Satu
Beberapa kali Kafi menggeliat tak nyaman dalam tidurnya. Badannya terasa pegal-pegal karena bekerja berat sepanjang hari ini. Semua itu ia lakukan demi keluarga kecilnya.
"Mas." Aisyah menepuk lengan Kafi pelan.
"Hmm."
"Sudah salat Isya, belum?"
"Belum."
"Salat dulu, Mas."
"Mas capek."
"Tidak boleh seperti itu, Mas. Ayo bangun."
"Iya, iya."
Meski enggan, Kafi mencoba membuka matanya sambil menguap lebar dan garuk-garuk punggung.
Sungguh ini bukanlah pemandangan yang indah seperti yang ada di sinetron ketika bangun tidur.
Rambut acak-acakan, sarung yang dikenakan tinggi sebelah, kaos oblong yang sudah melar.
Meskipun penampilan Kafi jauh dari kata baik, Aisyah tetap tersenyum senang karena Kafi masih mau menjalankan kewajibannya ditengah lelah yang mendera dan terlihat malas-malasan.
"Ais, Latifah sudah tidur?"
Kafi mengintip anak perempuannya yang berada di gendongan Aisyah.
"Sudah, Mas."
Aisyah menurunkan sedikit kain jarik yang ia kenakan untuk menggendong Latifah supaya Kafi bisa melihat wajah Latifah.
"Aduh cantiknya anak Bapak Kafi."
Kafi menundukkan kepalanya lalu mencium pipi Latifah, gemas.
Hal itu membuat Latifah menggeliat dan mengeluarkan suara pelan seperti akan menangis karena tidurnya terusik.
"Mas."
Aisyah menjauhkan Kafi dari Latifah karena takut Latifah terbangun.
Kafi tertawa lalu menegakkan tubuhnya dan mencolek pipi Aisyah sambil mengedipkan matanya, jahil.
"Mas, sudah sana salat."
Aisyah cemberut namun pipinya bersemu merah. Entah mengapa, ia masih saja tersipu malu saat Kafi menggodanya padahal mereka sudah menikah cukup lama dan memiliki seorang anak.
Hal-hal sederhana seperti itu selalu bisa membuat Aisyah dan Kafi bahagia namun kebahagiaan itu terkadang terusik oleh bisik-bisik tetangga yang selalu membicarakan rumah tangga mereka.
Aisyah tak mengerti, Kafi sudah tidak pernah melakukan kerusuhan ataupun membuat onar lagi di kampung namun tetap saja Kafi selalu menjadi bahan omongan.
Kadang yang paling membuat Aisyah risih, ketika ibu-ibu mengaitkan dirinya dengan Umar. Ia takut hal itu bisa menimbulkan kesalahpahaman antara dirinya dan Kafi.
Aisyah juga beberapa kali mencoba menegur secara halus ibu-ibu yang menggodanya saat tak sengaja berpapasan dengan Umar di warung namun semua itu seakan percuma. Mereka justru terlihat bersemangat membuat panas keadaan.
Bukan rahasia lagi, seluruh warga kampung mengetahui jika Kafi tidak akur dengan Umar. Bukan karena Kafi membenci Umar atas kelakuan almarhum orang tua Umar dan istrinya tapi warga seolah tak peduli atau justru mereka akan bahagia mendapatkan hiburan gratis jika Kafi dan Umar bertengkar lagi seperti dulu.
"Melamun apa?"
Kafi memeluk Aisyah dari belakang dan menyandarkan kepalanya di bahu kiri Aisyah sambil melihat wajah putrinya yang tengah tertidur pulas.
"Tidak ada, Mas."
"Kalau kamu ada apa-apa langsung cerita saja sama, Mas. Misal kamu capek seharian mengurus rumah dan menjaga Latifah, kamu jangan segan untuk bicara."
"Tidak, Mas. Sungguh, Ais tidak ada masalah apapun. Tentang mengurus Latifah, tentu saja Ais tidak lelah. Justru Ais sangat bahagia karena diberikan titipan bidadari secantik Latifah di tengah-tengah keluarga kecil kita."
"Mas juga sangat bahagia bisa memiliki kalian."
Aisyah tersenyum dan tentu saja senyum itu menular pada Kafi. Senyum yang selalu menjadi obat lelah bagi Kafi dan senyum yang selalu memotivasi dirinya supaya menjadi lebih baik lagi dan lagi demi bisa menjadi seseorang yang layak dan pantas untuk Aisyah dan kini bagi Latifah juga.
***
Dulu mungkin Kafi akan bangun saat matahari sudah terik namun semenjak menikah dengan Aisyah, Kafi berusaha untuk bisa bangun pagi demi menjalani kewajibannya dan tentu saja sambil menagih 'jatahnya' pada Aisyah.
Selain itu, Kafi bangun lebih awal supaya ia bisa cepat-cepat ke pasar untuk bekerja karena saat pagi banyak tengkulak atau pedagang yang membutuhkan jasa panggul barang.
Meski hanya sebagai kuli panggul barang, Kafi tetap senang bisa pulang membawa beberapa makanan dan sedikit uang untuk Aisyah dan putrinya.
Semua itu adalah suatu pembuktian sebagai seorang kepala rumah tangga, Kafi harus bisa menafkahi keluarga kecilnya meskipun tak seberapa yang ia berikan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top