4. °Penghianatan°


*بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم*

⚠Ambil baiknya, buang buruknya⚠

⚠Jangan ngejudge suatu cerita sebelum kamu mebacanya sampai tamat⚠

📖Selamat Membaca📖

🍁🍁🍁

Jangan salahkan Allah saat engkau merasa kecewa karena orang yang kamu sayangi bisa melukaimu, tapi salahkanlah diri sendiri, karena kamu terlalu berharap pada satu hal yang belum pasti

🍁🍁🍁

Rania sama sekali tidak bisa menolak permintaan Alia dan juga Bianca, lagi-lagi mendatangi tempat pub itu sudah menjadi minat terselubung di dalam hatinya. Satu jam di sana, Rania hanya bisa melihat Alia dan Bianca menghabiskan hampir tiga botol minuman berbahan alkohol itu, Rania bahkan sempat mencoba, tapi perutnya malah memuntahkan kembali minuman tidak halal itu.

Sementara itu, setelah puas dengan minumannya, Alia dan Bianca malah sibuk berjoget mengikuti irama musuik yang mampu memekakkan telinga, tidak peduli meski harus bersentuhan dengan laki-laki yang bukan mahromnya. Bagi Alia, seperti ini adalah kebebasan yang amat membahagiakan, surga dunia yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

Alia tidak peduli, hidupnya sudah terlanjur hancur berkali-kali, harga diri dan seluruhnya sudah tidak ada lagi, Alia sudah memberikannya kepada seorang laki-laki yang ia anggap sudah memberinya kebahagiaan, jadi hal yang wajar jika Alia membayarnya dengan memuaskan laki-laki yang sudah berstatuskan pacarnya itu.

Alia memang lebih nekat daripada Bianca yang salah jalan masih setengah-setengah, Bianca hanya mau main di pub, minum-minum tapi tidak dengan menggadaikan kehormatannya.

Saat Rania ingin menghentikan aksi Alia dan Bianca yang terus berjoget-joget, tanpa sengaja Rania melihat Raka; kekasihnya. Laki-laki yang datang bersama seorang perempuan berpakaian seksi, tubuh mereka saling berdempatan mesra, sudah seperti suami istri.

Rania menelan air liurnya dengan susah payah, seketika tenggorokannya mengetat, api cemburu mulai membara di dadanya. Setau Rania, Raka sangat baik, tidak mungkin melakukan hal-hal seperti itu.

Karena tidak tahan, akhirnya Kania memilih untuk menemui Raka, meminta pertanggung jawaban laki-laki itu untuk menjelaskan semuanya.

"Raka!"

Mendengar namanya dipanggil, Raka langsung mengangkat wajanya, sontak ia kaget saat melihat Rania yang tiba-tiba datang dihadapannya.

"Ra--, Rania?"

Raka sangat terkejut, bahkan sampai mulut laki-laki itu bergerak bingung untuk biacara. Raka tidak habis pikir, bagaimana mungkin Rania ada ditempat ini.

"Sayang, dia siapa?"

Rania mengalihkan pandangannya pada perempuan yang memanggil kekasihnya dengan panggilan seperti itu.

"Oh, jadi selama ini kamu kayak gini, Ka?"

Rania tersenyum getir, seketika air matanya berjatuhan begitu saja, sesuatu terasa menohok dadanya hingga menimbulkan rasa sakot sakit, sangat sakit saat Raka menghianatinya.

Dulu, Raka sudah berjanji tidak akan pernah menghianatinya, tidak akan pernah memberika luka yang sama, suka yang pernah diberikan ayahnya saat berpisah dengan ibunya. Rania kecewa, sangat kecewa

"Aku janji, kalau kamu mau jadi pacar aku, aku nggak akan pernah sakitin hati kamu."

"Apa aku harus percaya? Kamu bisa buktiin apa supaya aku mau percaya?"

"Aku akan buktiin sama kamu, kalau aku akan nerima semua kekurangan kamu, aku akan nerima kamu apa adanya, aku nggak akan pernah duain kamu sama perempuan lain, karena aku terlalu cinta sama kamu, lebih dalam dari samudra, lebih tinggi dari pada langit, lebih besar dari pada bumi, dan lebih luas dari pada lautan."

