti kalian tinggal berdua di rumah kalian sendiri. Yang Ibu cemasin itu kamu, Ril. Kasian kamu harus makan masakannya Aisyah yang nggak seberapa itu."

"Ibuuu ..." Aisyah mengetap bibir. Ibunya itu terlalu blak-blakan soal kekurangannya. Bagaimana ia bisa menatap Hairil setelah ini?

Hairil terkekeh. "Nggak apa-apa, kok, Bu. Masalah itu semua nggak pernah saya pikirin. Nggak bisa masak, kita bisa beli. Yang nggak bisa dibeli itu cinta suci Aisyah untuk saya."

"Bang Hairiiiil ... Aku padamuuuu ..." teriak Aisyah di dalam hati. Suaminya itu, ugh. Suami idaman Aisyah sekaliii. Pria itu selalu membela diri Aisyah saat wanita itu mulai terpojok. Hairil memang suami terkeren.

"Kalau begitu, baiklah. Bapak sama Ibu menyerahkan semuanya sama kamu. Kami mempercayai kamu, Ril." Pak Yusuf mengukir senyum tulus untuk Hairil.

Kini, tanggung jawab Pak Yusuf dan Bu Imah telah usai. Tak ada yang perlu mereka pikirkan perihal anak-anak mereka. Bungsu mereka, Aisyah, telah berhasil diserahkan kepada Hairil. Pria yang telah berjanji untuk menjaga Aisyah baik dalam keadaan susah maupun senang. Hairil yang mantap berkata tak akan pernah membuat putri beliau mengeluarkan air mata dan juga hidup susah. Pak Yusuf yakin Hairil akan menepati semua janji dan sumpahnya tersebut.

***

Haloooo ...
Ketemu lagi sama Aisyah dan Hairil. Ada yang nunggu extra part gak? *Krik krik krik.

Ini hanya kukasih sepenggal cuplikan dlm extra part pertama. Nanti, akan ada 4 extra part yg menceritakan kisah Aisyah dan Hairil pasca menikah. Ada bahagia ada sedihnya. Campur2 deh nanti, kayak permen nano nano. Hihihihiii

Tapiii .... Extra part ini gak di posting di sini. Akan ada Aisyah's Real Romance versi Ebook. Dan tentunya 4 extra part hanya ada di versi ebook.

Info selanjutnya akan dikasih tau.

See you. Sampai jumpa di lain cerita.

Muah ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top