21. °Hilang Arah°

*بـــــــسم اللّـــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم*

⚠Ambil baiknya, buang buruknya⚠

⚠Jangan ngejudge suatu cerita sebelum kamu mebacanya sampai tamat⚠

📖Selamat Membaca📖

🍁🍁🍁

Senna hanya bisa menangis. Sejak tadi ia hanya mengacuhkan pertanyaan yang terus diberikan Ilyas. Sakit hati akibat ucapan Radit masih begitu membekas di hatinya. Laki-laki itu sudah berhasil menginjak hargadirinya dengan sempurna. Seharusnya Senna bahagia bisa mengandung anak dari laki-laki yang ia cintai. Tapi keadaan yang tidak bersahabat justru merombakkan segalanya. Ini aneh, Senna sangat membeci Radit. Tapi, di sisi lain ia tetap menginginkan Radit untuk bertanggung jawab atas dirinya.

"Senna, ada apa? Siapa yang sudah membuat kamu seperti ini?" tanya Ilyas cemas.

Sarah baru saja keluar dari kamar. Ia melipat kedua tangannya di atas dada, kemudian berjalan mendekati Senna dan Ilyas. Lihatlah, perempuan itu memandang Senna dengan remeh.

"Katanya nggak bakal sudi nginjakin kaki di rumah ini lagi? Tapi kenapa jilat ludah sendiri?" sindir Sarah sinis. Sontak Ilyas langsung memandang Sarah bengis, jangan sampai Senna pergi lagi dari rumah ini.

"Om mending aku pergi aja dari sini." Senna mengusap wajahnya.

"Tidak Senna. Kamu tidak bisa pergi dari rumah ini."

"Belain aja terus anak yang nggak tau diri itu." Sarah kembali pergi, meninggalkan kedua manusia itu.

Senna hanya bisa diam, sebenarnya ia ingin membalas ucapan tantenya itu. Tapi rasa mual yang tengah dirasakan membuatnya mau tidak mau memilih diam.

"Sekarang kamu cerita sama Om. Ada apa?"

"Seandainya Om tau apa yang terjadi sama aku, apa Om masih mau sayang sama aku? Apa Om masih mau peduli sama aku?" tanya Senna lirih. Sambil terisak perempuan itu hanya bisa menundukkan kepala. Ilyas mengerutkan keningnya.

"Maksud kamu, Sen?"

"Aku hamil, Om."

Kontan Ilyas terkejut. Tidak percaya apa yang baru saja dikatakan Senna. Benarkah yang barusan ia dengar?

"A---apa?"

"Aku bodoh, aku emang bodoh. Bisa-bisanya aku terpedaya sama sikap manis laki-laki brengsek itu. Padahal aku tau dia itu laki-laki seperti apa. Tapi tetap aja aku masih mau ketipu. Aku udah serahin diri aku sendiri ke dalam kandang macan," Senna terisak pilu. Dadanya semakin terasa sesak.

Ilyas memejam matanya, kedua rahangnya mengetat. Jujur, ia marah. Tapi sekarang Senna pasti butuh penguatan.

"Siapa laki-laki yang sudah menghamili kamu?!"

"Radit, Om."

"Kurang ajar anak itu!" kedua tangan Ilyas terkepal kuat. Padahal dulu anak itu pernah berjanji padanya akan membuat Senna selalu bahagia, menjadikan Senna satu-satunya perempuan yang paling istimewa. Sayangnya Radit terlalu pandai berdusta. Bukan hanya Senna yang tertipu, tapi ia juga sudah terpedaya karena perkataan Radit yang begitu manis. Ilyas menyesal karena sudah membiarkan Senna berhungan dengan Radit.

"Kenapa kamu bisa lakuin hal kotor itu, Senna!"

"Aku nggak tau, Om. Radit ngelakuinnya saat aku nggak sadar, bahkan besoknya berjalan seolah nggak terjadi apa-apa. Aku bahkan nggak tau kalau dia udah lakuin hal itu. Aku bodoh! Aku emang bodoh!" Senna menjambak rambutnya frustrasi. Sesungguhnya Senna termasuk korban perkosaan, hanya saja kejadian ini bisa ditutupi semulus mungkin.

"Percuma, Om. Dia nggak bakalan mau."

"Apa pun caranya, Om akan mencarinya. Dia tidak mengabaikan kamu dan anak kamu!"