Rania tersenyum geli, hatinya berbunga-bunga, merasa kalau cinta Raka benar-benar besar untuknya.

Mengingat sepintas fragmen itu, rasanya Rania merasa dirinya benar-benar bodoh, mau-mau saja dirayu dengan kalimat receh seperti itu, sesuatu yang pada akhirnya tidak akan pernah memberinya kebahagiaan.

"Ran, aku bisa jelasin, Ran."

Raka memegang tangan Rania, benar-benar ingin minta maaf. Tapi, secepat mungkin Rania menepis tangan Raka.

"Kita putus!" ucap Tania dengan telak

"Nggak, Ran, aku nggak mau, aku nggak mau kita putus, aku cinta sama kamu, Rania. Aku, aku cuma main-main sama Sabil."

"Apa? Main-main?" tanya Rania tidak habis pikir, sekarang benar-benar terbukti, Raka hanyalah laki-laki bejat. Laki-laki seperti apa yang bisa dengan mudah menyatakan bahwa seorang perempuan hanya sebagai ajang permainan saja?

Sabil yang merasa tidak terima, ikut naik pitam, menampar pipi Raka dengan kuat, padahal dia sudah mau membiarkan Raka mencium bibirnya, berpakaian seksi sesuai permintaan Raka.

Raka merasakan pipinya panas setelah mendapatkan tamparan dari Sabil. Tapi, Raka tidak peduli.

Raka mengangguk, memaksa Rania untuk mau dipeluk, namun Rania menolak, mendorong tubuh Raka dengan telak. Hatinya benar-benar sudah sakit, menangis tidak jelas semakin membuat harga dirinya hancur. Rania benar-benar benci, semua laki-laki tetap sama saja, baik Raka atau pun ayahnya. Sama-sama lelaki pecundang.

"Rania, aku mohon, maafin aku sayang, ayolah kita bisa ulang lagi semuanya dari awal."

Raka tetap memaksa Rania untuk bersda di dekatnya, memegang pergelangan tangan Rania dengan kuat.

Plak!!!

Satu tamparan berhasil mendarat lagi di pipi Raka, membuat Raka membuang wajah ke samping.

"Aku mau kita putus!"

Setelah mengatakan itu, Rania benar-benar melangkah pergi, membawa hati yang sudah hancur, kepalanya pusing, jika saja Rania bisa membedah kepalanya sendiri, mungkin saat ini kepalanya benar-benar sudah dalam keadaan kusut masai.

🍁🍁🍁

Cinta kepada lain jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Karena sebab cintalah, keberlangsungan hidup manusia bisa terjaga. Oleh sebab itu, Allah Ta'ala menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan kenikmatan bagi penghuni surga. Islam sebagai agama yang sempurna juga telah mengatur bagaimana menyalurkan fitrah cinta tersebut dalam syariatnya yang rahmatan lil 'alamin. Namun, bagaimanakah jika cinta itu disalurkan melalui cara yang tidak syar'i? Fenomena itulah yang melanda hampir sebagian besar anak muda saat ini. Penyaluran cinta ala mereka biasa disebut dengan pacaran. Seperti yang Rania alami sekarang, Allah memberikannya luka karena kesalahannya sendiri, karena sejak dulu hubungan mereka memang sudah terlarang.

Zina, ya zina. Mungkin ini bayaran yang Rania rasakan.

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk."(QS. Al Isro' [17] : 32)

Ayat suci Al Quran itu seolah-seolah membuat Rania merasa tertampar, ia pikir dengan tidak melakukan apa-apa, tidak akan disebut zina, tapi pada kenyataannya hasilnya tetap sama.

Pacaran itu adalah zina hati, zina pikiran, zina tangan, zina kaki, zina mulut bahkan zina yang paling besar bisa melakukan hubungan yang sepantasnya dilakukan suami istri.

Bahkan tidak sedikit orang-orang yang menganggap remeh pacaran dan meyakini kalau tidak berpacaran akan sulit bertemu dengan jodoh. Padahal, segala sesuatu sudah diatur oleh Allah. Sekecil apa pun yang akan terjadi pada hamba-Nya sudah diatur sebaik-baiknya.

Banyak kalangan kaum muslimin yang masih berpandangan, bahwa pacaran itu sah-sah saja, asalkan tetap menjaga diri masing-masing. Ungkapan itu ibarat kalimat, 'Mandi boleh, asal jangan basah'

Ungkapan yang hakikatnya tidak berwujud. Karena berpacaran itu sendiri, dalam makna apa pun yang dipahami orang-orang sekarang ini, tidaklah dibenarkan dalam Islam.

"Rania, kamu kenapa?"

Rania mengangkat wajahnya, menatap ibunya yang tiba-tiba sudah datang di rumah.
Padahal, ini baru hari ketiga ibunya untuk berada di Surabaya.

"Ibu?"

"Kamu kenapa?"

Karena khawatir, akhirnya Asri memeluk anak perempuannya itu. Semalam ia mendapat kabar dari Radit, kalau Rania sudah mulai berani datang ketempat-tepat yang sering ia kunjungin, kabar itu benar-benar membuat Asri kaget, Asri sangat tidak mau kalau Rania akhirnya akan sama seperti Radit, bagaimanapun Rania anak perempuan, akan banyak bahaya yang mengancam kalau ia sering datang ke sana.

Asri tidak mau hidup Rania hancur. Sejak kecil, Rania sudah kehilangan sosok ayah yang seharusnya melindunginya, sosok laki-laki yang selalu rela berdiri paling depan saat putrinya mendapatkan ancaman. Ya, Asri tahu. Ia tahu jika Rania diam-diam merindukan ayahnya, jika saja Asri tahu dimana keberadaan mantan suaminya, mungkin setidaknya Asri bisa meminta pertanggung jawaban laki-laki itu untuk Rania.

"Bu..."

Rania hanya bisa menangis, memeluk mamanya dengan tubuh lemah, rasa sakit saat dikhianati orang yang dicintai sungguh menyakitkan, laki-laki yang ia percaya untuk bisa berkomitmen bersama.

"Ada apa, Rania. Jangan bikin ibu khawatir."

Rania tidak menjawab apa-apa, yang dia butuhkan sekarang hanya pelukan sang mama, perempuan yang bisa memberinya penguatan. Setelah ini, Rania berjanji tidak akan pernah mau berpacaran lagi, ia akan berusaha membuar nama Raka jauh-jauh dari dalam otaknya, juga dari dalam hatinya.

🍁🍁🍁

Alia dan juga Bianca sudah ketar-ketir mencari keberadaan Rania, mereka berdua benar-benar takut jika terjadi hal-hal buruk dengan sahabatnya itu. Apalagi banyak lelaki hidung belang yang bisa saja nekat melakukan hal tak terduga untuk memuaskan nafsunya. Alia takut, Rania menjadi korban mereka yang tidak tahu diri.

"Al, ini gimana si Rania nggak ketemu-ketemu, gimana kalau ada om-om yang ngajak dia..." Bianca mengantungkan kalimatnya, bergedik ngeri jika apa yang ada dipikirannya benar-benar terjadi.

"Lo jangan sembarangan ngomong, nggak mungkin Rania mau, dia pasti nolak."

"Tapi lo tau kan, laki-laki itu kuat, gimana kalau dia bikin Rania nggak sadar, ah sumpah gue nggak bisa banyangin gimana itu si Rani."

Bianca hiperbolis sendiri, pikirannya sudah melayang-layang entah kemana.

"Ck, nomornya nggak aktif lagi."

"Lo sih, bawa-bawa dia ke sini, gimana kalau abangnya tau, bisa-bisa gue dicium, tapi kalau dicium orang ganteng sih gak pa-pa," kata Bianca ngasal. Dalam keadaan seperti ini, masih saja otaknya sempat berpikir kotor.

Karena kesal, Alia menatap Bianca antipati, kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan Bianca yang sibuk bertanya sendiri. Salah gue apa?

🍁🍁🍁

Bersambung

Jazakillahu khairan khatsiiran ...

Peluk jauh, Ayatulhusna_🤗

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top