Senna hanya menangis. Senna tidak kuat menanggung malu. Sepertinya Senna harus melakukan sesuatu. Matanya turun menatap perutnya yang masih datar. Satu-satunya cara yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah melenyapkan nyawa bayi-nya sendiri.

Senna mengerti ini bukan keputusan yang baik. Tapi, ia tidak punya pilihan lain. Melahirkan seorang anak tanpa sosok suami, akan membuatnya menderita sepanjang waktu.

🍁🍁🍁

Asri baru saja menerima telepon dari atasan-nya, meminta kehadiran Asri untuk segera datang ke kantor. Tapi, Asri dengan berani mengambil tindakan mengabaikan perintah atasan-nya itu. Sekarang yang terpenting bagi Asri hanya menemani Rania. Kemarin Rania sempat dimasukan ke dalam ruangan ICU karena kondisinya sempat memburuk. Kejadian itu membuat Asri meraka nyawanya direnggut secara paksa. Asri lebih takut kehilangan putrinya.

"Makasih ya, Ibu udah mau nemanin aku."

"Iya, Rania. Ini udah jadi tugas Ibu, kok."

"Aku bahagia banget bisa diperhatiin sama, Ibu. Seandainya hari ini Allah mau ngambil nyawa aku, aku udah ikhlas, karena aku udah bisa ngerasain gimana diprioritasin sama Ibu."

"Ya ampun, Rania. Apa sih yang kamu bicarain. Jangan bilang gitu."

Rania hanya tersenyum. Rania tidak ingat betul bagaimana kejadian kemarin. Yang jelas ia masih takut untuk naik sepeda motor. Mungkinkah ini yang dinamakan trauma?

"Kak Radit nggak tau aku kecelakaan, Bu?"

"Dia tau, Rania. Justru dia yang ngasih kabar ke Ibu. Ibu pikir Radit cuma main-main. Tapi ternyata kamu hampir berhasil bikin jantung ibu berhenti berdetak."

"Oh ya? Terus kak Radit mana, Bu? Kok dia nggak jengukin aku?"

Kini mata Rania beralih menatap pintu yang tertutup rapat.

"Ibu nggak tau, setengah ngabarin kamu ada di rumah sakit ini, ibu sama sekali nggak ketemu sama dia," jawab Asri jujur. Rania mendesah pelan. Tadinya ia sangat bahagia jika Radit mau mencemaskan keadaannya. Tapi mungkin kakaknya itu hanya menjalani kewajibannya sebagai seorang kakak saja. Tidak untuk mengasihinya.

"Jangan pikirin kakak kamu dulu. Yang penting kamu harus sembuh secepatnya."

Tidak lama setelah itu pintu kamar Rania terbuka, menampilkan sosok Raka yang berdiri di ambang pintu. Astaga, Rania sampai lupa menanyakan keadaan laki-laki itu.

Rania bisa melihat kening Raka yang masih ditempeli plester, di bagian pipinya juga masih sedikit lebam dan ada noda hitam bekas luka yang masih setengah kering.

"Assalamualaikum," Raka masuk ke dalam degan sikap sesopan mungkin, menyalami Asri yang duduk disamping tempat tidur Rania.

"Waalaikumussalam..," jawab Asri singkat.

"Hai, Ran. Gimana kondisi kamu, udah baikan?"

"Udah..."

Raka tersenyum, kemudian memberikan bingkisan yang dia bawa.

"Tante, ini aku bawain makanan."

"Wah, terima kasih ya, Raka. Nggak usah repot- repot bawain makanan segala."

"Nggak pa-pa kok, Tan..." Raka tersenyum. Kemudian kembali memandang Rania yang masih terbaring.

"Kamu masih ngerasain sakit?"

"Hmmm udah enggak kok."

"Seyukur deh. Maafin aku, ya. Kalau kemarin aku nggak paksa kamu pulang bareng aku, kamu pasti nggak bakalan masuk rumah sakit kayak gini."

"Udalah, Raka. Yang penting aku masih hidup kan sekarang."

Raka hanya diam.

"Lain kali, kalau bawa motor kamu hati-hati, Raka. Ini cuma bukan ngancem nyawa kalian berdua. Tapi juga orang lain."

"Iya, Tante. Maafin saya."

Asri menganggukkan kepalanya sebagai respons.

"Kamu tau mobil siapa yang udah nabrak kalian berdua?"

"Kalau orangnya aku nggak tau, Tan. Tapi, kayaknya Kak Radit tau deh. Kalau nggak salah denger, dia itu om dari pacarnya Kak Radit."

"Pacarnya? Pacarnya yang mana?" tanya Asri bingung. Karena seingatnya sudah begitu banyak wanita yang datang ke rumahnya, mencari Radit bahkan sampai ada yang dihamili Radit.

"Yang aku tau, pacarnya Kak Radit sekarang itu Kak Senna, Bu."

"Senna?"

"Iya..."

"Kalau begitu gampang kan? Ibu bisa temui orang itu dan suruh dia tanggung jawab!"

"Ibu, udalah. Lagipula aku udah nggak kenapa-kenapa. Aku nggak mau masalah ini dibesar-besarin."

"Tapi, Rania...."

"Ibu, aku mohon. Nggak usah, ya."

Asri mendesah resah. Dengan terpaksa harus memenuhi permintaan anaknya itu.

🍁🍁🍁

Memasuki Pub, Ilyas membawa emosi yang luar biasa. Dia sudah tau ditempat inilah Radit sering menghabiskan waktu. Jadi, segelap inikah permainan Senna bersama Radit? Sungguh Ilyas tidak menyangka. Ia merasa gagal memberi perhatian yang lebih pada Senna. Sehingga membuat anak gadis itu mencari kebahagiaannya ditempat yang salah.

Tidak jauh dari hadapannya, Ilyas bisa mehilat Radit sedang bermesraan dengan kedua gadis yang ada disisi kiri dan kanan. Bahkan salah satu perempuan itu berani mencium bibir Radit, dan bahkan Radit menikmatinya dengan penuh gairah.

Entah kenapa melihat kelakuan Radit seperti itu, membuat hati Ilyas amat sakit. Apakah Radit tidak pernah dididik? Padahal dia sudah menghamili seorang perempuan, sekarang ia ingin mencari mangsa lagi?

Dengan emosi yang sudah meledak, Ilyas menempelkan telapak tangannya di dada Radit, kemudian menarik baju Radit hingga membuat anak itu berdiri dengan terpaksa.

"Anak kurang ajar! Apa yang sudah kamu lakukan pada Senna!"

Radit hanya tersenyum remeh. Sementara kedua perempuan tadi saling ketakutan, memilih pergi dan tidak mau ikut capur.

"Ck! Brengsek! Liat! Gara-gara Om Ilyas yang terhormat, mereka pergi ninggalin saya. Padahal saya udah keluar uang banyak buat bayar mereka untuk memuaskan saya!"

"Apa kamu tidak punya otak Radit! Kamu sudah merusak keponakan saya!"

"Lho, kenapa Om nyalahin saya?" tanya Radit enteng sambil menunjuk dirinya.

"Itu salah dia sendiri, dari awal dia udah tau saya seperti apa, dia-nya aja yang bodoh, masih mau kerayu sama gombalan receh saya!"

Ilyas menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Sungguh, Radit sudah kelewat batas.

"Kamu tidak bisa lari dari tanggung jawab! Kamu harus menikahi Senna, kamu seorang laki-laki. Jadi belajar untuk bertanggung jawab!"

"Ha? Bertanggung jawab?" Radit malah tertawa kencang, seolah benar-benar sudah mengejek Ilyas.

"Om, Om. Kalau saya nikahin Senna, saya cuma punya satu wanita dong. Kalau mau sama cewek lain dilarang, haduh... Basi banget."

"Apa maksudmu bicara seperti itu?"

"Om ini bodoh atau gila sih? Saya itu laki-laki normal, Om. Gunain aja akal sehat. Laki-laki normal mana mau bertahan sama satu wanita. Liat wanita yang lebih cantik lagi, pasti bawaannya pengen milikin lagi. Makanya lebih enak pacaran, kalau udah puas tinggal buang. Nggak usah repot-repot ngurus perceraian segala."

Ilyas sudah tidak tahan mendengar kalimat Radit yang amat menyakitkan. Emosi Ilyas semakin tinggi, ingin memukul Radit, tapi ia tidak bisa melakukannya. Ini memang aneh.

"Memangnya, Om Ilyas sendiri yakin? Hanya bertahan sama satu wanita?" tanya Radit pelan. Lebih tepatnya berbisik mungkin?

Ilyas terpengun, tubuhnya terasa kaku seketika saat mendengar pertanyaan itu. Semua kata-katanya habis, tidak punya cara untuk menjawab semua kalimat yang Radit lontarkan. Apakah ini karma?

🍁🍁🍁

Bersambung

Jazakillahu khairan khatsiiran ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top